Jumat, 09 September 2016

Catatan Haji 2016 : Pendukung & Pecinta Wahabi Salafi Takfiri pendukung "Teroris" Ulama & pemerintah Kerajaan Arab Saudi menuduh "KAFIR" orang-tua Nabi Muhammad, orang-tua Nabi Ibrahim hingga Pembela Nabi Muhammad Abu Thalib...!!??!! Benarkah...???

kisah-lengkap-ali-bin-abu-thalibkisah-lengkap-ali-bin-abu-thalib

kisah-lengkap-ali-bin-abu-thalibkisah-lengkap-ali-bin-abu-thalib

Ditulis ketika mendengar "Ceramah Subuh di RRI Pro 1 Banjarmasin yang "Mengaku" Dosen IAIN Antasari Banjarmasin hari Sabtu 10 September 2016 karena si Penceramah "Terkesan" Tidak "Membela" Nabi Muhammad Saw??

Benarkah Abdul Muthalib, Abu Thalib, Abdullah dan Aminah kafir ?

Kaum wahabi (salafi takfiri pendukung teroris isis pemerintah kerajaan arab saudi sang penebar kebencian sesama ummat manusia dan ummat islam..pen) tidak akan berhenti untuk menjelekkan keluarga Rasulullah, sebenarnya mereka malakukan penghinaan kepada keluarga Rasulullah dengan tujuan untuk mengurangi kehormatan Rasulullah dan pengaruh Beliau.

Mereka mencari semua dalil yang bisa memperkuat usaha mereka dalam menjelekkan Rasulullah dan keluarganya (Kakek, paman, ayah dan ibu Rasulullah).
Sehingga terjadi adu dalil antara kaum Wahabi dan kaum yang santun.

Mempermasalahkan status kemimanan
Kakek, paman (Abu Thalib), ayah dan ibu Rasulullah sebenarnya merupakan prilaku yang tidak sopan.

Niat saya dalam menulis masalah ini hanya
untuk mengajak berperilaku sopan dan menggunakan dugaan yang baik terhadap keluarga Rasulullah. Sedangkan yang mengetahui kepastian keimanan mereka adalah Allah, dan saya juga berharap agar kita tidak mudah
menuduh kafir pada mereka,...


Kebiasaan mudah menuduh kafir pada orang lain, membuat mereka berprilaku kelewat batas hingga dengan mudah menuduh kafir pada k
akek, paman (Abu Thalib), ayah dan ibu Rasulullah.
Mari kita bahas satu persatu

Abdul Muthalib

Pada saat Abdul Muthalib (Kakek Rasulullah) menjadi pemimpin bangsa Quraisy, terjadi peristiwa besar yang diabadikan Allah dalam Alquran, yaitu: peristiwa pasukan bergajah.
Pada saat itu pula, ada seorang raja yang bernama Abrahah, berkebangsaan Habasyah yang memerintah negeri Yaman.
Dia membangun sebuah gereja, diberi nama al-Qulais. Dia ingin agar bangsa Arab berpaling dari Ka’bah dan menuju ke gerejanya untuk melaksanakan haji,
Tentu saja bangsa Arab menjadi marah karena hal tersebut.

Seorang laki-laki dari Suku Kinanah sengaja membuang hajat di dalam gereja  Abrahah. Ketika Abrahah mengetahui hal itu, Dia kemudian marah dan bersumpah akan memimpin seluruh bala tentaranya untuk menghancurkan Ka’bah.
Kemudian dia memerintahkan pasukannya untuk bersiap-siap, maka berangkatlah pasukan ini dan Abrahah menunggang gajah.

Ketika Abrahah singgah di al-Mughamas, dia mengirim pasukan yang dipimpin oleh seorang  al-Aswad bin Maqshud, Dia berangkat dengan menunggangi kuda, setelah sampai ke Mekah. Dia berhasil merampas harta penduduk diantara harta yang dirampas tersebut adalah 200 ekor onta milik Abdul Muthalib bin Hasyim.
Sebenarnya bangsa Quraisy, Kinanah, Huzail, dan seluruh penduduk Mekah berkeinginan untuk membalas menyerang Abrahah. tapi mereka menyadari bahwa mereka tidak mempunyai kekuatan untuk melawan Abrahah, akhirnya mereka mengurungkan niatnya.
Kemudian Abrahah memerintahkan pada Hunathah al-Himyari dengan pesan : “Carilah pemimpin penduduk negeri Mekah dan pemukanya, kemudian katakan kepadanya: Sesungguhnya sang Raja berpesan kepadamu, “Sesungguhnya kami datang bukanlah untuk memerangi kalian, kami datang hanya untuk menghancurkan tempat ibadah kalian, maka jika kalian tidak menghalangi niat kami, kami tidak perlu menumpahkan darah kalian. Jika pemimpin tersebut tidak berniat menghalangi niatku hendaklah ia mendatangiku.”
Ketika Hunathah sampai di Mekah, Dia menanyakan tentang siapakah pemuka bangsa dan tokoh orang Quraisy  ?Akhirnya mendapat jawaban, pemimpinnya adalah Abdul Muthalib bin Hasyim.
Kemudian Hunathah mendatangi Abdul Muthalib dan menyampaikan pesan Abrahah kepadanya.
Abdul Muthalib berkata: “Demi Allah, kami tidak akan memeranginya karena kami tidak mempunyai kekuatan untuk memeranginya, ini adalah rumah Allah yang mulia dan rumah Kekasih-Nya Ibrahim, jika Dia (Allah) menghalanginya, maka ini adalah rumah dan tanah haram-Nya. Dan jika Dia (Allah) membiarkan Abrahah menghancurkan Ka’bah, maka demi Allah kami tidak mempunyai kekuatan untuk menahannya.”

Kemudian Hunathah berkata : “Berangkatlah bersamaku menuju pemimpin kami, karena sesungguhnya dia memerintahkanku untuk membawamu kepadanya.”

Disamping menjadi pemimpin Abdul Muthalib juga orang yang tampan dan berwibawa.

Ketika Abrahah telah berjumpa dengan Abdul Muthalib, dia pun menghargainya.
Karena Abrahah tidak ingin ada orang Habasyah melihat Abdul Muthalib duduk di atas singgasana kerajaannya. Maka Abrahah yang turun dari singgasananya dan duduk di permadani dan memerintahkan Abdul Muthalib duduk di sampingnya.

Kemudian Abrahah berkata kepada juru bicaranya, “Katakan kepadanya, apa yang ia perlukan?” Lalu juru bicara memberitahukan kepada Abrahah, perkataan Abdul Muthalib, “Keperluanku hanya agar raja mengembalikan 200 ekor onta yang dirampas”

Abrahah berkata kepadanya, “Katakan kepadanya, ‘Awalnya di saat aku melihatmu aku kagum kepadamu, selanjutnya aku jadi merendahkanmu ketika engkau menyampaikan keperluanmu, kenapa engkau berbicara kepada ku tentang 200 ekor onta yang kurampas darimu? dan engkau membiarkan rumah ibadahmu, milik agamamu dan agama nenek moyangmu yang akan kuhancurkan, mengapa engkau tidak menyampaikan tentang hal ini?”

Abdul Muthalib menjawab, “Bahwasanya aku adalah pemilik onta-onta tersebut, sedangkan tempat ibadah itu ada pemiliknya (Allah) yang akan melindunginya.”
Kemudian Abrahah berkata, “Dia tidak akan menghalangiku.”

Abdul Muthalib menjawab, “Hal itu terserah padamu.”

Akhirnya Abrahah mengembalikan onta-ontanya dan ia dipersilahkan kembali ke Quraisy.

Abrahah pun memerintahkan penduduk Quraisy untuk keluar dari Mekah dan mencari tempat perlindungan di atas perbukitan atau dilembah, Abrahah khawatir jika mereka terkena imbas kekuatan pasukannya.
Ketika menjelang serangan datang, Abdul Muthalib berdiri dan memegang pintu Ka’bah yang dibantu oleh beberapa orang Quraisy. Mereka berdoa kepada Allah agar menurunkan pertolongan-Nya untuk menghalangi Abrahah dan pasukannya.

Abdul Muthalib sambil memegang pintu Ka’bah seraya berdo'a:
“Ya Allah, sesungguhnya seorang hamba hanya mampu melindungi kendaraannya, maka lindungilah rumahmu. Jangan engkau biarkan pasukan salib dan agama mereka mengalahkan kekuatanmua esok hari.”

Di pagi harinya, Abrahah bersiap-siap memasuki Mekah, ia menyiapkan gajah-gajahnya dan memimpin tentaranya.
Gajahnya bernama Mahmud dan Abrahah telah bertekad untuk menghancurkan Ka’bah, dan setelah berhasil dia akan segera kembali lagi ke Yaman.

Setelah mendekati Mekah, mereka mengarahkan gajahnya menuju ke Mekah, gajah mereka menderum, lalu mereka memukul gajah-gajah mereka, tetapi gajah tetap tidak mau berdiri.
Kemudian mereka mencoba mengarahkan gajah-gajahnya ke arah Yaman, gajahnya mau berdiri dan berlari.
Kemudian mereka arahkan ke Syam, gajah pun melakukan hal yang sama, mereka arahkan ke arah timur, gajah pun melakukan hal yang sama.

Kemudian mereka arahkan ke Mekah lagi, gajahnya pun menderum,

Pada saat itu Allah mengirim kepada mereka (pasukan Abrahah) beberapa burung Ababil. Setiap ekor burung membawa 3 buah batu: 1 butir diparuhnya dan 2 butir dikakinya, kerikil itu sebesar kacang Arab atau kacang Adas.

Setiap yang terkenan kerikil tersebut tubuhnya hancur.  Akhirnya mereka keluar meninggalkan Mekah, sedangkan daging mereka tercecer di sepanjang jalan dan mereka binasa.


Abrahah terkena sebuah batu di tubuhnya, lalu mereka membawanya ke Yaman sedangkan jari jemarinya mulai terputus satu per satu, hingga mereka membawanya ke Shan’a dan tubuhnya yang tersisa tinggal sebesar seekor anak burung, dan akhirnya mati di sana.

Do'a Abdul Muthalib terbukti dikabulkan Allah,..
Peristiwa itu juga diabadikan dalam Al Qur'an.

Menemukan kembali sumber air Zam-zam yang pernah hilang,
Pada suatu malam, Abdul Muthalib, bermimpi didatangi suara gaib yang menyuruhnya untuk menggali sumur zam-zam kembali.
Paginya, Abdul Muthalib menggali sumur tersebut dan mengalirlah air zam-zam itu kembali.

Air Zam-zam pernah hilang ketika Masjidil Haram dicemari oleh satu kabilah bernama Jurhum dengan melakukan kesyirikan, sumur air zam-zam itu mengering secara perlahan akhirnya sumber mata airnya tertutup.
Sejak saat itu, Sumur zamzam hilang untuk beberapa waktu  lamanya.

Hingga ditemukan kembali oleh Abdul Muthalib (Kakek Rasulullah).

Dari kisah diatas diatas, menunjukkan bahwa Abdul Muthallib adalah pengikut agama Nabi Ibrahim AS yang saleh.
Tidak sopan jika kita menuduh Abdul Muthalib itu kafir, mengingat ada beberapa ayat Al Qur'an yang menerangkan :
Bapak dan Ibu Rasulullah

Demikian juga ucapan Nabi SAW kepada Sa’ad bin Abi Waqqash di peperangan Uhud ketika beliau SAW melihat seorang kafir membakar seorang muslim,maka Rasulullah SAW bersabda kepada Sa’ad,”Panahlah dia,jaminan keselamatanmu adalah Ayah dan ibuku!’, maka Sa’ad berkata dengan gembira,’Rasulullah SAW mengumpulkan aku dengan nama ayah dan ibunya!’ “(HR Bukhori,Bab. Manaqib Zubair bin Awam no.3442,hadis no.3446, Bab.Manaqib Sa’ad bin Abi Waqqosh Al-Zuhri.)

Rasulullah pernah bersabda,
”Aku selalu berpindah-pindah dari tulang sulbi orang-orang yang suci kedalam rahim-rahim wanita yang suci pula”
(Dinukil oleh Al Hamid Al Husaini, dalam bukunya Pembahasan Tuntas Perihal  Khilafiyyah, hal.600-601)


Abu Thalib
Dalam QS.Al Qoshosh 56,yang artinya:”Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”
Asbabul nuzul ayat ini menurut Ibn Katsir, yang dinukil dari shohihain (Bukhori dan Muslim) terkait dengan detik-detik wafatnya paman Rasulullah saw.

Dari Sa’id bin Musayyab ra.,dari bapaknya katanya ”Ketika Abu Tholib hampir meninggal dunia Rasulullah saw datang mengunjunginya, didapati beliau disana telah ada Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mighiroh. Kemudian Rasullah saw bersabda, ”wahai paman ,ucapkanlah La ila ha ilaallah, yaitu sebuah kalimat yang aku akan menjadi saksi bagi paman nanti dihadapan Allah”.Kemudian Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata; ”Hai abu Tholib! Bencikah anda kepada agama Abdul Mutholib”.Rasulullah terus menerus mengulang-ulang ucapannya itu, tetapi akhirnya Abu Tholib mengatakan ”Dia tetap memegang agama Abdul Mutholib dan enggan mengucapkan la ila ha illallah. Kemudian Rasulullah SAW bersabda:”Demi Allah! Akan kumohonkan ampun bagi paman,selama aku tidak dilarang melakukannya”.Kemudian turun QS.al Qoshos 56.

(Bukhori dan Muslim,Mukhtashor Ibnu Katsir,juz 3,hal.19 oleh DR.Ali Ashobunny)
 
’Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik – baik. Makanlah (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagi kamu dan makananmu juga halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan – perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan – perempuan yang beriman dan perempuan – perempan yang menjaga kehormatan di antara orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia – sia amal mereka dan di akhirat dia termasuk orang – orang yang rugi.’ 
(Q.S. Al-Maidah, 5)
=============

Peristiwa Pasukan Bergajah

Apakah kami tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?” Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat.” (QS. Al-Fiil: 1-5)

Runtuhnya Ka’bah di Akhir Zaman

Banyak riwayat yang menguatkan tentang akan runtuhnya Ka’bah di akhir zaman. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Ka’bah akan diruntuhkan oleh seorang yang berkaki bengkok berkebangsaan Habasyah.”
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Perbanyaklah melakukan thawaf di Baitullah semampu kalian sebelum kalian dihalangi untuk melakukannya, seolah-olah aku melihatnya sedang melakukan hal tersebut. Tanda-tandanya: berkepala dan bertelinga kecil, dia menghancurkan Ka’bah dengan beliungnya.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Tandanya orang tersebut berkulit hitam, kakinya bengkok (seperti letter O), dia meruntuhkan batu dinding Ka’bah satu per satu.”
Diriwayatkan dari Sa’id bin Sam’an radhiallahu ‘anhu, bahwa dia mendengar Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bercerita kepada Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Seorang laki-laki (Imam Mahdi) akan dibai’at di antara sudut (tempat Hajar Aswad) dan Maqam Ibrahim, dan Ka’bah tidak akan dirusak kehormatannya melainkan oleh orang Arab sendiri, dan bila mereka telah merusak kehormatan Ka’bah, maka itulah saatnya kehancuran bangsa Arab, kemudian datang orang-orang Habasyah meruntuhkan Ka’bah yang setelah itu tak pernah dibangun kembali selama-lamanya, dan merekalah yang menggali harta yang terpendam di dalamnya.”
Hadis di atas tidak bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sebuah pasukan hendak menyerang Ka’bah, hingga ketika mereka berada di sebuah padang pasir, semua pasukan ditenggelamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala ke dalam bumi.”
Ibnu Hajar dalam bukunya “Fath al-Bari” dalam bab: runtuhnya Ka’bah, berkata: “Hadis-hadis di atas menjelaskan akan terjadinya penyerangan terhadap Ka’bah. Penyerang pertama dimusnahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebelum mereka sampai ke Ka’bah, dan penyerangan kedua dibiarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sepertinya penyerang yang dimusnahkan terjadi lebih awal.”
=============


Nabi Muhammad SAW adalah penghuni bumi yang paling baik nasabnya secara mutlak. Nasab beliau dari segi kemuliaan berada di puncaknya. Musuh-musuh beliau memberi pengakuan untuknya atas hal tersebut. Diantara musuh beliau yang memberikan pengakuan akan indahnya nasab beliau adalah Abu Sufyan(sebelum masuk islam), yang dikala itu berhadapan denga penguasa Romawi. Kaum yang paling mulia adalah kaumnya,kabilah yang paling mulia adalah kabilahnya dan marga yang paling mulia adalah marganya.
(Ibnu Qoyyim al Jauziyah,Zaadul Ma’ad,I/32)

Rasulullah pernah bersabda,
”Aku selalu berpindah-pindah dari tulang sulbi orang-orang yang suci kedalam rahim-rahim wanita yang suci pula”
(Dinukil oleh Al Hamid Al Husaini, dalam bukunya Pembahasan Tuntas Perihal  Khilafiyyah, hal.600-601)

Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi saw adalah manusia tersuci yang telah disiapkan kelahirannya dengan membuatnya keluar dari rahim yang suci pula,yaitu Aminah ra.

Dinukil oleh Ibnul Jauzi,dalam kitab Al Wafa’ (terjemahan), hal.74 : Abdurrahman bin ‘Auf berkata,”Ketika Rasulullah saw dilahirkan, ada jin yang berbicara di bukit Abu Qubais di daerah ‘Ujun- yang pada mulanya tempat itu adalah sebuah kuburan dan orang-orang Quraisy merusakkan pakaian mereka di daerah itu-.Jin itu berkata dengan syair berikut :

“Aku bersumpah tidak seorang pun dari golongan manusia yang telah melahirkan Muhammad selain ia (Aminah).
Seorang wanita dari suku Zuhrah yang memiliki sifat-sifat terpuji dan selamat dari kecelaan para suku-suku, bahkan mereka memujinya.
Wanita itu telah melahirkan manusia terbaik yaitu Ahmad.
Orang yang terbaik itu dimuliakan
Serta orangtuanya pun dimuliakan juga”…


Bahkan Nabi SAW pernah menjelaskan bahwa nasabnya adalah suci (ayah-ayahnya adalah keturunan manusia yang suci),

”Saya Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthollib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizaar. Tidaklah terpisah manusia menjadi dua kelompok (nasab) kecuali saya berada diantara yang terbaik dari keduanya. Maka saya lahir dari ayah – ibuku dan tidaklah saya terkena ajaran jahiliyyah dan saya terlahir dari pernikahan (yang sah).Tidaklah saya dilahirkan dari orang yang jahat sejak Adam sampai berakhir pada ayah dan ibuku. Maka saya adalah pemilik nasab yang terbaik diantara kalian dan sebaik-baik nasab (dari pihak) ayah”
(Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas ra.)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibn Katsir dalam tafsirnya juz 2,hal.404 dan juga oleh Imam Ath Thobari dalam tafsirnya juz 11, hal. 76.


Juga sabda Nabi SAW,”Saya adalah Nabi yang tidak berdusta, Saya adalah putra Abdul Mutholib.”(HR.Bukhori no.2709,2719,2772,Shahih Muslim no.1776)

Lihatlah dari hadis-hadis diatas,nampak jelas sekali bahwa tidak mungkin orang tua Nabi adalah orang-orang kafir atau musyrik. Sedangkan Nabi SAW telah membanggakan kedua orang tuanya sebagai nasab yang terbaik.Bagaimana mungkin ada manusia yang tega mengatakan orang tua,bapak atau ibu Nabi saw lagi disiksa di neraka?Sungguh itu sama halnya menyakiti hati Nabi saw.

Demikian juga ucapan Nabi SAW kepada Sa’ad bin Abi Waqqash di peperangan Uhud ketika beliau SAW melihat seorang kafir membakar seorang muslim,maka Rasulullah SAW bersabda kepada Sa’ad,”Panahlah dia,jaminan keselamatanmu adalah Ayah dan ibuku!’, maka Sa’ad berkata dengan gembira,’Rasulullah SAW mengumpulkan aku dengan nama ayah dan ibunya!’ “(HR Bukhori,Bab. Manaqib Zubair bin Awam no.3442,hadis no.3446, Bab.Manaqib Sa’ad bin Abi Waqqosh Al-Zuhri.)

Bagaimana mungkin Sa’ad berbahagia disatukan dengan orang tua Rasulullah,jika keduanya orang-orang musyrik??

Maka apa kata dunia? Jika nabinya ummat Islam lahir dari rahim perempuan musyrik? Padahal Isa as. Lahir dari rahim perempuan yang suci!!.Apa kata dunia jika Nabinya ummat islam lahir dari rahim perempuan kafir? Padahal banyak perempuan yang beriman melahirkan anak-anak yang tidak memiliki keistimewaan,sedangkan Rasul keistimewaannya diakui di dunia langit maupun bumi lahir dari perempuan musrik?. Sungguh tidak logis!!
Sungguh harus dipertimbangkan pendapat tentang kemusyrikan orang tua Nabi !!!!!

Ahlul Fatrah
Adalah suatu masa dimana terjadi kekosongan nubuwwah dan risalah. Seperti orang-orang jahiliyyah yang belum datang kepada mereka risalah kenabian,maka mereka masuk kategori ahlu fatrah,yang mereka termasuk ahli surga juga. (Prof.DR.Wahbah Zuhaili,tafsir Al Munir,juz 8, hal.42)
Hal itu berdasarkan firman Alloh QS. Al Isro’ 15 yang artinya,”Kami tidaklah mengadzab (suatu kaum) hingga kami mengutus (kepada mereka) seorang rasul”
Dari ayat itu, maka orang-orang yang hidup sebelum Nabi Muhammad SAW diutus, mereka adalah Ahlu fatrah yang tidak diadzab atas perbuatannya. Karena sebagai bentuk keadilan Alloh adalah mengadzab suatu kaum setelah jelas risalah datang kepada mereka namun tidak diindahkannya.
Dan dari ayat itu pula,dapat dipahami bahwa keluarga nabi saw sebelum dirinya diangkat menjadi Nabi dan Rasul,adalah termasuk ahlu fatrah. Dan karena itu mereka tidak diadzab dan tidak digolongkan kepada orang-orang musrik atau kafir.

Bagaimana dengan riwayat bahwa Nabi saw menangis dipusara ibunya??? Dan hadis tersebut dikaitkan sebagai asbabun nuzul ayat 113 dari QS .At Taubah; “Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun[kepada Alloh] bagi orang-orang musyrik,walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya),sesudah jelas bagi mereka,bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam”.??

Beberapa ulama’ (salah satunya Ibn Katsir, Mukhtashor li Ali as Shobuni,juz 2, hal.173), menyebutkan sebuah riwayat,bahwa rasulullah saw. Suatu ketika berziarah ke kuburan dan menangis tersedu-sedu. Sayidina Umar bertanya tentang sebab tangis beliau. 

Beliau menjawab,”Aku menangis di kubur ibuku,Aminah. Aku memohon kepada Alloh kiranya beliau diampuni,tetapi alloh tidak memperkenankan dan turun kepadaku firmanNya (At Taubah 113-114). Aku sedih dan kasihan kepada ibuku, dan itulah yang menjadikan aku menangis”(HR.Ibn Hibbah,Abi Alatim dan Al Hakim melalui Ibn Mas’ud). 
Riwayat ini dinilai "dhoif" oleh pakar hadis Adz Dzahabi,karena dalam renteten perawinya terdapat nama Ayyub yang berstatus "lemah" (Prof.DR.Quraish Shihab,Al Misbah ,jilid 5,hal.735).
Dan pakar tafsir lainnya seperti DR.Wahbah Zuhaily mengomentari ulama yang menyatakan hadis tersebut sebagai sebab turunnya ayat 113,QS at Taubah,dengan komentar bahwa itu jauh dari fakta sebab orang tua Rasul hidup di masa fatrah,sehingga tidak tepat hadis tentang tangisan nabi saw dipusara ibunya sebagai sebab turunnya ayat tersebut.[lihat tafsir Al Munir ,juz 6,hal 64]

Dan banyak lagi hadis yang senada dengan itu,namun dengan redaksi yang berbeda,seperti yang diriwayatakan,Ahmad,Muslim, Abu Dawud dari jalur Abu Hurairoh. Dan jika kita terima kesahihan hadis tangisan Nabi diatas kuburan ibunya tersebut,maka ada beberapa hal harus dipertimbangkan untuk membatalkan hadis tersebut sebagai dalil kemusyrikan Ibu nabi SAW,sebagai berikut:

1. 1. Hadis tersebut secara manthuq (tekstual) tidak menyebut kekafiran atau kemusyrikan ibu Nabi secara tegas dan jelas.Sehingga agak ceroboh kalau dengan ketidak jelasan manthuq hadis tersebut langsung menyatakan kemusyrikan ibunda Nabi saw.

2. 2. Hadis-hadis tersebut yang menyatakan bahwa kejadian rasulullah menangis di kuburan ibunya di kota Mekkah,menurut ibnu Sa’ad berita itu salah,sebab makam ibu Nabi itu bukan di Mekkah tapi di ‘Abwa (suatu wilayah yang masih masuk kota Madinah). (Al Wafa’,ibn Al Jauzi,terjemahan hal.96, Lihat juga Zaadul Ma’ad jilid I,hal.36 terkait dalil tempat wafatnya ibunda Nabi saw).

3. 3. Hadis-hadis tersebut termasuk hadis ‘Inna Abiy wa abaaka finnar (Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka” (HR.Muslim) dibatalkan (mansukh) oleh QS.Al Isra’ 15.”Dan Kami tidak mengadzab (suatu kaum) hingga kami mengutus(kepada mereka) seorang rasul”(rujuklah pada Masaalikul Hunafa Fii Hayaati Abawayyil Musthofa,karya Imam As Suyuthi,hal.68).Alasan pembatalannya adalah mereka ayah dan ibunda Nabi saw hidup sebelum ada risalah nubuwwah,karena itu mereka termasuk ahlu fatrah yang terbebas dari syari’at Rasululloh saw.


Khusus hadis riwayat Muslim, Inna Abiy wa Abaaka fin Nar / Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka,adalah bahwa yang dimaksud Abi di hadis tersebut adalah paman.Karena kebiasaan Alloh didalam al Quran,sering ketika ada kata-kata Abun,maka yang dimaksud adalah bukan orang tua kandung.Alloh berfirman dalam QS.Al Baqoroh 133,yang artinya ; “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub mau meninggal,ketika Ia berkata kepada anak-anaknya;Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab;’Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu,Ibrahim,Isma’il dan Ishaq,yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadaNya.” Padahal Ayah Ya’qub adalah Ishaq bukan Ibrahim atau Ismail.Namun Alloh menyebutkan Ibrahim dan Ismail sebagai Aaba’(ayah-ayah) dari Ya’qub,maksudnya adalah kakek atau paman dari Ya’qub.Dan untuk penyebutan orang tua kandung,biasanya Al quran menggunakan kata Waalid.Sebagaimana Alloh berfirman; “Robbanagh Fir Li Wa Li Waliidayya…/Ya Tuhan Kami Ampunilah aku dan ibu bapakku…”.QS.Ibrahim 41

5. 5. Hadis-hadis tersebut bertentangan dengan nash hadis lain seperti yang kami tulis diatas,bahwa nabi lahir dari nasab yang suci.

6. 6. Dikatakan oleh Al Qadhiy Abu Bakar Al A’raabiy bahwa orang yang mengatakan orang tua Nabi saw di neraka, mereka di laknat oleh Allah swt, sebagaimana FirmanNya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya di dunia dan akhirat, dan disiapkan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Al-Ahzab: 57) Berkata Qadhiy Abu Bakar, “Tidak ada hal yang lebih menyakiti Nabi SAW ketika dikatakan bahwa ayahnya atau orang tuanya berada di neraka, dan Nabi saw bersabda : ‘Janganlah kalian menyakiti yang hidup karena sebab yang telah wafat.’ (Masalikul Hunafa’ Fii Hayaati Abawayyil Musthofa, hal. 75 lil Imam Suyuthi)

Demikian pendapat ulama bahwa orang tua Nabi SAW bukan orang-orang musyrik, karena wafat sebelum kebangkitan Risalah dan menjadi ahli fatrah, dan tak ada pula nash yang menjelaskan mereka sebagai menyembah berhala. Diantara Ulama yang berpendapat bahwa orang tua Nabi bukan musyrik menurut Al Habib Munzhir bin Fuad Al Musawa adalah :
Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan sebagian besar ulama syafii, Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yg mengarang sebuah buku khusus tentang keselamatan ayah bunda nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn Syaahin, Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam At thabari, Al hafidh Al Imam Addaruquthniy dan masih banyak lagi yang lainnya.

Abu Tholib
Dalam QS.Al Qoshosh 56,yang artinya:”Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya dan
Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”

Asbabul nuzul ayat ini menurut Ibn Katsir, yang dinukil dari shohihan (Bukhori dan Muslim) terkait dengan detik-detik wafatnya pamanda Rasulullah saw.

Dari Sa’id bin Musayyab ra.,dari bapaknya katanya ”Ketika Abu Tholib hampir meninggal dunia Rasulullah saw datang mengunjunginya, didapati beliau disana telah ada Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mighiroh. Kemudian Rasullah saw bersabda, ”wahai paman ,ucapkanlah La ila ha ilaallah, yaitu sebuah kalimat yang aku akan menjadi saksi bagi paman nanti dihadapan Allah”.Kemudian Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata; ”Hai abu Tholib! Bencikah anda kepada agama Abdul Mutholib”.Rasulullah terus menerus mengulang-ulang ucapannya itu, tetapi akhirnya Abu Tholib mengatakan ”Dia tetap memegang agama Abdul Mutholib dan enggan mengucapkan la ila ha illallah. Kemudian Rasulullah SAW bersabda:”Demi Allah! Akan kumohonkan ampun bagi paman,selama aku tidak dilarang melakukannya”.Kemudian turun QS.al Qoshos 56.(Bukhori dan Muslim,Mukhtashor Ibnu Katsir,juz 3,hal.19 oleh DR.Ali Ashobunny)

Dan ada pula anggapan bahwa hadis tersebut sebagai sebab turunnya QS.at Taubah 113,namun hal ini dibantah,karena QS.at Taubah 113 tersebut termasuk madaniyyah (Ayat yang turun di Madinah), sedangkan Abu Tholib meninggal di Mekkah sebelum hijrah, jadi tidak cocok dengan fakta sejarah.(lihat,Tafsir Al Munir,li Wahbah,juz 6,hal.61).

Dari hadis ini ada anggapan bahwa Abu Tholib mati dalam kondisi kafir, Tentu anggapan tersebut belum tentu benar karena argumentasi sebagai berikut:

1. Hadis tersebut dan nash lain tidak menyebut secara manthuq (tekstual) yang jelas tentang kekufuran Abu Tholib, sehingga masih ada peluang bagi kita untuk berkhusnudzon dengan beliau. Dan itu jauh lebih selamat dan aman bagi kita.

2. Justru ada hadis dengan redaksi yang lain yang memperkuat argument pertama tersebut yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,Tirmidzi dan Al Baihaqi dari Abu Huroiroh bahwa Rasulullah bersabda kepada pamannya’”Wahai pamanku,ucapkanlah la ilaa ha illallah,niscaya aku akan bersaksi untukmu disisi Alloh pada hari Kiamat”Abu tholib menjawab,”Seandainya kaum Quraisy tidak mencelaku dengan berkata,’Tidak ada yang mendorongnya mengucapkannya kecuali karena kesedihannya menghadapi maut,niscaya aku mengucapkannya untukmu”.Maka turunlah firman
Allah QS.Al Qoshosh 56 itu (DR.Wahbah Zuhaily,juz 10,hal.498 dan Tafsir Ibnu Kastir,Mukhtashor,Ali ash shobuni,juz 3,hal 19)

Perhatikanlah! Abu Tholib enggan mengucapkan kalimat syahadat bukan karena tidak beriman dengan kalimat tersebut, namun karena "taqqiyah" (strategi membela diri dengan menyembunyikan keimanannya) agar terhindar dari celaan orang Quraisy yang menganggapnya masuk Islam karena mau mati saja. 
Padahal hakekatnya dibatin beliau telah menerima keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini dibuktikan dalam tarikh/sejarah ketika Abu Tholib mengajak Nabi pada saat umur 9 tahun ke Syam dan bertemu pendeta/ rahib Bahira yang melihat tanda kenabiannya dan hal itu disampaikan ke Abu Tholib agar berhati-hati karena orang-orang yahudi tidak menyukai hal itu (Zaadul Maa’ad,juz 1,hal.37). Sejak itu pasti beliau menerima kenabian yang dibawa rasul saw (keponakannya sendiri) , Karena bagaimana mungkin beliau dianggap kafir atau musyrik padahal beliau merahasiakan kenabian Muhammad dari musuh-musuhnya?? Mungkin ada yang menjawab; ‘Dirahasiakannya karena dia menyayangi keponakannya itu’, namun itu dapat dibantah dengan Abu Lahab yang juga pamannya dan juga menyayanginya, kenapa menentangnya? Renungkan wahai manusia yang beriman !!

Dan telah berkata al Zajjaj ; “Telah sepakat ummat islam bahwa ayat 56 dari al Qoshosh itu turun terkait pada Abu Tholib.Yang ketika itu beliau berkata disaat jelang kematiannya (kepada orang-orang Quraish) : ‘Wahai masyarakat bani abdi Manaf, ta’atlah kalian dan benarkan (shoddiquuhu) oleh kalian ajaran Muhammad!, maka kalian akan sukses dan mendapatkan petunjuk’.Maka bersabda Nabi saw : “Wahai pamanku,engkau menasehati mereka dan engkau meninggalkan dirimu? ”.Berkata abu Tholib :’Maka apa yang kamu inginkan wahai keponakanku?’.
Bersabda Nabi saw: “saya menginginkan darimu hanya satu kalimat saja agar di akhir hidupmu ini di dunia hendaknya dengan berkata ‘la ilaaha illallah’,dan dengan kalimat itu saya akan bersaksi di sisi Alloh swt {kelak dikemudian hari}”.Berkata Abu Tholib:’Wahai keponakanku,sungguh saya tahu kalau [ajaran]mu benar,namun saya enggan dikatakan[kalau mengucapkan kalimat tersebut,] sebagai kesedihan saja dalam menghadapi kematian. Kalau sendainya [setelah mengucapkan kalimat tersebut] tidak terjadi pada dirimu dan bani ayahmu penghinaan dan celaan paska kematianku, sungguh aku akan mengatakan itu dihadapanmu ketika aku berpisah[mati],ketika aku lihat besarnya rasa cintamu dan nasehatmu.Namun sepertinya saya akan mati di atas agama abdul Muthollib, Hasim dan abdu Manaf.[Tafsir Al Munir,Wahbah juz 10 ,hal 499-500].

Tidak sulit untuk dibayangkan,seumpama ketika itu Abu Tholib memeluk islam dengan cara seperti yang dilakukan Oleh Hamzah,Abu Bakar,Umar dan Usman radliyallohu ‘anhum,tentu ia tidak akan dapat memberi perlindungan dan pembelaan kepada Rasululloh saw.Karena kaum musyrikin quraish pasti memandangnya sebagai musuh, bukan sebagai pemimpin masyarakat Mekkah yang harus dihormati dan disegani. Jika demikian tentu ia tidak mempunyai lagi kewibawaan untuk menumpulkan atau menekan perlawanan mereka terhadap Rasulullah saw,dan juga tidak dapat membentengi dakwah beliau.Memang benar ,pada lahirnya Abu Tholib nampak seagama dengan mereka, tetapi apa yang ada di dalam batinnya tentu hanya Allah yang tahu. Karena itu jangan ceroboh menuduhnya musyrik.

3. Bagaimana mungkin beliau dikatakan seorang yang kafir,padahal beliaulah yang membela dakwah Nabi saw dengan jiwa dan hartanya. Dan bagaimana pula beliau disamakan dengan orang kafir quraish yang selalu menentang dan mengintimidasi Nabi saw, padahal Abu Tholib melakukan sebaliknya.

4. Adapun QS Al Qoshosh 56,itu terkait bahwa nabi saw tidak dapat memaksakan kehendak berhidayahnya seseorang sekalipun kepada yang dicintai.Karena kewenangan memberikan hidayah taufiq hanya Alloh swt.Seolah ayat tersebut menginfokan kepada Nabi saw bahwa hidayah pamannya itu adalah berada dalam urusan Allah. Dan tidak ada dari dhohirnya ayat tersebut yang menunjukkan kepada kufurnya Abu Tholib.

5. Perkara ini adalah khilafiyah atau terjadi perbedaan pendapat dikalangan ahlus sunnah sendiri. Maka seyogjanya kita mengambil pendapat yang tidak berefek madhorrot bagi aqidah kita atau minimal mengambil pendapat yang efek madhorrotnya paling ringan.Dan pendapat yang paling ringan adalah menganggap Abu Tholib seorang paman Nabi yang tidak masuk kafir,karena minimal itu dapat menjadi sikap husnuzhon kita atas beliau.Namun jika kita mengatakan beliau kafir,dan seandainya disisi Alloh beliau ternyata mukmin maka kita sudah terkena dosa fitnah atas tuduhan kekufuran kepadanya dan itu madhorrot yang besar dalam aqidah kita.Oleh karena itu lebih baik bagi kita adalah berhusnuzhon saja karena tidak ada gunanya bagi kita untuk mengkafirkan beliau.

Di sisi lain,kalaupun-seandainya- tidak ada perbedaan pendapat ulama menyangkut keislaman Abu Thalib dan semua sepakat menyatakan keengganannya beriman,namun karena hal tersebut pasti menyedihkan Nabi Muhammad saw,maka demi menjaga perasaan beliauserta mengingat jasa-jasa Abu Thalib kepada Nabi saw,maka hendaknya persoalan itu tidak dibahas secara panjang lebar,apalagi ayat diatas(at taubah 113 dan al Qoshosh 56) berbicara secara umum.dan dapat mencakup siapapun dan kapanpun.

Sayyid Muhammad Rasyid dalam Tafsir Al Manar menguraikan pendapat sementara ulama tentang hadis Nabi saw. Yang menyatakan :”Seandainya Fathimah putri Muhammad mencuri,niscaya pasti kupotong tangannya”(HR.Bukhari dan Muslim melalui ‘Aisyah ra).Menurutnya ada ulama yang enggan menyebut Fathimah dalam riwayat ini,dan menggantinya dengan kata Fulanah (si A) atas pertimbangan bahwa perasaan Nabi akan tersinggung bila orang lain menyebut nama putri beliau sebagai contoh untuk sesuatu yang buruk. Demikian kesimpulan dari pesan bijak DR.Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah.

Dan ada kata bijak lainnya yang patut direnungkan ; “Menuduh orang kafir sebagai mukmin tidaklah berdosa,namun menuduh orang mukmin sebagai orang yang kafir dan musyrik adalah dosa besar.”


Sanggahan Orang Tua Nabi Kafir

Dalil golongan yang menyatakan orang tua Nabi masuk neraka adalah hadits riwayat Imam Muslim dari Hammad :

أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ

Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah “ Ya, Rasulullah, dimana keberadaan ayahku ?, Rasulullah menjawab : “ dia di neraka” . maka ketika orang tersebut hendak beranjak, rasulullah memanggilnya seraya berkata “ sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka “.


Imam Suyuthi menerangkan bahwa Hammad perowi hadits di atas diragukan oleh para ahli hadits dan hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Padahal banyak riwayat lain yang lebih kuat darinya seperti riwayat Ma’mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqosh  :

“اِنَّ اَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ الله اَيْنَ اَبِي قَالَ فِي النَّارِ قَالَ فَأَيْنَ اَبُوْكَ قَالَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّّرْهُ بِالنَّارِ”

Sesungguhnya A’robi berkata kepada Rasulullah SAW “ dimana ayahku ?, Rasulullah SAW menjawab : “ dia di neraka”, si A’robi pun bertanya kembali “ dimana AyahMu ?, Rasulullah pun menawab “ sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka “
Riwayat di atas tanpa menyebutkan ayah Nabi di neraka.
Ma’mar dan Baihaqi disepakati oleh ahli hadits lebih kuat dari Hammad, sehingga riwayat Ma’mar dan Baihaqi harus didahulukan dari riwayat Hammad.
Dalil mereka yang lain hadits yang berbunyi :

لَيْتَ شِعْرِي مَا فَعَلَ أَبَوَايَ

Demi Allah, bagaimana keadaan orang tuaku ?
Kemudian turun ayat yang berbunyi :

{ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيْراً وَنَذِيْراً وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيْم }

Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.
Jawaban :
Ayat itu tidak tepat untuk kedua orang tua Nabi karena ayat sebelum dan sesudahnya berkaitan dengan ahlul kitab,  yaitu :

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ

Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) (Q.S. Albaqarah : 40)

sampai ayat 129 :

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

Semua ayat-ayat itu menceritakan ahli kitab (yahudi).
Bantahan di atas juga diperkuat dengan firman Allah SWT :

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا

“dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”

Kedua orang tua Nabi wafat pada masa fatroh (kekosongan dari seorang Nabi/Rosul). Berarti keduanya dinyatakan selamat.
Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim. Dengan dasar berikut :
  • Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ : 218-219 :

الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ

Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.

Sebagian ulama’  mentafsiri ayat di atas bahwa cahaya Nabi berpindah dari orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud lainnya.
Adapun Azar yang secara jelas mati kafir, sebagian ulama’ menyatakan bukanlah bapak Nabi Ibrohim yang sebenarnya tetapi dia adalah bapak asuhNya dan juga pamanNya.
  • Hadits Nabi SAW :

قال رسول الله  (( لم ازل انقل من اصلاب الطاهرين الى ارحام الطاهرات ))

“ aku (Muhammad SAW) selalu berpindah dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula”
Jelas sekali Rasulullah SAW menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”
  • Nama ayah Nabi Abdullah, cukup membuktikan bahwa beliau beriman kepada Allah bukan penyembah berhala.
Jika anda ingin mengetahui lebih banyak, maka bacalah kitab Masaliku al-hunafa fi waalidai al-Musthafa” karangan Imam Suyuthi.

Bagaimanakah sebenarnya kisah pasukan gajah yang menyerang Ka'bah? Akan kita lihat secara jelas dalam surat Al Fiil, yaitu ketika membahas tafsirnya. Juga kita akan dapat pelajaran bahwa tahun gajah itulah tahun kelahiran beliau. Namun untuk tanggal pasti kelahiran Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, tidak dijelaskan dalam surat tersebut.

Allah Ta'ala berfirman,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)
"Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)." (QS. Al Fiil: 1-5).

Kisah Pasukan Gajah yang Ingin Menyerang Ka'bah
Kisah di atas menjelaskan tentang ashabul fiil (pasukan gajah) yang ingin menghancurkan rumah Allah (Ka'bah). Mereka sudah mempersiapkan diri untuk menghancurkan Ka'bah tersebut. Mereka pun mempersiapkan gajah untuk menghancurkannya. Tatkala mereka datang mendekati Makkah, orang-orang Arab tidak punya persiapan apa-apa untuk menghadang mereka. Penduduk Makkah malah takut keluar, takut dari serangan ashabul fiil tersebut. Lantas Allah menurunkan burung yang terpencar-pencar, artinya datang kelompok demi kelompok. Itulah yang dimaksud "thoiron ababil" sebagaimana kata Ibnu Taimiyah. Burung-burung tersebut membawa batu untuk mempertahankan Ka'bah. Batu itu berasal dari lumpur (thin) yang dibentuk jadi batu, seperti tafsiran Ibnu 'Abbas. Ada juga yang menafsirkan bahwa batu tersebut adalah batu yang dibakar (matbukh). Batu tersebut digunakan untuk melempar pasukan gajah tersebut. Lantas mereka hancur seperti daun-daun yang dimakan dan diinjak-injak oleh hewan. Allah memberi pertolongan dari kejahatan pasukan gajah tersebut. Tipu daya mereka pun akhirnya sirna.
Dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah, "Kisah ini adalah dari kisah raja Abrahah yang membangun kanisah (gereja) di negeri Yaman. Ia ingin agar haji yang ada di Arab dipindahkan ke sana. Abrahah ini adalah raja dari negeri Habasyah (berpenduduk Nashrani kala itu) yang telah menguasai Yaman. Kala itu diceritakan ada orang Arab yang menjelek-jelekkan kanisah (gereja) orang Nashrani sehingga membuat raja Abrahah marah. Lalu ia pun berniat menghancurkan Ka'bah." (Lihat Majmu'atul Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 27: 355-356).
Kisah ini mengingatkan orang Quraisy akan pertolongan Allah yang telah menghancurkan pasukan gajah dan juga menunjukkan bagaimana Allah mengatur makhluk dan membinasakan musuh-musuh-Nya.
Tahun Kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Pada tahun penyerangan gajah tersebut, lahirlah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Kisah itu adalah titik awal yang menunjukkan akan datangnya risalah beliau atau itulah tanda kenabian beliau. Falillahil hamdu wasy syukru.
Ada hadits yang menunjukkan bahwa Rasul -shallallahu 'alaihi wa sallam- dilahirkan pada tahun gajar yaitu hadits dari Ibnu 'Abbas, ia berkata,
ولد النبي صلى الله عليه و سلم عام الفيل
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun gajah." (HR. Ath Thohawi dalam Musykilul Atsar no. 5211, Ath Thobroni dalam Al Kabir no. 12432, Al Hakim dalam mustadroknya no. 4180. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, tetapi keduanya tidak mengeluarkannya. Adz Dzahabi mengatakan bahwa hadits ini sesuai syarat Muslim. Juga dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah no. 5 dari jalur Ibnu 'Abbas. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah pada hadits no. 3152).
Bahkan ada ijma' atau kesepakatan para ulama yang mendukung bahwa Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- dilahirkan pada tahun gajah seperti dikatakan oleh Ibnul Mundzir, di mana ia berkata, "Tidak ragu lagi dari seorang ulama kita bahwa Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun gajah. Lalu beliau diangkat jadi Rasul setelah 40 tahun dari tahun gajah." Lihat As Silsilah Ash Shahihah pada hadits no. 3152, 7: 434.
Ketika penyerangan Makkah tersebut, di sana ada orang-orang musyrik yang beribadah pada berhala. Dan agama Nashrani lebih baik daripada agama orang musyrik. Kisah ini menunjukkan bahwa perlindungan Allah pada Ka'bah bukan karena adanya orang-orang musyrik yang ada di sekeliling Ka'bah, namun karena untuk melindungi Ka'bah itu sendiri, atau dikarenakan pada tahun gajah tersebut akan lahir Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di Makkah, atau karena alasan dua-duanya sehingga Ka'bah dilindungi oleh Allah. Ini penjelasan Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Al Jawabush Shohih, 6: 55-57 dinukil dari Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Demikian beberapa penjelasan dari tafsir surat Al Fiil. Moga bermanfaat. Di bulan Ramadhan ini, Rumaysho.Com akan terus mengkaji tafsiran surat-surat lainnya di juz 30. Hanya Allah yang memberi taufik.
============
Pada artikel di blog tersebut dengan judul : Ayah dan Ibu Nabi Muhammad SAW Masuk Sorga
Panjang lebar penulis blog tersebut menjelaskan bahwa ayah dan ibunda Nabi masuk surga. Padahal itu bertentangan dengan hadits yang shahih :

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
” dari Anas bin Malik bahwasanya seorang laki-laki berkata : Wahai Rasulullah di mana ayahku ? Nabi bersabda : ‘ di neraka’ . Ketika orang tersebut berpaling, Nabi memanggilnya lagi dan bersabda : ‘Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di an-naar (neraka) (H.R Muslim).
Penulis blog tersebut berusaha mati-matian menolak hadits ini dengan alasan bahwa hadits ini adalah ahad. Subhaanallah, dia menolak hadits yang shohih dengan alasan hanya hadits ahad, karena bertentangan dengan hawa nafsunya, namun di saat lain ia berdalil dengan hadits yang bukan sekedar ahad, namun justru tidak memiliki sanad yang jelas (seperti pada poin ke-1 di atas dan akan dikemukakan pada poin ke-4, Insya Allah). Padahal, keyakinan Ahlusunnah adalah hadits shohih bisa digunakan sebagai hujjah dalam masalah hukum maupun akidah. (Untuk melihat penjelasan lebih lanjut tentang ini bisa dilihat pada blog albashirah.wordpress.com pada tulisan : Hadits Ahad Hujjah dalam Masalah Aqidah dan Hukum bag ke-1 sampai ke-4).
Imam AnNawawi menjelaskan dalam Syarh Shohih Muslim tentang hadits di atas :
(dalam hadits ini terkandung faidah) : ” Bahwasanya barangsiapa yang meninggal dalam keadaan kafir, maka dia masuk anNaar, dan tidaklah bermanfaat baginya kedekatan hubungan kekeluargaan dengan orang-orang yang dekat (dengan Allah). Di dalamnya juga terkandung faidah bahwa orang yang meninggal dalam masa fatrah, yang berada di atas kebiasaan orang Arab berupa penyembahan berhala, maka dia termasuk penghuni annaar. Dan tidaklah dianggap bahwa dakwah belum sampai pada mereka, karena sesungguhnya telah sampai pada mereka dakwah Nabi Ibrahim, dan Nabi yang lainnya -semoga sholawat dan keselamatan dari Allah tercurah untuk mereka.

Sedangkan berkaitan dengan ibunda Nabi, terdapat penjelasan dalam hadits yang shohih, Nabi bersabda :
اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لِأُمِّي فَلَمْ يَأْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِي
“Aku memohon ijin kepada Tuhanku untuk memohon ampunan bagi ibuku, tetapi tidaklah diijinkan untukku, dan aku mohon ijin untuk berziarah ke kuburannya, dan diijinkan”(H.R Muslim dari Abu Hurairah)
dalam riwayat Ahmad :
إِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ فِي الِاسْتِغْفَارِ لِأُمِّي فَلَمْ يَأْذَنْ لِي فَدَمَعَتْ عَيْنَايَ رَحْمَةً لَهَا مِنْ النَّارِ
“Sesungguhnya aku meminta kepada Tuhanku ‘Azza Wa Jalla untuk memohon ampunan bagi ibuku, namun tidak diijinkan, maka akupun menangis sebagai bentuk belas kasihan baginya dari adzab anNaar” (hadits riwayat Ahmad dari Buraidah, al-Haitsamy menyatakan bahwa rijaal hadits ini adalah rijaalus shohiih).
Dalam riwayat lain :
عَنْ أبِي رَزِينٍ، قَالَ: قُلْتَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيْنَ أُمِّي؟، قَالَ:”أُمُّكَ فِي النَّارِ”، قَالَ: فَأَيْنَ مَنْ مَضَى مِنْ أَهْلِكَ؟، قَالَ:”أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ أُمُّكَ مَعَ أُمِّي
” dari Abu Roziin beliau berkata : Aku berkata : Wahai Rasulullah, di mana ibuku? Nabi menjawab : ‘Ibumu di an-Naar’. Ia berkata : Maka di mana ornag-orang terdahulu dari keluargamu? Nabi bersabda : Tidakkah engkau ridla bahwa ibumu bersama ibuku” (H.R Ahmad dan atThobarony, dan al-Haitsamy menyatakan bahwa perawi-perawi hadits ini terpercaya (tsiqoot)).
Nabi tidak diijinkan untuk memohon ampunan bagi ibunya, disebabkan alasan yang disebutkan dalam AlQur’an :
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam” (Q.S atTaubah :113).
Maka saudaraku kaum muslimin, telah jelas khabar dari hadits-hadits Nabi yang shohih bahwa sebenarnya ayah dan ibunda Nabi di an-Naar. Kita sebagai orang yang beriman merasa sedih dengan hal-hal yang membuat Nabi bersedih. Bukankah Nabi menangis sedih ketika beliau memintakan ampunan bagi ibundanya, namun Allah tidak ijinkan. Akan tetapi, dalil-dalil yang shohih di atas memberikan pelajaran penting bagi kita, bahwa kedekatan kekerabatan dengan orang Sholih, bahkan seorang Nabi, tidak menjamin seseorang untuk ikut-ikutan masuk surga. Sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Imam AnNawawi di atas. Sebagaimana juga Nabi mewasiatkan kepada keluarga-keluarga dekatnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ لَمَّا أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ { وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ } دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرَيْشًا فَاجْتَمَعُوا فَعَمَّ وَخَصَّ فَقَالَ يَا بَنِي كَعْبِ بْنِ لُؤَيٍّ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي مُرَّةَ بنِ كَعْبٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ شَمْسٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي هَاشِمٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا فَاطِمَةُ أَنْقِذِي نَفْسَكِ مِنْ النَّارِ فَإِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا غَيْرَ أَنَّ لَكُمْ رَحِمًا سَأَبُلُّهَا بِبَلَالِهَا
” Dari Abu Hurairah beliau berkata : Ketika turun firman Allah –QS Asy-Syuaroo’:213-(yang artinya) : ‘Dan berikanlah peringatan kepada kerabat dekatmu’, Nabi memanggil orang-orang Quraisy sehingga mereka berkumpul –secara umum dan khusus-Nabi bersabda : ‘Wahai Bani Ka’ab bin Lu-ay, selamatkan diri kalian dari anNaar, wahai Bani Murroh bin Ka’ab selamatkan diri kalian dari anNaar, wahai Bani Abdi Syams selamatkan diri kalian dari anNaar, wahai Bani Abdi Manaaf selamatkan diri kalian dari anNaar, wahai Bani Hasyim selamatkan diri kalian dari anNaar, wahai Bani Abdil Muththolib selamatkan diri kalian dari anNaar, wahai Fathimah selamatkan dirimu dari anNaar, sesungguhnya aku tidak memiliki kekuasaan melindungi kalian dari (adzab) Allah sedikitpun, hanyalah saja kalian memiliki hubungan rahim denganku yang akan aku sambung (dalam bentuk silaturrahmi)(H.R Muslim)
Hanya kepada Allahlah kita berharap Jannah-Nya dan hanya kepadaNya kita memohon perlindungan dari an-Naar.

============

Awal Kenabian Muhammad Rasulullah SAW (Dikenali Oleh Pendeta Busra, Syam)

Ketika Rasulullah SAW berusia 12 tahun, Abu Thalib bersama para pedagang Quraisy hendak pergi ke Syam (Abu Thalib adalah pemimpin kafilah/rombongan dagang). Pada saat Abu Thalib bersiap-siap untuk berangkat, Rasulullah SAW bergantungan memegangi pamannya tersebut. Melihat perilaku keponakannya yang sangat disayanginya itu, dia merasa iba dan belas kasih, lalu dia berkata, “Demi Allah, aku akan membawanya pergi bersamaku. Tidak mungkin dia berpisah denganku selamanya.”
Bushra, SyamBerangkatlah Abu Thalib bersama rombongan menuju Syam. Ketika mereka sampai di kawasan Busra (bagian dari wilayah Syam), disana terdapat seorang rabib (pendeta) yang sudah lama tidak mau keluar dari tempat ibadahnya (gereja). Dia lah yang menjadi rujukan ilmu bagi orang-orang Nasrani saat itu. Dia dikenal sebagai Bahira nama aslinya Jarjis. Suatu ketika Bahira melihat rombongan dagang Abu Thalib melintas di depannya. Namun pandangannya tertuju pada satu anak yang berada di dalam rombongan itu. Ada salah satu anak dari rombongan itu (Rasulullah SAW) diikuti awan mendung yang menaunginya. Begitu pula ketika ia beristirahat di bawah pohon, dahan-dahan pohon itu bergerak menaunginya.
Ketika rombongan Abu Thalib beristirahat di dekat tempat ibadahnya, dia keluar dan menghormat mereka dengan mengajak mereka pada jamuan makan, hal ini belum pernah ia lakukan sebelumnya. Sering kali rombongan pedagang Quraisy melewati kawasan tersebut akan tetapi dia tidak pernah menjamu mereka seperti itu. Ketika semua anggota rombongan dagang Abu Thalib memasuki ruang makan yang telah disajikan makanan-makanan, Bahira menanyakan anak kecil yang dilihatnya bersama rombongan dagang yang dijamunya tersebut. Mereka berkata bahwa Muhammad SAW diberikan tugas untuk menjaga unta-unta mereka. Ketika Bahira menghampiri Rasulullah SAW, ia melihat unta-unta yang Rasulullah SAW jaga bersimpuh di depan Rasulullah SAW layaknya bersujud memuliakan beliau SAW. Tak lama kemudian Rasulullah SAW berkumpul bersama di ruang makan bersama kafilah dagang yang dijamu. Kemudian Bahira berkata kepada mereka bahwa karena anak inilah mereka mendapatkan penghormatan berupa jamuan makan.
Bahira melihat ciri-ciri kenabian yang ada pada diri Rasulullah SAW, dia memegang tangan beliau seraya berkata, “Anak ini adalah pemimpin semesta alam.” Lalu Abu Thalib bertanya, “Apa yang membuatmu mengerti akan hal itu?.” Dia menjawab, “Ketika kalian melintasi jalan yang tinggi melewati bukit, tidak ada yang tersisa dari bebatuan dan pepohonan melainkan bersujud kepadanya. Sedangkan bebatuan dan pepohonan tidaklah bersujud kecuali kepada seorang nabi. Aku juga mengetahuinya dari tanda kenabian yang ada di bawah tulang rawan bahunya, bentuknya seperti buah apel. Dan aku juga telah mengetahui tentang dia (sifat-sifatnya) dari kitab-kitabku (Taurat dan Injil).”
Kemudian pendeta tersebut meminta Abu Thalib untuk membawa kembali beliau SAW ke Makkah dan tidak membawanya masuk ke Syam, karena ia khawatir beliau akan dicelakai oleh orang Yahudi (Bushra saat itu sedang dikuasai oleh Kekasisaran Roma). Abu Thalib menuruti permintaan pendeta itu dengan mengirim beliau SAW kembali ke Makkah bersama sebagian para pemuda yang ikut dalam rombongan tersebut.
Abu Thalib sungguh telah menetapi kewajibannya untuk menjaga dan meramut Rasulullah SAW sampai dia wafat pada tahun kesepuluh dari terutusnya Rasulullah SAW. Dia selalu melindungi, mengasihi, membela dan menjaga Rasulullah SAW dari usaha jelek musuh-musuh beliau. Abu Thalib juga mengerti akan kenabian beliau, akan tetapi menolak untuk masuk Islam karena takut ‘Aar/tercemar nama baiknya.
======================
Orang – Orang yang Beriman di Antara Ahli Kitab dan
Kebaikan – Kebaikan Mereka
 
‘Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah kemunkaran, dan beriman kepada Allah.  Apabila para Ahli Kitab beriman, maka itu akan lebih baik bagi mereka. Beberapa dari mereka ada yang beriman ... ‘ (Q.S. Al 'Imran, 110)
 
‘Mereka itu tidak (semuanya) sama. Ada di antara Ahli Kitab yang jujur,  mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (sholat).(Q.S. Al 'Imran, 113)
 
’Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah kemunkaran, dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka adalah di antara orang – orang yang saleh.(Q.S. Al 'Imran, 114)
 
'Dan kebajikan apa pun yang mereka kerjakan, tidak ada yang mengingkarinya. Dan Allah Maha Mengetahui orang - orang yang bertakwa.’ (Q.S. Al 'Imran, 115)
 
’Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan yang diturunkan kepada mereka, karena mereka orang - orang yang berendah hati kepada Allah, dan mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga yang murah. Mereka mendapatkan pahala di sisi Tuhan mereka. Sungguh Allah sangat cepat perhitungannya-Nya.’  (Q.S. Al Imran, 199)
 
’Orang – orang yang telah Kami berikan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur’an, mereka beriman (pula) kepadanya (Al-Qur'an).(Q.S. Al-Qasas, 52)
 
’Ketika dibacakan (Al-Qur’an) kepada mereka, mereka berkata, "Kami beriman kepadanya, sesungguhnya (Al-Qur’an) itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kita. Sungguh, sebelumnya kami adalah orang muslim”. (Q.S. Al-Qasas, 53)
zlemxf1
 
Mereka Bersukacita Atas Al-Qur'an yang Telah Diturunkan kepada
Nabi Muhammad (SAW) 
 Tidak Ada Ketakutan Bagi Mereka yang Beriman
 
’Sesungguhnya orang – orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang - orang Nasrani, dan orang – orang Sabiin, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan melakukan kebajikan, akan ada pahala bagi mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.(Q.S. Al-Baqarah, 62)
 
’Sesungguhnya orang – orang yang beriman dan orang-orang Yahudi dan Sabiin dan Nasrani, barangsiapa beriman kepada Allah, hari akhir dan berbuat kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka tidak bersedih hati.’ (Q.S. Al-Ma’idah, 69)
 
’Orang-orang yang telah Kami berikan Kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya, mereka itulah yang beriman kepadanya.’  (Q.S. Al-Baqarah, 121)
 
’Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri sepenuhnya kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya).’(Q.S. An-Nisa ', 125)
 
’Tetapi orang - orang yang ilmunya mendalam di antara mereka, dan orang – orang yang beriman, mereka beriman kepada (Al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad), dan kepada (kitab - kitab) yang diturunkan sebelummu, begitu pula mereka yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan beriman kepada Allah dan hari akhir. Kepada mereka akan Kami berikan pahala yang besar.’  (Q.S. An-Nisa ', 162)
zlemxf1
 
 Makanan Ahli Kitab Merupakan Makanan yang Halal Bagi Umat Islam
 
’Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik – baik. Makanlah (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagi kamu dan makananmu juga halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan – perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan – perempuan yang beriman dan perempuan – perempan yang menjaga kehormatan di antara orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia – sia amal mereka dan di akhirat dia termasuk orang – orang yang rugi.’  (Q.S. Al-Maidah, 5)
 
 
Percaya Kepada Nabi Ibrahim A.S. Merupakan Kepatuhan Orang Hanif
 
‘Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". ’ (Q.S. Al-Baqarah, 136)
 
‘Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.’ (Q.S. Al-Baqarah, 137)
 
 Panggilan Kaum Muslim Terhadap Ahli Kitab
 
‘Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.’ (Q.S. Al Imran, 64)
 
‘Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.’ (Q.S. Al Imran Surah, 68)  
 
 Bagaimana Mereka Mengenali Rasulullah
 
Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).’ (Q.S. Al-An'aam, 20)
zlemxf1
Ahli Kitab Dalam Al-Qur'an
 
‘Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.’ (Q.S. Al Imran, 64)
 
’Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik – baik. Makanlah (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagi kamu dan makananmu juga halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan – perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan – perempuan yang beriman dan perempuan – perempan yang menjaga kehormatan di antara orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perenpuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia – sia amal mereka dan di akhirat dia termasuk orang – orang yang rugi.’  (Q.S. Al-Maidah, 5)
 
’Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan yang diturunkan kepada mereka, karena mereka orang - orang yang berendah hati kepada Allah, dan mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga yang murah. Mereka mendapatkan pahala di sisi Tuhan mereka. Sungguh Allah sangat cepat perhitungannya-Nya.’  (Q.S. Al Imran, 199)
 
’ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.’ (Q.S. An-Nahl, 125)
 
‘Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani." Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.’ (Q.S. Al-Ma'idah, 82)
 
‘Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri”.’ (QS. Al-'Ankabut, 46)
 
‘…Ada di antara Ahli Kitab yang jujur,  mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (sholat). Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah kemunkaran, dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka adalah di antara orang – orang yang saleh. Dan kebajikan apa pun yang mereka kerjakan, tidak ada yang mengingkarinya. Dan Allah Maha Mengetahui orang - orang yang bertakwa.’ (Q.S. Al 'Imran, 113-115)
 
’Sesungguhnya orang – orang yang beriman dan orang-orang Yahudi dan Sabiin dan Nasrani, barangsiapa beriman kepada Allah, hari akhir dan berbuat kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka tidak bersedih hati.’ (Q.S. Al-Ma’idah, 69)
 
‘Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.’ (Q.S. Al-Mumtahana, 8)
 

Bukti Islamnya Abu Thalib; Beliau Tidaklah Kafir

Menarik apabila kita menganalisa ayat-ayat yang oleh beberapa perawi Sunni dinyatakan turun berkenaan dengan Abu Thalib yang kafir.
Mereka melarang (orang lain) mendengarnya dan mereka menghindarkan diri dari padanya. Mereka hanya membawa kebinasaan bagi jiwa mereka sendiri tanpa mereka sadari. (QS. al-An’am : 26)
Thabari mengisahkan dari Sufyan Tsauri yang meriwayatkan dari Habib bin Tsabit yang meriwayatkan dari seseorang yang menyatakmn bahwa Ibnu Abbas berkata, “Ayat ini turun ditujukan untuk Abu Thalib karena ia selalu melindungi Nabi Muhammad dari orang-orang kafir tetapi tidak pernah mengucapkan dua kalimat syahadat.”1
Mari kita perhatikan apakah ideologi dibalik penafsiran ini benar atau salah, sehingga kita tidak memiliki keraguan. Meneliti lebih jauh penafsiran di atas malah akan membuat kita yakin bahwa itu hanyalah usaha sia-sia untuk mendeskreditkan Abu Thalib.
Ayat tersebut berbicara tentang orang yang masih hidup, karena menyebutkan ‘orang yang melarang orang lain untuk melakukannya dan ia pun tidak melakukannya.”Tentunya orang yang sudah Meninggal tidak dapat berpikir untuk melarang seseorang untuk melakukan sesuatu dan mereka harus hidup untuk dapat melakukan hal itu. Hal ini memberi keyakinan bahwa ayat tersebut tidak ditujukan kepada Abu Thalib.
Rangkaian perawi putus setelah Habib bin Abu Tsabit dan Sufyan tidak menyebut orang yang meriwayatkan dari Habib bin Abu Tsabit, dan semua mengatakan bahwa ia (Habib) meriwayatkan dari seseorang yang mendengar dari Ibnu Abbas. Kriteria ini tidak dapat diterima menurut standar hadis karena rangkaian perawinya tidak lengkap. Oleh karena itu hadis ini tidak diterima.
Apabila kita masih menerima rangkaian perawi, dan Habib bin Abu Tsabit adalah satu-satunya orang yang meriwayatkan hadis ini, kitab Rijal membuktikan bahwa kita tetap tidak dapat menerimanya karena alasan berikut.
Menurut Ibnu Habban, Habib adalah seorang ‘penipu’ dan Aqili bin Aun’menghindari Habib karena ia telah menyalin hadis dari Ata’a yang benar-benar mutlak tidak dapat diterima.
Qita’ an mengatakan bahwa hadis-hadis Habib selain Ata’ an tidak dapat diterima dan tidak lepas dari kepalsuan. Abu Daud mengutip dari Ajri bahwa hadis tersebut diriwayatkan dari Ibnu Zamrah tidak benar. Ibnu Khuzaimah berpendapat bahwa Habib adalah seorang ‘penipu’.
Dengan demikian hadis yang diriwayatkan Habib adalah hadis yang dibuat-buat sendiri, dan setelah membaca pandangan para ahli Rijal, bagaimana kita menerima hadisnya? Tetapi hal ini tidak boleh membuat kita berhenti menyelidiki isu tersebut, dan apabila kita menerima bahwa Habib dapat dipercaya, kita lihat Sufyan, perawi terakhir dalam rangkaian hadis yang memusuhi Abu Thalib. Kita tetap menyatakan hadis ini tidak sahih, karena Dzahabi menulis tentangnya bahwa riwayat yang dibuat Sufyan palsu.3Sulit bagi kami untuk meyakini bahwa meski penafsir yang telah menuliskan hadis ini adalah orang yang sangat terkemuka, mereka telah menyalin dari orang-orang rendah tersebut tanpa ragu.
Meskipun semua hadis lemah yang telah diriwayatkan oleh perawi – perawi lemah, kami menemukan hadis dari Ibnu Abbas yang murni yang mengatakan kebalikan dari hadis tersebut di atas.
Thabari menyatakan bahwa hadis di atas ditujukan kepada orang mrang musyrik yang sering menjauhi Nabi dan saling menasehati untuk menjauhinya.’Kenyataan menyatakan bahwa Abu Thalib tidak pernah menganjurkan orang lain untuk menjauhi Nabi Muhammad. Bahkan banyak dari orang-orang yang menuduhnya tidak pernah mengucap dua kalimat syahadat mengakui bahwa ia membantu Nabi dalam segala kesukaran di masa Islam yang masih muda dengam segala sesuatu yang ia miliki. la juga membesarkan Nabi ketika masih kecil dan menerima kalau Imam Ali dibesarkan oleh Nabi.
Sebenarnya ia telah Islam sejak awal, tetapi ia melakukan taqiyah (menyembunyikan keimanan) sehingga dapat menjadi perantara antara Nabi Muhammad dan pemimpin-pemimpin orang kafir di Mekkah (seperti Abu Sufyan).
Penting untuk dicatat bahwa kami tidak yakin bahwa orangtua Nabi Muhammad dan para Imam harus mutlak sempurna. Kami meyakini bahwa orangtua mereka dan seluruh nenek moyangnya saleh dan orang beriman, beragama Islam selama hidup mereka.

Hadis tentang Kekafiran Abu Thalib
Sejumlah sejarahwan dan ahli hadis mencatat bahwa Abu Thal wafat dalam keadaan kafir. Beberapa dari mereka meriwayatkan ayat, “Rasulullah dan orang-orang beriman tidak diperkenankan untuk memohon ampunan Allah bagi orang kafir meski mereka adalah keluarga, karena telah jelas bagi mereka bahwa orang-orang kafir ini berasal dari penghuni neraka. “Penafsiran dan pernyataan palsu tersebut dibuat-buat sebagai kampanye fitnah yang dilakukan Bani Umayah dan sekutunya dalam memerangi Imam Ali. Dengan memalsukan hadis tersebut mereka berusaha meyakinkan umat bahwa Abu Sufyan, ayah Muawiyah, lebih baik dari pada Abu Thalib, ayah Imam Ali, dengan menyatakan bahwa Abu Sufyan wafat dalam keadaan Islam sedangkan Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir.
Pencatat hadis dan sejarahwan mengambil hadis ini tanpa memperhatikan bukti tipu daya mereka. Mereka tidak berusaha memeriksa hadis ini padahal tanggal turunnya wahyu dari ayat di atas membuktikan bahwa ayat tersebut tidak berkenaan dengan Abu Thalib (semoga Allah senantiasa ridha kepadanya).
Dengan hadis itu sendiri, kita lihat apa yang dinyatakan kitab yang dianggap paling sahaja oleh kaum Sunni.
Bukhari dalam sahihnya mencatat, diriwayatkan oleh Musyaid:
Ketika kematian Abu Thalib mendekat, Rasulullah mendekatinya. Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah telah berada di sana. Rasulullah bersabda, “Wahai paman, katakanlah, ‘Tiada yang patut disembah kecuali Allah sehingga aku dapat membelamu dengannya di hadapan Allah.’ Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah berkata, “Wahai Abu Thalib! Apakah engkau akan mengulang kembali ucapan agama Abdul Muthalib?” Lalu Nabi berkata, “Aku akan tetap memohonkan (kepada Allah) ampunan bagimu meski aku dilarang melakukannya. Lalu turunlah Surah at-Taubah ayat 113, “Tiadalah patut bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memintakan ampunan Tuhan bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang yang musyrik itu kaum kerabatnya sendiri, setelah nyata bagi mereka bahwa orang-orang yang musyrik itu penghuni Jahanam.”
Ayat di atas merupakan salah satu ayat dari surah at-Taubah. Beberapa hal mengenai ayat ini; Pertama: Surah dari ayat ini turun di Madinah, kecuali dua ayat terakhir (192 dan 129); Kedua: Ayat yang menjadi topik pembahasan kami adalah ayat 113; Ketiga: Surah at-Taubah turun pada tahun 9 Hijriah. Surah ini berkisah tentang peristiwa yang terjadi selama kampanye Tabuk, yaitu pada bulan Rajab 9 H. Nabi Muhammad telah memerintahkan Abu Bakar untuk mengumumkan bagian pertama surah ini pada musim haji di tahun itu ketika Nabi mengutusnya sebagai Amirul Hajj. Lalu, ia mengutus Imam Ali untuk mengambil alih tugas Abu Bakar dan mengumumkannya, karena Allah memberi perintah kepada Nabi bahwa tidak ada seorang pun yang menyampaikan wahyu kecuali dirinya sendiri atau salah satu anggota keluarganya.
Banyak ahli hadis Sunni mencatat bahwa Nabi Muhammad mengutus Abu Bakar kepada orang-orang Mekkah sambil membawa surah at-Taubah dan ketika ia maju ke depan, Nabi Muhammad mengutusnya dan Memintanya untuk memberikan surah tersebut dan berkata, “Tiada seorangpun yang membawa surah ini kepada mereka kecuali salah satu dari Ahlulbaitku.” Lalu, Nabi Muhammad SAW mengutus Ali.6
Ahmad dalam Musnad-nya menambahkan bahwa Abu Bakar berkata, “Nabi Muhammad SAW mengutusku untuk membawa surah at-Taubah kepada penduduk Mekkah. Setelah tahun ini tidak boleh ada penyembah berhala yang melakukan ziarah. Tidak boleh ada orang yang bertelanjang mengelilingi Kabah. Tidak ada orang yang masuk surga kecuali jiwa orang Muslim. Masyarakat penyembah berhala manapun yang melakukan perjanjian perdamaian dengan Nabi Muhammad berdamai, perjanjiannya berakhir tanpa ada batas yang ditentukan (tanpa batas waktu), Allah serta utusan-Nya sangat tegas kepada para penyembah berhala.”
Syilbi Numani juga dalam Sirah Nabi; menuliskan:
Pada tahun 9 hijriah, Kabah untuk pertama kalinya disucikan sebagai rumah utama menyembah Allah bagi pengikut Nabi Ibrahim…; Sekembalinya dari Tabuk, Nabi Muhammad mengutus sebuah khafilah yang terdiri dari 300 umat Islam dari Mekkah hingga Madinah untuk melaksanakan ibadah haji.’
Kembali ke at-Taubah ayat 113, ayat ini tidak diperuntukkan bagi Abu Thalib karena ia wafat di Mekkah 2 tahun sebelum hijrah. Sekarang kami akan mengutip Syilbi Numani, dalam Sirah Nabi.

Wafatnya Khadijah dan Abu Thalib (Tahun ke-10 turunnya wahyu)
Sekembalinya dari gunung, Nabi Muhammad hampir tidak pernah melewatkan hari-harinya dalam kedamaian setelah Abu Thalib dan Khadijah wafat. la mengunjungi Abu Thalib terakhir kalinya ketika sedang menjelang ajal. Abu Jahal dan Abdullah bin Umayah telah berada di sana. Nabi meminta Abu Thalib untuk mengucap dua kalimat syahadat, sehingga ia akan Memberi kesaksian tentang keimanannya di hadapan Allah. Abu Jahal dan Ibnu Umayah bertengkar dengan Abu Thalib dan bertanya apakah ia akan berpaling dari agamanya Abdul Muthalib. Pada akhirnya, Abu Thalib berkata bahwa ia akan mati dalam keadaan beragama Abdul Murtad. Kemudian ia berpaling kepada Nabi Muhammad dan berkata bahwa ia akan mengucapkan 2 kalimat syahadat tetapi takut kalau-kalau ada orang Quraisy menuduhnya takut mati. Nabi Muhammad berkata bahwa ia akan berdoa kepada Allah baginya hingga Allah memberi perlindungan.9
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Abu Thalib menjelarag ajal, bibirnya bergerak-gerak. Abbas yang hingga saat itu masih menjadi orang non-Muslim, mendekatkan telinganya ke bibir Abu Thalib dan berkata bahwa ia tengah mengucapkan 2 kalimat syahadat sebagaimana yang Rasulullah inginkan.10
Semua referensi yang kami sebut pada paragraf di atas bukan berasal dari kami demikian juga dengan kalimat yang tercetak miring. Semua itu diberikan oleh Syilbi Numani sendiri.
Syilbi Numani lebih jauh menuliskan:
Tetapi menurut pendapat seorang ahli hadis, riwayat Bukhari ini tidak pantas dinyatakan sebagai hadis yang dapat dipercaya karena perawi terakhirnya adalah Musayab yang masuk Islam setelah tumbangnya Mekkah, dan ia tidak berada di tempat kejadian ketika Abu Thalib wafat. Karena hal inilah Aini dalam tafsirnya menyatakan bahwa hadis ini mursal.”

Syilbi menuliskan:
Abu Thalib banyak berkorban bagi Nabi Muhammad dan tak seorangpun yang menyangkalnya. la bahkan akan mengorbankan putra-putrinya demi Nabi. la akan menghadapi sendiri kebencian seluruh negeri demi Nabi dan melewati tahun demi tahun dalam penyerangan dan derita kelaparan karena diasingkan, tanpa makanan dan minuman. Apakah semua, rasa cinta, pengorbanan serta ketaatannya sia-sia?
Memohon ampun bagi orang yang sudah tiada biasanya dilakukan pada waktu shalat jenazah. Kalimat ‘Tidak diperkenankan bagi Nabi dan orang-orang beriman memohonkan ampunan bagi orang kafir’ menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW tengah berada bersama orang beriman lainnya (dalam shalat berjamaah) memohonkan ampunan bagi orang kafir.
Sebenarnya, shalat jenazah tidak diperintahkan sebelum hijrah (ke Madinah). Shalat jenazah pertama dilakukan oleh Nabi ketika menshalati jenazah Burah bin Marur.
Nampaknya ayat ini turun setelah Nabi melakukan shalat jenamh bagi seorang munafik yang berpura-pura beragama Islam padahal ia menyembunyikan kekafirannya. Mungkin ayat ini turun ketika Nabi Muhammad melakukan shalat bagi Abdullah bin Ubay yang meninggal pada tahun 9 dan sangat terkenal dengan kemunafikannya, kebenciannya kepada Nabi Muhammad dan permusuhannya terhadap Islam. Mengenai Abdullah bin Ubay dan pengikutnya, surah al-Munafiqun turun sebelum saat itu. Sekiranya ahli sejarah dan ahli hadis mencatat dengan lebih teliti dan logis, mereka tidak akan melakukan kesalahan sejarah.
Berikut ini hadis Shahih al-Bukhari yang menyebutkan peristiwa yang serupa dengan hadis sebelumnya. Diriwayatkan Musyaib:
Ketika Abu Thalib menjelang ajal, Nabi Muhammad menemuinya dan melihat ada Abu Umayah bin Mughirah. Nabi Muhammad berkata, “Wahai paman, ucapkanlah tiada yang patut disembah kecuali Allah, kalimat yang aku jadikan pembelaan bagimu di hadapan Allah!” Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayah berkata kepada Abu Thalib, “Apakah engkau akan meninggalkan agama nenek moyangmu, Abdul Muthalib?” Nabi Muhammad terus memintanya mengucap kalimat syahadat sedangkan dua orang tadi mengulang-ulang kalimat mereka hingga Abu Thalib mengatakan kepada mereka terakhir kali, ‘Aku mengikuti agama Abdul Muthalib dan menolak untuk mengatakan ‘tiada yang patut disembah kecuali Allah.’ Nabi berkata, “Demi Allah, aku akan tetap memohonkan ampunan Allah bagimu meskipun dilarang (Allah)!”
Lalu Allah menurunkan ayat 113 (surah at-Taubah), “Tiada bpatut bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untukn memohonkan ampunan Tuhan bagi orang-orang musyrik.” Kemudian Allah menurunkan ayat khusus bagi Abu Thalib, “Sesungguhnya Engkau (Muhammad) tidak dapat men unjuki orang yang engkau kehendaki, tetapi Allah yang memberi petunjuk orang-orang yang Ia kehendaki.” (QS. al-Qashash : 56).12
Pembaca akan terkejut mengetahui bahwa dua ha dis yang disebutkan di atas membuktikan bahwa dua ayat turun berturut-turut. Tetapi hal ini bertolak belakang dengan hadis yang disebutkan Bukhari dalam sahihnya, dan membuktikan bahwa surah at-Taubah adalah salah satu surah yang terakhir turun. Berikut ini hadisnya; dari riwayat Bara, “Surah terakhir yang turun adalah surah at-Taubah…”13
Tetapi di manakah kesalahan hadis tersebut? Ayat yang disebutkan dari surah al-Qashash, turun kira-kira 10 tahun sebelum surah at-Taubah, dan turun di Mekkah, sedang surah at-Taubah turun di Madinah. Kajilah dan anda akan menemukan bahwa dalam usaha yang sia-sia untuk mendiskreditkan Abu Thalib dan menyatakannya sebagai orang kafir, tatanan turunnya Quran tidak dipertimbangkan. Bayangkan waktu turunnya kedua surah tersebut, dan persoalannya akan menjadi jelas. Sejarah juga menceritakan bahwa Musayab tidak menyukai Imam Ali dan menolak melakukan shalat jenazah bagi Imam Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.14 Dapat disimpulkan bahwa pemalsuan hadis ini dilakukan untuk mengangkat derajat Umayah dari Bani Hasyim.
Kami juga menemukan penafsiran yang sangat mengherankan, dari penafsir Sunni yang dihormati, Fakhruddin Razi dalam tafsirnya dengan sumber surah Qashash ayat 56. la menyebutkan ayat ini tentang Abu’ Thalib, ‘bukan’ karena pendapat pribadinya, tetapi dari beberapa ulama lainnya. Anehnya, ia mengakui bahwa ayat ini tidak dapat dikait-kaitkan kepada keimanan Abu Thalib.15

al-Quran dan Orang-orang Kafir
Tiadalah patut bagi Nabi dan orang – orang yang beriman untuk memintakan ampunan bagi mereka bahwa orang-orang yang musyrik itu sekalipun orang orang yang musyrik itu kerabatnya sendiri. Setelah nyata bagi mereka bahwa orang – orang yang musyrik itu penghuni jahanam (QS. at-Taubah : 113).
Setelah terbukti bahwa ayat ini bukan diperuntukkan bagi Abu Thalib, dimana Nabi dan kaum Muslimin diperintahkan untuk tidak mendoakan orang musyrik, akan berguna apabila kita memperhatikan ayat-ayat tersebut yang meminta agar Nabi Muhammad dan orang-orang beriman untuk tidak membuat ikatan hubungan dengan orang musyrik, apalagi menshalatinya, tanpa cinta dan rasa hormat.
Engkau tidak akan menemukan masyarakat orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat berhandai taulan dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun penantang-penantang itu bapak-bapaknya, atau anak-anaknya, atau saudarasaudaranya; ataupun keluarganya sendiri.
Merekalah orang-orang yang telah Allah tetapkan dalam hati mereka keimanan, memperkokohnya pula dengan kemantapan dari-Nya. Dan la akan memasukkan mereka ke dalam syurga yang banyak mengalir sungai-sungai dalamnya, serta kekal mereka di sana. Allah sangat ridha terhadap mereka dan merekapun sangat ridha kepada-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Sesungguhnya golongan Allah lah yang berjaya.
(QS. Mujadilah : 22)
Ayat ini turun pada perang Badar dan peristiwanya terjadi pada tahun 2 Hijriah. Tetapi ada beberapa penafsir yang menghubungkan turunnya ayat ini dengan perang Uhud, yang terjadi pada tahun 3 hijriah. Sebenarnya, ayat ini menganjurkan kita untuk tidak berteman dengan orang-orang kafir ataupun mencintai mereka. Surah ini turun sebelum surah at-Taubah.16
Orang-orang yang memilih orang-orang kafir sebagai pemimpinnya dengan mengesampingkan orang-orang beriman. Apakah mereka mengharapkan kehormatan bagi mereka? Sesungguhnya semua kehormatan itu hanyalah kepunyaan Allah (QS. an-Nisa : 139).
Hai orang – orang yang beriman ! Jangan kamu memilih orang – orang kafir menjadi pelindung dengan mengesampingkan orang – orang beriman. Aapakah kamu memberikan bukti yang jelas kepada Allah yang menentangmu? (QS. an-Nisa : 144).
Surah ini adalah surah Makkiyah, yang menganjurkan orang-orang beriman untuk tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai pelindung dan penolong mereka. Bagaimana bisa Nabi meminta pertolongan dari orang-orang kafir jika kita anggap Abu Thalib adalah orang kafir?’ Tentunya ayat ini turun sebelum surah at-Taubah yang menjadi fokus perhatian kami.17
Orang-orang beriman tidak boleh memilih orang-orang kafir menjadi kawan dengan meninggalkan orang-orang beriman. Siapa yang melakukan itu, ia tidak akan mendapat perlindungan Allah, ia harus melindungi diri dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu (akan balasan) dari-Nya. Hanya kepada Allah- lah tempat kembali.
(QS. Ali Imran : 28).
Menurut satu sumber, 80 ayat pertama surah ini turun pada awal tahun hijriah. Sumber yang lain menunjukkan bahwa ayat ini (ayat 28) turun pada perang Ahzab (5 hijriah). Sumber terakhir menunjukkan bahwa surah Ali Imran dan surah at-Taubah turun dengan perbedaan 4 surah.l8
Hai orang-orang beriman, janganlah knmu mengangkat bapak-bapakmu dan saudara-saudaramu sebagai pemimpin jika mereka lebih mencintai kekafiran dari pada keimanan. Barangsiapa diantara kamu mengangkat mereka menjadi pemimpin, mereka adalah orang-orang zalim. (QS. at-Taubah : 23).
Engkau memintakan ampunan atau tidak memintakan ampunan bagi mereka, meskipun engkau memintakan ampunan sebanyak 70 kali, Allah tidak akan mengampuni mereka. Hal yang demikian itu karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang yang fasik.
(QS. at-Taubah: 23 dan 80)
Kedua ayat ini turun sebelum at-Taubah 113 (ayat yang digunakan untuk memusuhi Abu Thalib), dan-kami akan menyimpulkan diskusi ini dengan memberi pernyataan kepada orang-orang yang Menuduh Abu Thalib. Pertama, mungkinkah bahwa Nabi memohon ampunan bagi Abu Thalib (Semoga Allah meridhainya) terutama apabila 2 ayat ini menyatakan bahwa hal itu sia – sia ia, dengan menganggap bahwa Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir? Jika ya, tindakan tersebut bertentangan dengan Quran dan kehendak Allah Yang Maha Besar. Kedua, kenyataannya adalah bahwa ayat 113 hanya perintah kepada Nabi Muhammad secara umum, dan bukan keprihatinan untuk sesuatu yang tidak dilakukan Nabi. Akan jelas apabila kita melihat ayat selanjutnya (114) yang menunjukkan bahwa ayat ini adalah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang shalat untuk pamannya, Azar (jangan salah, nama ayahnya adalah Tarukh. Hal ini memerlukan pembahasan tersendiri) sebelum ia mengetahui bahwa pamannya ini adalah musuh Allah. Quran menyebutkan, “…Apabila telah jelas baginya bahwa ia (Azar) adalah musuh Allah.” (QS. at-Taubah : 114)

Pembelaan Abu Thalib kepada Rasulullah SAW
Tentunya apa yang telah dinyatakan tentang topik ini pada bagian terakhir pasti meninggalkan beberapa pertanyaan yang tak terjawab dan artikel ini akan menitikberatkan pada sikap Abu Thalib ra terhadap kemenakannya, Nabi Muhammad SAW, sumbangsihnya terhadap penyebaran Islam dan pernyataan keislamannya di banyak peristiwa yang diriwayatkan oleh kaum Sunni.
Pembaca sejarah Islam mengetahui bagaimana suku Quraisy memberikan peringatan kepada Abu Thalib untuk menghentikan kemenakannya yang merendahkan nenek moyang mereka, menghinakan tuhan-tuhan mereka dan mengejek pendapat mereka. Jika tidak, Nabi Muhammad akan berhadapan dengan mereka di medan perang hingga salah satu dari mereka hancur. Abu Thalib tidak ragu bahwa menerima tantangan suku Quraisy akan mengakibatkan kemusnahan sukunya. Namun ia tidak menekan kemenakannya untuk menghentikan kampanyenya. la hanya memberitahu tentang peringatan suku Quraisy dan dengan lembut berkata padanya, “Selamatkanlah aku dan dirimu, wahai kemenakanku, dan janganlah engkau bebani aku dengan sesuatu yang, tidak dapat aku pikul !”
Ketika Nabi Muhammad SAW menolak peringatan tersebut, dungan mengatakan pada pamannya bahwa ia tidak akan mengubah pesan pemilik semesta alam, Abu Thalib langsung mengubah sikapnya dan memutuskan untuk bergabung dengan Nabi Muhammad hingga akhir hayat. Hal. ini merupakan bukti pernyataan yang ia sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, “Kembalilah, kemenakanku, lanjutkanlah, katakanlah semua yang engkau sukai. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu setiap saat.”19
Abu Thalib memenuhi janji besarnya dengan cara yang berbeda. Ketika seorang Mekkah melemparkan kotoran kepada Nabi Muhammad ketika ia tengah shalat, Abu Thalib sambil mengacungkan pedang, pergi mengamit tangan kemenakannya hingga ia sampai ke Mesjid Suci. Sekelompok musuh sedang duduk di sana dan ketika beberapa orang berusaha untuk membela Abu Thalib ia berkata kepada mereka, “Demi Dia yang diyakini Muhammad, jika ada dari kalian yang berdiri, aku akan memukulnya dengan pedangku!”
Perhatikanlah beberapa baris berikut dari referensi hadis Sunni: Ketika seseorang bersumpah, ia bersumpah dengan sesuatu yang memiliki kesucian bagi dirinya, dan bukan sesuatu yang tidak ia yakini. Pernyataan diplomatis tadi membuktikan kepada orang-orang berakal bahwa ia meyakini Tuhannya Muhammad, Yang Maha Esa dan Maha Besar. Kemudian Abu Thalib meminta Nabi Muhammad, orang yang dipermalukan. Dan sebagai jawabannya, Hamzah diperintahkan oleh Abu Thalib untuk mengotori orang yang menunjukkan kebencian kepada Nabi Muhammad dengan tanah. Pada peristiwa inilah Abu Thalib berkata, “Aku meyakini bahwa agama Muhammad adalah agama yang paling benar dari semua agama yang ada di alam semesta.”20
Bagian yang tercetak miring dari kalimat nya di atas merupakan pernyataan yang membuktikan keislamannya.
Suku Quraisy dapat melihat meskipun mereka melakukan usaha menghancurkan Islam, tetapi kemajuan Islam terus berjalan. Mereka akhirnya memutuskan akan membunuh Nabi Muhammad SAW dan keluarganya dengan cara mengepung dan tidak berkomunikasi hingga mereka semua binasa. Dengan cara ini sebuah perjanjian dibuat, dimana setiap suku adalah satu kesatuan dan hal ini dimaksudkan agar tidak ada seorangpun yang memiliki ikatan perkawinan dengan Bani Hasyim atau Melakukan transaksi membeli atau menjual dengan mereka; dan tidak ada orang yang boleh berhubungan dengan mereka atau memberi persediaan makanan. Hal ini berlangsung hingga keluarga Nabi Muhanimad SAW menyerahkannya untuk dihukum mati. Perjanjian ini kemudian digantung; di pintu Kabah. Hal. ini memaksa Abu Thalib beserta seluruh keluarganya menyingkir ke sebuah gunung yang dikenal sebagai’Syi’ib Abi Thalib’.
Sekarang Bani Hasyim benar-benar diasingkan dari seluruh penduduk kota. Bentengpun dikepung oleh suku Quraisy untuk menambah penderitaan mereka dan mencegah kemungkinan mendapat persediaan makanan. Mereka akhirnya kelaparan karena tidak mendapat makanan. Di bawah pengawasan suku Quraisy yang sangat ketat, Abu Thalib bahkan merasa takut kalau-kalau ada serangan di malam hari. Karena hal ini, ia senantiasa menjaga keamanan kemenakannya, dan sering berganti ruang tidur sebagai tindakan pencegahan bila ada serangan mendadak.
Menjelang tahun ketiga pengasingan itu, Nabi Muhammad memberitahu pamannya, Abu Thalib, bahwa Allah telah menunjukkan ketidakridhaan-Nya pada perjanjian tersebut, dan mengirim cacing-cacing untuk melumat setiap kata yang tertulis di dokumen yang tergantung di pintu Kabah kecuali nama-Nya.
Abu Thalib yang mempercayai kemenakannya sebagai penerima wahyu dari langit, tanpa ragu pergi menemui orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada mereka apa yang telah diceritakan Muhammad kepadanya. Percakapannya dicatat sebagai berikut. –
Muhammad telah memberitahu kami dan aku ingin bertanya kepada kalian untuk membuktikannya kepada kalian. Karena apabila benar, maka aku meminta kalian untuk memikirkan kembali daripada menyengsarakan Muhammad atau munguji kesabaran kami. Percayalah kepada kami, kami lebih suka mempertaruhkan nyawa kami daripada menyerahkan Muhammad kepada kalian. Dan jika Muhammad terbukti salah dalam ucapannya, maka kami akan menyerahkan Muhammad kepada kalian tanpa syarat. Dan kalian bebas memperlakukannya sebagaimana yang kalian kehendaki, membunuhnya atau membiarkannya tetap hidup.
Mendengar tawaran Abu Thalib, suku Quraisy sepakat untuk memeriksa dokumen tersebut, dan mereka terkejut ketika melihat dokumen itu telah dimakan ular, hanya nama Allah saja yang masih tertulis di sana. Mereka berkata bahwa hal itu adalah sihir Muhammad. Abu Thalib berang kepada suku Quraisy dan mendesak mereka agar menyatakan bahwa dokumen tersebut digugurkan dan pelarangan itu dihapuskan. Kemudian ia menggenggam ujung kain Kabah lalu mengangkat tangan lainnya ke atas lalu berdoa, “Ya Allah! Bantulah kami menghadapi orang-orang yang telah menganiaya kami…!”21
Ketika Nabi Muhammad masih kecil, di saat hujan jarang turun, Abu Thalib membawanya ke Rumah Suci Kabah. la berdiri dengan punggung menyentuh dinding Kabah dan mengangkat Nabi Muhammad dengan memangkunya. la menjadikan perantara dalam doanya kepada Allah meminta hujan. Nabi Muhammad juga berdoa bersamanya dengan wajah menghadap ke atas. Belum lagi doa usai, awan hitam muncul di langit dan hujan turun dengan deras.  
Peristiwa ini ia sebutkan dalam syair yang disusun oleh Abu Thalib:
Tidakkah kalian lihat?
Kami mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang Nabi sebagaimana Musa
la telah diramalkan pada kitab-kitab sebelumnya
Wajahnya yang memancarkan cahaya merupakan perantara tururmya hujan
la adalah mata air bagi para yatim piatu dan pelindung para janda.
22
Syair lain yang membuktikan keislaman Abu Thalib adalah:
Untuk mengagungkannya, la memberirlya nama dari diri-Nya sendiri seseorang yang Agung dinamakan Muhammad
Tiada keraguan bahwa Allah telah menunjuk Muhammad sebagai seorang Rasul.
Oleh karenanya, makna Ahmad adalah pribadi yang paling agung di seluruh alam
semesta.23
Abu Thalib adalah seorang lelaki yang beragama kuat dan memiliki keyakinan yang dalam terhadap kebenaran Nabi Muhammad. la hidup dalam misi itu selama 11 tahun dan kesulitan yang dihadapi Nabi Muhammad dan dirinya meningkat sejalan bertambahnya waktu. Kesulitannya memuncak terutama ketika Abu Thalib wafat karena suku Quraisy membuatnya lebih menderita. Penderitaan yang tidak dapat dibayangkan ketika Abu Thalib masih hidup. Ibnu Abbas meriwayatkan sebuah hadis bahwa ketika seseorang dari suku Quraisy melemparkan kotoran ke kepala Nabi, ia pulang ke rumah. Pada saat itu Nabi berkata, “Suku Quraisy tidak pernah memperlakukanku seperti ini ketika Abu Thalib masih hidup, karena mereka adalah pengecut!”24

Pernikahan Nabi Muhammad SAW
Abu Thalib berkata kepada para lelaki Quraisy yang hadir pada pernikahan Nabi Muhammad SAW:
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kami keturunan Ibrahim dan keturunan Ismail. la menganugrahi kita Rumah Suci dan tempat berhaji. la menjadikan kita tinggal di tempat yang suci (haram), tempat segala sesuatu tumbuh. la menjadikan kami penengah dalam urusan lelaki dan menganugrahi kami negeri tempat kami bernaung.
Kemudian ia melanjutkan:
Sekiranya Muhammad, putra saudaraku Abdullah bin Abdul Muthalib, disandingkan dengan lelaki di kalangan bangsa Arab, ia akan mengagungkannya. Tidak ada seorangpun yang sebanding dungannya. la tidak tertandingi oleh lelaki manapun, meskipun kekayaannya sedikit. Kekayaan hanya kepemilikan sementara dan penjaga yang tak dapat dipercaya. Ia telah mengungkapkan niatnya kepada Khadijah, demikian pula dengan Khadijah, ia telah menunjukkan niatnya kepadanya. Karena setiap pengantin harus memberikan mahar, sekarang ataupun di masa nanti, maharnya akan aku beri dari kekayaanku sendiri.25

Wasiat Terakhir Abu Thalib
Meskipun menyembunyikan keimanannya, Abu Thalib telah mengungkapkan keimanannya kepada Islam di lebih dari satu peristiwa, sebelum ia wafat. Tetapi akan menarik bila dikutip di sini ucapan terakhirnya.
Menjelang ajalnya, Abu Thalib berkata kepada Bani Hasyim:
Aku perintahkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada Muhammad. la adalah orang yang paling terpercaya di antara suku Quraisy dan paling benar di kalangan bangsa Arab. la membawa ayat yang diterima oleh hati dan disangkal oleh bibir karena takut permusuhan. Demi Allah barangsiapa yang mengikuti petunjuknya ia akan mendapat kebahagiaan di masa datang. Dan kalian Bani Hasyim, masuklah kepada seruan Muhammad dan percayailah dia. Kalian akan berhasil dan diberi petunjuk yang benar. Sesungguhnya ia adalah penunjuk ke jalan yang benar.”26
Diriwayatkan dalam kitab Bayhaqi, Dalail Nubuwwah, bahwa menjelang lepas jiwa Abu Thalib dari raganya, bibirnya terlihat bergerak-gerak. Abbas (paman Nabi Muhammad) mendekatkan diri untuk mendengar apa yang ia katakan. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan berkata, “Demi Allah ia telah mengucapkan kalimat yang engkau minta, ya Rasulullah!”27
Dalam kitab yang sama, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berdiri di makam Abu Thalib dan berkata, “Engkau telah berlaku sangat baik kepada saudaramu. Semoga engkau mendapatkan balasan, wahai pamanku!”28

Beberapa Referensi Hadis Syi ah Mengenai Abu Thalib
Abu Abdillah, Imam Ja’far Shadiq berkata, “Perumpamaan Abu Thalib seperti Ashabul Kahfi (QS. Al-Kahfi : 9 – 26); Mereka menyembunyikan agama mereka dan memperlihatkan kemusyrikan. Tetapi Allah memberi pahala dua kali lipat kepada mereka”.29
Pada hadis lain, Imam Jafar Shadiq berkata:
Ketika Imam Ali sedang duduk di Ruhbah di Kufah, dikelilingi oleh sekelompok orang, seorang lelaki berdiri dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Engkau memiliki kedudukan yang teramat tinggi yang Allah anugerahkan kepadamu tetapi ayahmu menderita di neraka.” Imam menjawab, “Tutup mulutmu! Semoga Allah membuat mulutmu buruk. Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan kebenaran, sekiranya ayahku memberi syafaat kepada setiap orang berdosa di muka bumi ini, Allah akan menerima syafaatnya.”30
Kami ingin mengakhiri diskusi ini dengan beberapa pertanyaan berikut; 1) Mengapa kita menuduh Abu Thalib sebagai penyembah berhala, padahal ia memilih untuk meyakini pesan-pesan Nabi Muhammad dengan menyatakannya secara politisnya dan kadang-kadang ia nyatakan secara terang-terangan?; 2) Apa manfaatnya bagi kita dengan menyatakannya kafir padahal terdapat bukti kuat bahwa ia tidak kafir? Apa ada manfaat lain kecuali menjadikan diri kita sendiri orang kafir dengan menuduh orang Islam masa lalu sebagai orang kafir?; 3) Mengapa kita menuduhnya kafir padahal ia membela Nabi Muhammad dengan segala yang ia miliki? Mengapa kita menyebutnya kafir pada orang yang sangat murah hati kepada semua umat Islam dengan menjaga hidup Nabi Muhammad selama 11 tahun?; 4) Mengapa kita menyebutnya kafir pada orang yang menikahkan Nabi Muhammad? Masuk akalkah seorang yang menyembah berhala melaksanakan pernikahan bagi seorang rasul?; 5) Apakah ini ketidaksyukuran dalam bentuk yang begitu mengerikan?; 6) Inikah balasan bagi kebaikan yang ia berikan kepada Nabi Muhammad SAW?
Sesunggunya keberadaannya berkaitan dengan keberlangsungan agama Islam bukan suatu hal yang kebetulan dan kita, umat Islam, memilikinya. Semoga Allah memebrikan syafaatnya untuk kita.

Komentar-komentar Lain Mengenai Abu Thalib
Seorang saudara Sunni menyebutkan: Saya telah melakukan penelitian mendalam atas apa yang anda tulis tetapi ada satu hal yang belum jelas. Apakah Abu Thalib mengucapkan ‘Tuhanku’. Sepanjang yang anda jelaskan Abu Thalib sering menyebutkan ‘Tuhannya Muhammad’ dan nampaknya ia beriman kepada Tuhan itu tetapi ia tidak pernah mengatakan ‘Tuhanku’. Hal tersebut mengungkapkan bahwa ia tidak pernah mengucapkan secara terang-terangan keyakinan kepada Islam meskipun nampaknya demikian.
Ibnu Ishaq berkata bahwa menjelang kematiannya bibir Abu Thalib bergerak-gerak. Abbas yang saat itu masih menjadi orang kafir mendekatkan telinganya ke bibirnya kemudian berkata kepada Nabi Muhammad bahwa ia mengucapkan dua kalimat yang Rasulullah inginkan.31
Hadis serupa menyatakan sebagai berikut. Abu Thalib menggerakkan bibirnya ketika ia akan wafat. Abbas kemudian mendengar apa yang ia gumamkan dan berkata kepada Nabi Muhammad bahwa Abu Thalib mengucapkan kalimat yang diinginkan Nabi Muhammad.32
Dengan demikian, pernyataan syahadatnya sebelum ia wafat dicatat oleh sejarahwan Sunni. Namun menurut kami, ia telah mengucapkan kalimat syahadat sejak awal mula Islam, tetapi tidak di hadapan khalayak. Adalah sesuatu yang alami bahwa bukti eksplisitnya tidak ditemukan dalam sejarah karena sejarah ditulis berdasarkan berita dari masyarakat, bukan dari seseorang. Akan tetapi, ada bukti implisit dalam sejarah yang memberi keyakinan bahkan kepada kaum Sunni bahwa ia adalah seorang Muslim lama sebelum kematiannya. Satu hal yang dapat anda jadikan acuan. la berkata kepada orang kafir, “Aku bersumpah dengan Tuhannya Muhammad!” Apakah sejarah memiliki contoh lain dimana seorang yang kafir bersumpah dengan nama Tuhan yang tidak ia yakini? Ketika seseorang akan bersumpah ia bersumpah demi sesuatu yang penting baginya karena jika tidak ia akan membuat pernyataanya tidak dapat lebih dipercaya oleh orang lain.
Kami akan berikan contoh ; apabila seorang laki – laki pergi ke pengadilan di USA, jika ia Nasrani, maka ia akan bersumpah dengan menggunakan Kitab Injil.
Jika ia bukan Nasrani, maka ia akan bersumpah dengan menggunakan kitab sucinya (atau sesuatu yang penting lainnya) dan tentunya bukan kitab Injil karena sumpahnya dengan menggunakan kitab itu tidak akan meyakinkan pengadilan disebabkan ia yang melaksanakan sumpah itu.
Pikirkanlah tentang hal ini! Suku Quraisy memiliki banyak tuhan pad a saat itu (seperti Hubal dan Uzza). Mengapa Abu Thalib meninggal kan mereka semua dan bersumpah dengan Tuhan yang tidak ia yakini?
Saudara Sunni lebih jauh berkomentar, mungkinkah seseorang itu Muslim bila ia tidak secara eksplisit menyatakan keyakinannya? Benar, la adalah seorang beragama Islam dan bukan seorang musyrik. Tetapi tidak semua orang Islam adalah Muslim.
Islam adalah ketundukan dalam hati. Seorang yang munafik, meskipun menyatakan dirinya Muslim, ia tetap bukan Muslim. Karena alasan ini, sulit untuk menilai apakah seseorang itu Muslim atau tidak. Bagaimana pun anda benar. Seseorang harus mengucapkan kalimat syahadat untuk menjadi Muslim, tetapi ia tidak harus melakukannya di depan khalayak apabila ia takut dianiaya atau jika mengetahui bahwa dengan menyembunyikan keimanannya ia dapat berjuang lebih baik dalam pemikirannya yangn agung. Inilah yang disebut taqiyah. Seseorang dapat mengucapkan kalimat syahadat secara pribadi (contohnya ketika ia sedang sendiri atau bersama Nabi Muhammad saja) dan ia akan menjadi Muslim. Taiqyah dan kemunafikan adalah dua hal yang sangat berseberangan.
Apakah Azar ayah Nabi Ibrahim?
Dan ketika Ibrahim berkata pada bapaknya, Azar, “Adakah pantas engkau jadikan berhala – berhala sebagai Tuhan sebagai Tuhan? Sesungguhnya aku melihatmu dan kaummu berada dalam kesesatan yang nyata!”
(QS. al-An’am : 74,)
Dan apapun permohonan ampun Ibrahirn untuk ayahnya tiada lain hanyalah karena janji yang telah ia ikrarkan kepada banyaknya. Tetapi setelah nyata bagi Ibrahim bahwa ia adalah musuh Allah, ia menyatakan diri berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang tunduk hatinya kepada Tuhan dan penyantun.
Pada dua ayat di atas, kata’ab’ ditunjukkan kepada Azar. Tetapi, kata ‘ab’ memiliki makna yang berbeda dan tidak harus bermakna walid (ayah kandung).
Nabi Muhammad SAW pernah berkata bahwa esensi keberadaannya telah dikirimkan dan disampaikan kepada orangtuanya langsung melalui keturunan yang suci, murni dan disucikari.
Kata ‘ab’ dalam bahasa Arab memiliki makna ayah, nenek moyang atau bahkan paman karena Ismail, paman Yakub ditunjukkan dengan sebutan’ab’ dalam ayat Quran berikut.
Tidakkah kamu tnenyaksikan ketika kematian mendekati Yakub, saat itu ia berkata kepada putra-putranya, “Kepada siapa kalian akan menyembah setelah aku tiada? Mereka berkata, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Tuhan Ibrahim dan Ismail dan Ishaq, Tuhan Yang Esa, dan kepada-Nya karni menyerahkan diri. (QS. al-Baqarah :113)
Karena Ismail bukan ayah Nabi Yaqub, dan meskipun Quran menggunakan kata ‘ab’ baginya sebagai sebutan paman, penggunaan kata ini untuk sebutan selain ayah kandung ditetapkan. Di samping itu Nabi Ibrahim berdoa untuk ayah kandungnya (walid) dan untuk orang-orang beriman, yang dengan jelas menunjukkan bahwa ayah kandungnya bukan seorang musyrik. Ayat Quran berikut membuktikan hat tersebut: “Wahai Tuhan kami! Lindungilah kami dan orangtuaku (walidain) dan orang-orang yang beriman pada hari ketika hari kebangkitan akan datang.” (QS. Ibrahim : 14)
Yang mengherankan, ternyata ayah Nabi Ibrahim bernama Tarakh bukan Azar, sebagaimana yang dinyatakan sejarahwan Sunni. Ibnu Katsir menuliskan, “Ibrahim adalah putra Tarakh. Ketika Tarakh berusia 75 tahun, Ibrahim dilahirkan.”33 Hadis ini pun ditegaskan oleh Thabari. la menggambarkan garis keturunan Nabi Ibrahim dalam kumpulan sejarahnya. Ia pun menyatakan dalam kitab tafsir Quran-Nya bahwa Azar bukan ayah kandung Nabi Ibrahim as. 34
Catatan Kaki:
1. Referensi hadis Sunni: Tahaqat Ibnu Sa’d, jilid 2, hal. 105; Tarikh atThabari jilid 7, hal. 100; Tafsir, Ibnu Katsir, jilid 2, hal. 172; Tafsir alKasysyaf, jilid 1, hal. 448; Tafsir, Qurthubi, jilid 6, hal. 406, dan banyak lagi.
2. Referensi hadis Sunni: Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 179.
3. Referensi hadis Sunni: Mizan al-Itidal, Dzahabi, jilid 1, hal. 396.
4. Referensi hadis Sunni: Tafsir at-Thabari, jilid 7, hal. 109; Tafsir al-Durr al-Mantsur, jilid 3, hal. 8.
5. Shahih al-Bukhari, Kitab at-Tafsir, versi bahasa Inggris, jilid b, hal. 158, hadis 197.
6. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 2, hal. 183, jilid 5, hal. 275, 283; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jiiid 1, hal. 3,151, jilid 3, hal. 212, 283; Fadha’il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 526, hadis 946; Mustadrak Hakim, jilid 3, hal. 51; Khasaish al-Awiiya’, Nasa’i, hal. 20; Fadha’il al-Khamsah, jilid 2, hal. 343; Siratun Nabi, Syilbi Numani, jilid 2, hal. 239.
7. Siratun Nabi, Syilbi Numani, hal. 239-240.
8. Siratun Nabi, Syilbi Numani, jilid 1, hal. 219 dan 220.
9. Bukhari pada bab Kematian (kalimat terakhir diambil dari Shahih Muslim dan bukan dari Bukhari). Inilah versi hadis Bukhari dan Muslim.
10. Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146.
11. Aini, bab Janaiz atau Kematian, jilid 4, hal. 200.
12. Shahih al-Bukhari, Kitabul Tafsir, versi bahasa Arab-Inggris, jilid 6, hal. 278-279, hadis 295.
13. Shahih al-Bukhari, Kitabul Tafsir, versi bahasa Inggris, jilid 6, hal. 102, hadis 129. Sumber hadis Sunni lainnya yang menegaskan bahwa surah at-Taubah adalah surah yang terakhir turun dan merupakan surah Madaniyah adalah Tafsir al-Kusysyaf, jilid 2, hal. 49; Tafsir, Qurthubi, jilid 8, haI. 273; Tafsir al-Itqan, jilid l, hal. 18; Tafsir, Syaukani, jilid 3, hal. 316.
14 Referensi hadis Sunni: Syarh ibn al-Hadid, jilid l, hal. 370.
15. Tafsir al-Kabir, jilid 25, hal. 3.
16. Referensi hadis Sunni: Tafsir, Ibnu Katsir, jilid 4, hal. 329; Tafsir, Syaukani, jilid 5, hal. 189, Tnfsir, Alusi, jilid 28, hal. 37.
17. Referensi hadis Sunni: Tafsir, Qurthubi, jilid 5, hal. 1.
18. Referensi hadis Sunni: Sirah ibn Hisyam, jilid 2, hal. 207; Taf.sir, Qurthubi, jilid 4, hal. 58; Tafsir, Khazan, jilid 1, hal. 235; Tafsir al-Itqan, jilid 1, ha1.17.
19. Referensi Hadis Sunni: Sirali Nabi Muhammad, Ibnu Hisyam, jilid 1, hal. 266; Tabaqat ibn Sa’d, jilid 1, hal. 186, Tarikh at-Thabari, jilid 2, hal. 218; Diwan Abu Thalib, hal. 24; Syarh ibn al-Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 2, hal. 258; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 117; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 306.
20. Referensi hadis Sunni: Khazanatal Adab, Khatib Baghdadi, jilid 1, ,hal. 261; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 42; Syarh, Ibnu Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 120; Fathul BRri (syarah Shahih al-Bukhari), jilid 7, hal. 153; al-Ishabah, jilid 4, hal. 116; as-Sirah alHalabiyyah, jilid l, hal. 305; Talba tul Thalib, hal. 5.
21. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa’d, jilid 1, hal. 183; Sirah ibn Hisyam, jilid l, hal. 399 dan 404; Awiwanui Ikbar, Qutaibah, jilid 2, hal. 151; Tarikh, Ya’qubi, jilid 2, hal. 22; al-Istiab, jilid 2, hal. 57; Khazantul Ihbab, Khatib Baghdadi, jilid 1, hal. 252; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 84; al-Khasais al-Kubra, jilid 1, hal. 151; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 286.
22. Referensi hadis Sunni: Syarah al-Bukhari, Qastalani, jilid 2, hal. 227; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, ha1.125.
23. Referensi hadis Sunni: Dalail Nubuwwah, Abu Nu’aim, jilid 1, hal. 6; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 275; Syarh ibn al-Hadid, jilid 3, hal. 315; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 1, hal. 266; Tarikh Khamis, jilid 1, hal. 254.
24. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabnri, jilid 2, hal. 229; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 284; Mustadrak Hakim, jilid, 2, hal. 622; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 122; al-Faiq, Zamakhsyari, jilid 2, hal. 213; Tarikh al-Kharnis, jilid l, hal. 253; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 375; Fathul Bart, jilid 7, hal. 153 dan 154; Sirah ibn Hisyam, jilid 2, hal. 58. . 25. Referensi hadis Sunni: Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 139.
26. Referensi hadis Sunni: al-Muhabil Bunya, jilid 1, hal. 72; Tarikh alKhantis, jilid 1, hal. 339; Balughul Adab, jilid 1, hal. 327; as-Sirah alHalabiynh, jilid 1, hal. 375; Sunni al Muthalib, jilid 5; Uruzul Anaf, jilid 1, hal. 259; Tabaqat ibn Sa’d, jilid l, hal. 123. ‘
27. Referensi hadis Sunni: Daiail Nubuzuwah, Baihaqi, jilid 2, ha1.101; Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146, sebagairnana yang dikutip pada buku Siraturt Nabi, Syilbi Numani, jilid 1, hal. 219-220.
28. Referensi hadis Sunni: Dalail Nubuwwah, Baihaqi, jilid 2, ha1.101; Ibid, jilid 2, hal. 103; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 13, ha1.196; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 125; al-Ishabah, jilid 4, ha1.116; Tadzkirat Sibt, hal. 2; Tarikh, Yaqubi, jilid 2, hal. 26.
29. Referensi hadis Syi’ah: al-Kafi, Kulaini, jilid 1, hal. 448;, al-Ghadir, Amini, jilid 7, hal. 330.
30. Referensi hadis Syi’ah: al-Ihtijaj, Thabarsi, jilid 1, hal. 341.
31. Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146 (sebagaimana yang dikutip oleh Syilbi Numani).
32. Tarikh Abu Fida, jilid l, ha1.120.
33. Referensi hadis Sunni: al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 1, hal. 139.
34. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 2, hal. 119; Tafsir atThnbari, Ibnu Jarir Thabari, jilid 7, ha1.158.

13 Responses to Bukti Islamnya Abu Thalib; Beliau Tidaklah Kafir

  1. Dudin mengatakan:
    sayidina ali adalah khalifah, sahabat dan saudara Rasulullah yang agung disamping sahabat-sahabat yang lainnya.
    • Adjie Sugilar mengatakan:
      memang masih dalam perdebatan – tapi kita sebagai umat islam , jangan terjebak dengan pengkafiran hanya karena ada riwayat dari hadits , jangan mengikuti hawa nafsu -….dan disinilah pepatah ” diam itu Emas ” berlaku. wassalam.
  2. andit kartika mengatakan:
    yang mengkafirkan Abi Thalib..kafir !
  3. behna mengatakan:
    Pengkafiran itu munculnya kapan? jaman nabi dan khalifahnya yang 3 belum ada yang berkata demikian. Ah……jangan2 karena suasanan politik yang panas menyesakkan telingga sehingga rival2 Ali yang melakukan black capaigne ya……….. Ah, siapa lagi?
    • behna mengatakan:
      Kalau orang yang pertama kali mengethui bahwa Muhammad kecil akan jadi nabi karena tebakan pendeta Bukhaira,dan pembelaannya yang sangat luar biasa terhadap pribadi dan missi Nabi Muhammad- itupun dianggap kafir ,maka pertanyaan adalah: siapa yang palin berhak untuk dikatakan beriman? Kita: yang hanya bisa nonton dan komentar? atau yang masih getol mengkafirkan Abu thalib?
  4. bouncue mengatakan:
    dasar website syi’ah…
    • bukansunnibukansyiahbukanortodoxbukankatolikbukanprotestanbukanyahudibukanhindubukanbuddhabukankonghucubukanshinto mengatakan:
      Lha emang klo syi’ah kenapa?
    • primedia mengatakan:
      betul betul betul…syiah paling jago berkilah…!!!
      • nurul insan mengatakan:
        alhamdulillah baru lega setelah tau bahwa Abu Thalib meninggal dalam keadaan muslim dan Ayahnya Nabi Ibrahim as ternyata muslim bukan pembuat patung. Dari uraian di atas ralat dikit mungkin kecepatan nulis jadi ada keliru sedikit yaitu bukan surat Ibrahim ayat 14 tetapi ayat 41 dan albaqarah ayat 113 tetapi 133, biar match jika di ricek. syukron katsiro atas infonya.
  5. anadzat mengatakan:
    ” MAKA HADAPKANLAH WAJAH MU DENGAN LURUS KEPADA AGAMA FITRAH ALLAH YANG TELAH MENCIPTAKAN MANUSIA MENURUT FITRAH ITU. TIDAK ADA PERUBAHAN PADA FITRAH ALLAH AGAMA YANG LURUS. TETAPI KEBANYAKAN MANUSIA TIDAK MENGETAHUI ” ( AL QUR’AN SRH AR RUUM 30 :30)
  6. panji mengatakan:
    Dasar syi’ah u
    Gak guna

Mutiara Hikmah : "Carilah kesalahan pada dirimu, jangan kau cari-cari kesalahan pada orang lain."

saudi-iran-map 
Karbala,LiputanIslam.com –   Wakil ulama besar Irak Ayatullah  Sayyid Ali al-Sistani, Syeikh Abdul Mahdi Karbalai, dalam khutbah Jumat (9/9/2016) di kota Karbala, Irak, meminta kepada Iran dan Arab Saudi agar meredakan ketegangan antara keduanya.
“Kita negara-negara kawasan ini sebagai Dunia Islam sekarang perlu untuk saling menghormati, menjauhi fanatisme, dan menghindari konflik tanpa alasan dan tak dapat dibenarkan oleh syariat, akal dan akhlak,” katanya, seperti dilansir AFP dan dikutip FNA.
Dia mengatakan bahwa Teheran dan Riyadh bagaimanapun juga menerima dan menggalang kerjasama satu sama lain.
“Banyak sekali persamaan di antara kita, dan persamaan kita ini jauh lebih banyak daripada perbedaan dan perselisihannya,” pintanya.
Seperti diketahui, menjelang pelaksanaan ibadah haji, Iran menunjukkan kekecewaannya kepada Arab Saudi karena telah menentukan persyaratan yang menyulitkan Iran untuk mengirim jemaah hajinya ke tanah suci. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Grand Ayatullah Sayid Ali Khamenei menyebut keluarga al-Saud yang berkuasa di Saudi sebagai pohon terkutuk. (Baca: Baleho “Saudi Pohon Terkutuk” Bertebaran di Baghdad)
Hal ini kemudian ditanggapi oleh Mufti Besar Arab Saudi Syeikh  Abdul Aziz al-Sheikh dengan menyebut orang-orang Iran sebagai keturunan Majusi. (Baca: Mufti Saudi Anggap Iran Majusi, Ini Tanggapan Iran)
Belakangan, sebagaimana dilansir Rai al-Youm, Iran membuat pernyataan lagi dengan menyebut keluarga al-Saud sebagai keturunan para thaghut penyembah berhala Latta dan Uzza. (mm) / http://liputanislam.com/internasional/timur-tengah/wakil-ayatullah-ali-al-sistani-minta-iran-dan-saudi-redakan-ketegangan/

Pemimpin Spiritual Republik Islam Iran  / Rahbar Sayid 'Ali Khamenei Kecam Sikap Diam Internasional Atas Tragedi Haji 2015


rahbar 
Tehran, LiputanIslam.com—Pemimpin Republik Islam Iran, Ayatullah Seyyed Ali Khamenei, menyatakan kecamannya terhadap organisasi HAM internasional yang bersikap diam atas tragedi Haji pada tahun 2015 lalu yang menyebabkan kematian ribuan peziarah. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam pertemuan dengan keluarga korban peziarah Iran pada Rabu (7/9/16).
“Sikap diam ini adalah noda yang mencorang bangsa-bangsa Muslim. Ini adalah suatu malapetaka untuk dunia Islam,” tegas Khamenei.
Selain itu, Khamenei mengatakan pemerintah Saudi bersikap “memalukan” karena menolak untuk meminta maaf kepada negara-negara Muslim yang kehilangan warga negara mereka dalam tragedi tersebut.
Bukan hanya pemerintah, tetapi bahkan akademisi, aktivis politik, dan kalangan elit Muslim juga bungkam atas tragedi tersebut. Hal itu, ujar Khamenei, adalah melapetaka yang menyedihkan dan adalah “tragedi yang sebenar-benarnya” yang dihadapi umat Muslim.
“Rezim Saudi yang memalukan dengan dukungan dari Amerika Serikat telah berdiri memerangi Muslim dan menumpahkan darah di Yaman, Suriah, Irak, dan Bahrain. Maka, Amerika dan pendukung Saudi lainnya terlibat dalam kejahatan ini” lanjutnya.
Setidaknya 465 warga Iran meninggal dunia setelah dua kelompok besar peziarah berpapasan di persimpangan jalan di Mina dalam ritual Haji pada 24 September 2015. Angka kematian warga Iran adalah yang terbesar di antara negara lain.
Hanya beberapa hari setelah tragedi Mina, sebuah crane (alat berat) konstruksi jatuh di Grand Mosque di Mekah. Kejadian tersebut menyebabkan 100 peziarah meninggal dunia, di antaranya juga warga Iran, sementara 200 lainnya mengalami luka-luka. (ra/presstv) / http://liputanislam.com/berita/khamenei-kecam-sikap-diam-internasional-atas-tragedi-haji-2015/

Teks Lengkap Deklarasi Muktamar Internasional Ahlussunnah Waljamaah di Cechnya


muktamar-aswaja-di-cechnya 
Penjelasan Manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah; Akidah, Fikih dan Akhlak serta Dampak Penyimpangan darinya di Tataran Realitas.
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Sayyidina Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau semuanya.
Pada malam Kamis 21 Dzulqa’dah 1437 H. (25 Agustus 2016) –di tengah berbagai upaya pencatutan istilah “Ahlussunnah Wal Jamaah” dari kaum Khawarij yang tindakan-tindakan salah mereka senantiasa dieksploitasi untuk memperburuk citra agama Islam—terselenggara Muktamar Internasional Ulama Islam, untuk memperingati haul al-Syahid Presiden Syaikh Ahmad Haji Kadyrov rahimahullah dengan tema: “Siapakah Ahlussunnah Wal Jamaah? Penjelasan Manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah; Akidah, Fikih dan Akhlak serta Dampak Penyimpangan darinya di Tataran Realitas.” Acara ini terselenggara berkat dukungan dari Presiden Ramadhan Ahmed Kadyrov hafizahullah, dengan dihadiri oleh Grand Shaikh Al-Azhar, para mufti dan lebih dari dua ratus ulama dari seluruh dunia. Berikut poin-poin hasil dari muktamar:
  • Ahlussunnah Wal Jamaah adalah Asyairah dan Maturidiyah dalam akidah, empat mazhab Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali dalam fikih, serta ahli tasawuf yang murni –ilmu dan akhlak—sesuai manhaj Imam Junaeid dan para ulama yang meniti jalannya. Itu adalah manhaj yang menghargai seluruh ilmu yang berkhidmah kepada wahyu (Al-Quran dan Sunnah), dan telah benar-benar menyingkap tentang ajaran-ajaran agama ini dan tujuan-tujuannya dalam menjaga jiwa dan akal, menjaga agama dari distorsi dan permainan tangan-tangan jahil, menjaga harta dan kehormatan manusia, serta menjaga akhlak yang mulia.
  • Al-Quran Al-Karim adalah bangunan yang dikelilingi oleh berbagai ilmu yang membantu untuk menggali makna-maknanya dan mengetahui tujuan-tujuannya yang mengantarkan manusia kepada ma’rifat kepada Allah SWT., mengeluarkan ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya, mengejawantahkan kandungan ayat-ayatnya ke dalam kehidupan, peradaban, sastra, seni, akhak, kasih sayang, kedamaian, keimanan dan pembangunan. Serta menyebarkan perdamainan dan keamanan di seluruh dunia sehingga bangsa-bangsa lain dapat melihat dengan jelas bahwa agama ini adalah rahmat bagi seluruh semesta alam, serta jaminan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
  • Manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah adalah Manhaj Islam yang paling komprehensif, detil dan akurat. Manhaj ini paling perhatian dalam memilih referensi-referensi ilmiah dan metodologi pendidikan yang mencerminkan secara benar tentang cara berpikir seorang muslim dalam memahami syariat dan mengetahui realitas dengan berbagai kerumitannya serta cara mengaitkannya secara baik.
  • Lembaga-lembaga pendidikan Ahlussunnah Wal Jamaah sejak beberapa abad telah sukses menghasilkan ribuan ulama yang tersebar di seluruh penjuru dunia dari Siberia hingga Nigeria, serta dari Tangier hingga Jakarta. Mereka telah menduduki berbagai posisi dan jabatan, serta mengemban amanah di sektor fatwa, peradilan, pendidikan dan khutbah. Sehingga masyarakat diliputi oleh keamanan. Mereka juga berhasil memadamkan api fitnah dan peperangan, sehingga kondisi negara menjadi stabil. Dan mereka pun telah menyebarkan ilmu yang benar.
  • Sepanjang sejarah, Ahlussunnah Wal Jamaah senantiasa memantau berbagai pemikiran yang menyimpang dan memantau tulisan dan konsep berbagai kelompok. Kemudian mereka menimbang semua itu dalam parameter ilmu serta memberikan kritik dan bantahan. Mereka juga senantiasa menunjukkan keberanian dan ketegasan dalam menghadapi berbagai fenomena penyimpangan. Mereka menggunakan piranti ilmu-ilmu yang kuat dalam melakukan pengawasan dan koreksi. Setiap kali Manhaj Ahlussuunnah Wal Jamaah tersebar secara aktif maka gelombang ekstremisme pasti akan surut. Sehingga kondisi umat Islam stabil dan dapat kosentrasi dalam menciptakan sebuah peradaban. Sehingga didapati para cendekiawan muslim yang berkontribusi dalam ilmu aljabar, perbandingan, perhitungan dan trigonometri. Serta ilmu geometri analitis, pecahan, algoritma, berat (massa), kedokteran dan oftalmologi, psikiatri, onkolog, epidemi, embrio, obat-obatan, ensiklopedia farmasi, ilmu flora dan fauna, gravitasi, astronomi dan lingkungan, ilmu akustik, ilmu optik dan ilmu-ilmu lainnya. Itu semua adalah buah dari Manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah yang tidak terbantahkan.
  • Sepanjang sejarah berulang-ulang muncul badai gelombang pemikiran menyimpang yang mengklaim berafiliasi kepada wahyu namun membangkang terhadap metodologi ilmiah yang benar dan ingin menghancurkannya. Serta mengusik keamanan dan kenyamanan masyarakat. Gelombang pertama yang sesat dan membahayakan itu adalah Khawarij klasik hingga sampai pada Neo-Khawarij saat ini dari kalangan Salafi Takfiri dan ISIS serta semua kelompok radikal yang meniti jalan mereka yang memiliki kesamaan, yaitu distorsi, pemalsuan dan interpretasi bodoh akan ajaran agama ini. Karenanya mereka melahirkan puluhan konsep yang rancu dan interpretasi batil yang melahirkan takfir, penghancuran, pertumpahan darah dan pengerusakan serta penodaan citra Islam dan menyebabkan Islam diperangi dan dimusuhi. Hal inilah yang meniscayakan para ulama untuk membersihkan Islam dari semua hal itu, berdasarkan sabda Nabi SAW. dalam hadis sahih: “‘Ilmu ini diemban dari setiap generasi oleh orang-orang yang adil, mereka membersihkan ilmu dari penyimpangan orang yang melewati batas, kedustaan para pembuat kebatilan dan interpretasi orang-orang yang bodoh.”
  • Dengan seizin Allah, Muktamar ini merupakan titik balik yang berkah untuk meluruskan penyimpangan akut yang berbahaya yang mendominasi pengertian “Ahlussunnah Wal Jamaah” setelah berbagai upaya pencatutan kalangan ektremis akan istilah ini dan membatasinya hanya pada diri mereka serta mengafirkan umat Islam lainnya. Pelurusan penyimpangan ini dilakukan dengan mengaktifkan metode ilmiah yang kuat dan otentik yang diterapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan kita yang besar yang merupakan benteng keamanan dalam membantah berbagai wacana takfiri dan ekstremis. Hal ini juga dilakukan dengan mengirimkan pesan-pesan keamanan, kasih sayang dan perdamaian ke seluruh penjuru dunia sehingga –dengan izin Allah—seluruh negeri kita kembali menjadi mimbar cahaya dan sumber hidayah.
Chechnya, Grozny, 24 Dzulqa`dah 1437 H, 27 Agustus 2016 M.
(mm)
Sumber: www. ruwaqazhar.com / http://liputanislam.com/internasional/timur-tengah/teks-lengkap-deklarasi-muktamar-internasional-ahlussunnah-waljamaah-di-cechnya/

Republik Islam Iran Gelar Unjuk Rasa Akbar Tragedi Mina, Ulama kerajaan arab Saudi wahabi salafi Minta Dukungan Umat Islam Dunia


iran saudi 
Teheran, LiputanIslam.com –  Berbagai kota dan daerah di Iran hari ini usai shalat Jumat (9/9/2016) akan menjadi ajang unjuk rasa akbar anti dinasti al-Saud yang berkuasa di Arab Saudi untuk menandai peringatan tragedi berdesakan di Mina, Arab Saudi, pada musim haji tahun lalu.
Laman berita al-Alam melaporkan bahwa dalam unjuk rasa akbar itu lautan massa dipastikan akan mengutuk kejahatan dinasti al-Saud terhadap para jemaah haji serta kejahatan rezim Bahrain yang menggelar “pengadilan sandiwara” terhadap ulama terkemuka Syiah Bahrain Ayatullah Syeikh Isa Qassem.
Unjuk rasa ini akan menjadi salah satu unjuk rasa terbesar di negeri mullah ini karena selain digelar di Teheran, ibu kota Iran, juga akan diselenggarakan di lebih dari 850 kota dan daerah Iran lainnya.
Di pihak lain, Dewan Ulama Senior Arab Saudi meminta kepada umat Islam di dunia agar berpihak kepada Arab Saudi dan ikut mencela apa yang disebut oleh dewan ini sebagai praktik tak bertanggungjawab pemerintah Iran dalam ibadah haji.
“Haji adalah penunaian manasik, bukan peneriakan slogan-slogan politik atau sektarianisme…. Unjuk rasa, teriakan yel-yel, dan pawai tergolong bentuk perdebatan yang dilarang di tengah pelaksanaan manasik haji,” tulis dewan ini di media sosial Twitter.
Tragedi berdesakan di Mina dalam ibadah haji tahun 2015 telah menggugurkan 2,297 jemaah yang 464 di antaranya adalah jemaah haji Iran. Hal ini menimbulkan kemarahan pihak Iran hingga memburuklah hubungan kedua negara dan melebar ke berbagai persoalan lain, termasuk larangan otoritas Saudi terhadap penyelenggaraan aksi “bara’ah minal musyrikin” atau aksi berlepas diri kaum musyrik.
Umat Islam Iran meyakini aksi berlepas diri dari kaum musyrik sebagai bagian dari kewajiban dalam penunaian ibadah haji. Aksi ini biasa dilakukan dengan cara berpawai dan berdemonstrasi meneriakkan yel-yel anti AS dan Israel yang mereka anggap sebagai gembong kaum musyrikin dan sumber angkara murka di dunia masa kini.
Saudi yang bersekutu dengan AS dan belakangan akan memulihkan hubungan dengan Israel keberatan terhadap aksi tersebut karena secara tidak langsung juga memojokkan Saudi sebagai sekutunya AS dan sahabat Israel.
Dalam perundingan yang berlangsung beberapa bulan lalu, Teheran dan Riyadh gagal mencapai kesefahaman mengenai partisipasi jemaah haji Iran dalam musim haji tahun ini. Akibatnya, tahun ini Iran tidak mengirim jemaah haji ke tanah suci. (mm) / http://liputanislam.com/internasional/timur-tengah/iran-gelar-unjuk-rasa-akbar-tragedi-mina-ulama-saudi-minta-dukungan-umat-islam-dunia/

Baleho “Saudi Pohon Terkutuk” Bertebaran di Baghdad

saudi-pohon-terkutuk 
Baghdad,LiputanIslam.com –   Di tengah perang propaganda antara Iran dan Arab Saudi yang berkobar sejak beberapa hari lalu terkait dengan tragedi Mina pada musim haji tahun 2015, Baghdad, ibu kota Irak, diwarnai baleho-baleho bertuliskan kecaman terhadap Kerajaan Arab Saudi.
Sebagaimana dilaporkan al-Alam, Rabu (7/9/2016), di Baghdad telah berdiri banyak baleho bertuliskan “Keluarga Saudi, Pohon Terkutuk” untuk menggambarkan penyimpangan dan kekejaman para penguasa dinasti al-Saud.
Baleho-baleho ini didirikan oleh masyarakat Irak sehari setelah Pemimpin Besar Iran Ayatullah Uzhma Sayyid Ali Khamenei merilis pesan haji berisikan kecaman terhadap Saudi yang antara lain menyebut dinasti al-Saud sebagai pohon terkutuk.  (Baca: Khamenei Rilis Pesan Haji Berisikan Kecaman Terhadap Saudi, Bagaimana Tanggapan Riyadh?)saudi-pohon-terkutuk3
“Pohon terkutuk” adalah istilah yang berasal dari kitab suci al-Quran dalam surat al-Isra’ ayat 60 untuk menyebut pohon Zaqqum yang tumbuh di dasar neraka dan menjadi makanan yang menyiksa para penghuni neraka sebagaimana disebutkan dalam surat al-Shaffat ayat 62-65. (Baca: Mufti Saudi Anggap Iran Majusi, Ini Tanggapan Iran)
Predikat pohon terkutuk dilekatkan pada dinasti al-Saud erat kaitannya dengan realitas bahwa penguasa di negeri yang dulu bernama Hijaz itu selama ini telah menghamburkan kekayaannya untuk menebar faham Salafi/Wahabisme yang berbau kekerasan, takfiri, intoleransi, sektarianisme, radikalisme, ekstrimisme dan terorisme di dunia, sebagaimana telah ditegaskan dalam konferensi Ahlussunnah Waljamaah sedunia di Grozny, ibu kota Cechnya, 25-27 Agustus 2016. (Baca: Blak-Blakan Muktamar Aswaja Sedunia Soal Wahabisme )
saudi-pohon-terkutuk4Dalam salah satu baleho yang terpampang di sebuah jalan di Baghdad tertulis; “Pohon terkutuk. Para penjahat bengis keluarga al-Saud telah menyekap para korban luka dalam kontainer-kontainer tertutup, dan bukannya merawat, mereka malah membuat para korban itu mati syahid.”
Tulisan ini berkaitan dengan para korban gugur dalam tragedi Mina di mana banyak korban dalam insiden berdesakan itu tidak diperiksa terlebih dahulu antara yang masih hidup dan yang sudah meninggalkan. Akibatnya, banyak korban yang masih hidup bukannya dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan, melainkan malah ditumpuk begitu saja bagaikan binatang di dalam kontainer pendingin hingga mereka gugur sebagai syuhada.
Pada satu baleho lain tertulis; “Keluarga al-Saud. Kebertahanan mereka di singgasana adalah jaminan untuk membela para mustakbirin di dunia dan bersekutu dengan Zionis dan Amerika. Pohon terkutuk.”
Seiring dengan ini, di berbagai media sosial juga tersebar hashtag berbahasa Arab yang berbunyi “al-syajarah al-mal’unah” dengan arti “pohon terkutuk” . Selain itu, juga beredar banyak karikatur yang antara lain menggambarkan sejarah terbentuknya dinasti al-Saud dan keterjerumusan fanatisme buta ke dalam neraka. (Baca: Politisasi Haji Arab Saudi)
Hastag ini tersebar luas dan dari situ pula banyak orang-orang Saudi sendiri yang mengekspresikan kebencian mereka terhadap keluarga al-Saud. (mm) / http://liputanislam.com/internasional/timur-tengah/baleho-saudi-pohon-terkutuk-bertebaran-di-baghdad/

Maroko Ternyata Ikuti Konverensi Aswaja Anti Salafi/Wahabi di Cechnya


raja-maroko 
Rabat,LiputanIslam.com –   Maroko yang notabene sekutu Arab Saudi ternyata secara resmi telah mengirim delegasi ke konferensi ulama sedunia  bertema “Siapa Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja)?” yang berlangsung di Grozny, ibu kota Cechnya, 25-27 Agutus 2016.
Seperti pernah diberitakan, para peserta konferensi ini memandang aliran Salafi/Wahabi telah mencemarkan citra Islam, dan karena itu konferensi menyerukan pemberantasan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan aliran ini terhadap Islam.
Konferensi ini juga telah membatasi Aswaja hanya pada mazhab Asy’ari dan Maturidi dalam akidah, dan empat mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali dalam fikih, serta kalangan sufi melalui jalur Imam al-Junaid  dari segi akhlak dan tazkiyah.
Keterlibatan al-Azhar secara aktif dalam konferensi Grozny mengundang perhatian ekstra dari media Arab karena selama ini hubungan Kairo dengan Riyadh cukup rapat. Namun demikian, hal lain yang juga mengejutkan ialah laporan media online Hespress yang berbasis di Maroko bahwa negara ini secara resmi juga hadir dalam konferensi Grozny.
Hespress Rabu (7/9/2016) melaporkan bahwa Maroko secara resmi telah mengirim delegasi dari yayasan al-Rabithah al-Muhammadiyyah li al-Ulama’ dan Universitas al-Quaraouiyine ke konferensi Grozni.
Konferensi telah merekomendasikan supaya Universitas al-Quaraouiyine sebagai salah satu lembaga otoritas Islam Aswaja, sebagaimana Universitas al-Azhar di Mesir dan Universitas al-Zaytoonah di Yordania.
Maroko selama ini dikenal sebagai sekutu Kerajaan Arab Saudi di dunia, namun Maroko ternyata ikut serta dalam konferensi Grozni dan tidak menarik diri meskipun konferensi ini ternyata menegaskan bahwa aliran Salafi/Wahabi merupakan biang kerok problematika umat Islam di dunia.(Baca: Blak-Blakan Muktamar Aswaja Sedunia Soal Wahabisme)
Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah Rabat juga melarang aktivitas dakwah para penganut Salafi/Wahabi di negara juga kerajaan ini. Kerajaan Maroko antara lain telah menutup sebuah lembaga pendidikan al-Quran milik Salafi/Wahabi yang didanai oleh Kerajaan Arab Saudi. (mm)/ http://liputanislam.com/internasional/timur-tengah/maroko-ternyata-ikuti-konverensi-aswaja-anti-salafiwahabi-di-cechnya/

Politisasi Haji Arab Saudi


haji 
Oleh: Dina Y. Sulaeman

Setelah melalui upaya negosiasi berbulan-bulan, akhirnya Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran, Ali Jannati, mengumumkan bahwa tahun ini rakyat Republik Islam Iran tidak dapat mengikuti ibadah haji. Jannati menyatakan bahwa keputusan ini diambil karena pemerintah Kerajaan Arab Saudi tidak mau memberikan jaminan keamanan kepada jamaah haji Iran dan mempersulit pengurusan visa haji. Sementara itu, dari Qom, Grand Ayatullah Makarim Shirazi mendukung keputusan pemerintah Iran dan mengecam keras pemerintah Saudi yang telah ‘memperlakukan Haramain sebagai properti pribadi’. Shirazi juga memberikan informasi tambahan bahwa akhir-akhir ini Imam Jumat di Saudi melakukan propaganda anti-Syiah secara masif, sehingga jamaah haji Iran menghadapi bahaya besar, yaitu serangan dari kaum muda Saudi takfiri.
Sebaliknya, Arab Saudi dan Liga Arab memberikan pernyataan-pernyataan yang menyudutkan Iran, menyebut negeri Persia itu telah ‘mempolitisasi haji untuk menarget Saudi’. Menlu Arab Saudi menyatakan bahwa alasan utama macetnya negosiasi adalah karena Iran meminta diberi kebebasan untuk melakukan demonstrasi, sebuah tradisi yang dilakukan oleh jamaah Iran setiap musim haji.
Di balik perang pernyataan dari kedua pihak tersebut, muncul pertanyaan, siapakah yang sebenarnya mempolitisasi haji? Bila kita sedikit menggunakan perspektif realis yang umum dipakai dalam menganalis Hubungan Internasional, hitung-hitungan untung rugi material dan kepentingan nasional penting dicermati. Bila disebut Arab Saudi ‘rugi’ karena kehilangan jamaah haji dari Iran, agaknya kurang tepat karena jumlahnya hanya sekitar 64.000 orang, yang dapat digantikan oleh jamaah haji dari Indonesia, atau negara-negara lain yang over kuota. Sebaliknya, kepentingan politik Arab Saudi justru diuntungkan dengan tidak hadirnya jamaah haji Iran.
Sebagaimana diketahui, sejak 1981 atas perintah Ayatullah Khomeini, jamaah Iran biasa mengadakan orasi publik di padang Arafah, menyerukan persatuan Islam, serta mengecam Barat dan Israel yang selama ini mengobarkan perang di negeri-negeri Muslim. Demonstrasi damai yang digelar Iran itu memang sangat ‘mengganggu’ rezim Bani Saud. Bukan rahasia lagi bahwa Arab adalah sekutu dekat Barat dan Israel. Meskipun secara resmi Israel dan Arab Saudi tidak memiliki hubungan diplomatik, namun kerjasama di antara keduanya tidak bisa ditutupi. Di antaranya, Arab Saudi membiayai operasi-operasi intelijen Israel melawan Iran, Arab Saudi menyewa perusahaan keamanan Zionis, G4S untuk mengamankan haji, dan sebaliknya, Israel membantu Arab Saudi untuk menginvasi Yaman. Pada pada tahun 1987, tentara Saudi memblokade para demonstran Iran serta menembaki mereka, 400 lebih tewas dan ribuan lainnya terluka. Iran merespon aksi brutal Saudi dengan memboikot ritual haji (tidak mengirimkan jamaah haji) mulai 1988-1990.
Selain itu, seiring dengan propaganda masif Arab Saudi dan sekutunya, tidak hadirnya jamaah haji Iran telah dimanfaatkan untuk semakin mengucilkan Iran di Dunia Islam (dan menjadi justifkasi bagi kelompok anti-Syiah yang selama ini direpotkan oleh argumen ‘Syiah adalah bagian dari Islam, buktinya mereka hadir dalam ritual haji dan umrah’).
Sebaliknya, berbagai sisi, Iran adalah pihak yang paling dirugikan dalam kasus ini. Jadi, aneh bila dikatakan bahwa Iran-lah yang mempolitisasi haji.
Menurut kantor berita IRNA, upaya Saudi dalam menghalangi kedatangan jamaah haji Iran terlihat sejak negosiasi pertama antara Tehran and Riyadh. Negosiasi semula direncanakan bulan Januari 2016, namun ditunda-tunda oleh pihak Saudi hingga akhir April 2016. Dalam negosiasi itu, Saudi menolak permohonan visa dari Iran serta menolak masuknya maskapai Iran Airlines ke Saudi (artinya jamaah haji Iran harus menggunakan maskapai lain). Iran sudah menawarkan agar dibagi 2: 50% jamaah diangkut dengan Iran Airlines, 50% lagi dengan maskapai milik Saudi, namun tetap ditolak.
Pertemuan kedua juga tertunda 45 hari dari yang dijanjikan dan Saudi tidak melakukan langkah apapun terkait visa (seharusnya, sesuai janji, Saudi menandatangani perjanjian dengan Swiss, sehingga visa jamaah haji Iran bisa dikeluarkan oleh Kedutaan Swiss di Tehran).
Menurut Saeed Ohadi, Kepala Organisasi Haji dan Ziarah Iran, dalam pertemuan terakhir, Menteri Haji Saudi bahkan tidak hadir dan lewat telepon meminta Iran agar menandatangani MoU (perjanjian) yang mereka sodorkan, serta hanya menjanjikan ‘akan meninjau tuntutan Iran’. Pihak Iran menolak janji yang meragukan ini, sehingga tidak mau menandatangani. Tanggal 29 Mei 2016 adalah batas waktu yang diberikan Iran kepada Saudi untuk memberikan persetujuannya atas permintaan Iran, dan ternyata pihak Saudi sama sekali tidak memenuhinya.
Masalah terpenting yang dituntut Iran adalah jaminan keamanan dari pihak Saudi, mengingat Iran telah menjadi korban dari kelalaian sekuriti Saudi.
Pertama, kasus pelecehan seksual (perkosaan) yang dilakukan oleh sekuriti Saudi terhadap dua remaja laki-laki Iran saat menunaikan umrah tahun 2015. Iran telah menuntut Saudi mengadili pelaku perkosaan itu dan  tidak akan mengirim jamaah umrah hingga kasus ini tuntas.
Kedua, tragedi Mina yang menewaskan 2.411 jamaah haji dari berbagai negara (Iran memperkirakan jumlah korban tewas sebenarnya di atas 4000), dan Iran adalah salah satu negara dengan korban terbanyak (464). Pemerintah Iran pun mengaku dipersulit oleh rezim Saudi saat mengevakuasi jenazah warga negaranya.
Kerajaan Arab Saudi hingga kini tidak mau minta maaf, tidak mengaku bersalah, dan bahkan beberapa warga Iran masih hilang dan tidak ada upaya rezim Saud membantu Iran menemukan warganya. Kedua kasus ini kemudian disusul oleh pemenggalan ulama Syiah terkemuka di Saudi, Sheikh Nimr al-Nimr. Iran mengecam keras pemenggalan ini dan ditanggapi reaktif  oleh Saudi dengan cara memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.
Rekam jejak Saudi yang berkali-kali gagal melindungi keamanan jamaah haji dan menggunakan kekuasaannya atas Haramain untuk kepentingan politik (korban selain Iran adalah Yaman dan Nigeria), membuat usulan Iran selama ini agar pengelolaan haji diserahkan kepada OKI menjadi sangat masuk akal.[]
*tulisan ini disalin dari akun facebook Dina Sulaeman / http://liputanislam.com/opini/politisasi-haji-arab-saudi/

Mufti Kerajaan Arab Saudi Anggap Republik Islam Iran Majusi, Ini Tanggapan Republik Islam Iran


saudi-iran-map 
Teheran, LiputanIslam.com –   Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyatakan bahwa agama Islam yang dianut oleh orang-orang Iran dan mayoritas umat Islam di dunia tidak serupa dengan apa yang dipropagandakan mufti Salafi/Wahabi Saudi dan para gembong teroris.
Pernyataan ini dikemukakan beberapa jam setelah Mufti Besar Kerajaan Arab Saudi Syiekh Abdul Aziz al-Sheikh, menyebut orang-orang Iran “bukan Islam, melainkan keturunan orang-orang Majusi dan sudah lama memusuhi umat Islam, terutama terhadap Ahlussunnah Waljamaah.” (Baca: Blak-Blakan Muktamar Aswaja Sedunia Soal Wahabisme)
“Pada kenyataannya, tak ada keserupaan Islam yang dianut oleh orang-orang Iran dan mayoritas umat Islamnnya dengan ekstrimisme dan fanatisme yang diserukan oleh para ulama senior Wahabi dan para pemuka teroris Saudi,” tulis Zarif di halaman Twitternya, seperti dikutip Rai al-Youm, Selasa (6/9/2016).
Pernyataan Mufti Besar Saudi itu dikemukakan sebagai reaksi atas pernyataan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Grand Ayatullah Sayyid Ali Khamenei dalam pesannya menyambut tibanya musim haji, Senin (5/9/2016), yang menyebut pemerintah Saudi sebagai rezim despotik yang telah menghalangi niat umat Islam Iran untuk menunaikan ibadah haji pada tahun ini.   (Baca: Khamenei Rilis Pesan Haji Berisikan Kecaman Terhadap Saudi, Bagaimana Tanggapan Riyadh?)
Pernyataan Sayyid Khamenei ini kemudian ditanggapi oleh Putera Mahkota Saudi Pangeran Mohammad Bin Nayef, dan menyusul kemudian reaksi Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Behram Ghasemi atas pernyataan Bin Nayef.
“Putera Mahkota Saudi harus mengingat kegagalan negara pemerintahannya menjaga keamanan jemaah haji,” tegas Ghassemi sembari menyebut Riyadh berlepas tangan dari tanggungjawabnnya atas tragedi Mina.
Ghasemi menyerukan pembentukan tim pencari fakta tragedi Mina dan penjatuhan sanksi hukuman terhadap orang-orang yang bersalah dalam insiden ini.
Seperti diketahui, tragedi berdesakan di Mina dalam ibadah haji tahun 2015 telah menggugurkan 2,297 jemaah yang 464 di antaranya adalah jemaah haji Iran.
Dalam perundingan yang berlangsung beberapa bulan lalu, Teheran dan Riyadh gagal mencapai kesefahaman mengenai partisipasi jemaah haji Iran dalam musim haji tahun ini. Kedua negara ini lantas saling tuding berusaha mempolitisasi ibadah haji. (mm) / http://liputanislam.com/internasional/timur-tengah/mufti-saudi-anggap-iran-majusi-ini-tanggapan-iran/

Ulama Palestina: Wahabi Ajaran ‘Setan’ dan Bukan Islam

Ulama Palestina
SALAFYNEWS.COM, TEHERAN – Sheikh Mohammed Nimer Zaghmout ketua Federasi Ulama Muslim Internasional di Palestina menjelaskan bahwa arus garis keras sekte Takfiri Wahabi itu datangnya dari setan, karena kejahatan yang telah dilakukan amat sangat keji bagi kemanusiaan, ia menekankan bahwa kelompok-kelompok radikal sama sekali tidak berhubungan dengan Islam. (Baca: Agus Sunyoto; Wahabi Singkirkan Wali Songo)
Sheikh Zaghmout dalam sebuah pernyataannya di sela-sela Konferensi persatuan Islam Internasional ke-29 di Teheran pada hari Minggu (27/12), dia mengungkapkan beberapa kejahatan terkait penghancuran kuburan para wali oleh kelompok-kelompok radikal itu, ia mengatakan bahwa semua itu merupakan bukti jelas akan begitu jauhnya arus Takfiri Wahabi dari ajaran Islam. (Baca: Ribuan Warga Yordania Demo Kedubes Israel Serukan Pemerintah Putuskan Hubungan Diplomasi Dengan Zionis Israel)
Dalam konteks yang sama, tokoh agama terkemuka Palestina itu meyebutkan beberapa kejahatan pembantaian yang dilakukan oleh kelompok Takfiri Wahabi ISIS di Irak, Suriah, Yaman dan Libya, ia menekankan bahwa gerakan ini tidak ada hubungan dengan Islam, mereka dengan sengaja membunuh warga Muslim Irak, Suriah, Yaman dan Libya, karena ingin mengalihkan perhatian terhadap masalah Islam yang pertama yaitu pembebasan Palestina dari cengkeraman musuh Zionis. (Baca: Kesamaan Wahabi, Zionis, ISIS Suka Hancurkan Situs Sejarah Islam)
Ia melanjutkan bahwa Zionislah yang membangun kelompok-kelompok Takfiri, yang bertujuan untuk memukul Islam dan mengalihkan perhatian umat Islam dari isu-isu pembebasan Palestina dan Masjid al-Aqhsa, dia mengungkapkan penyesalannya atas apa yang telah dilakukan oleh beberapa penguasa Arab yang jelas-jelas memberikan dukungan kepada musuh yang menjajah dan merampas Palestina, dan melakukan transaksi perdagangan dengan mereka (Zionis). (SFA) / http://www.salafynews.com/ulama-palestina-wahabi-ajaran-setan-dan-bukan-islam.html

Kerajaan Arab Saudi wahabi salafi takfiri Serahkan “Haramain” Kepada Zionis Israel

jemaah-haji
SALAFYNEWS.COM, RIYADH – Nampak sekali bahwa kerajaan Saudi menyerahkan pengamanan Haramain dan urusan ibadah haji kepada Israel, hal ini menjadi bukti bahwa kasus tragedi Mina dan jatuhnya crane setahun yang lalu menunjukkan Saudi tak becus mengelola urusan ibadah haji, dan hingga saat ini para korban tragedi Mina dan Crane belum mendapatkan kompensasi yang dijanjikan oleh Raja Salman.
Yang terbaru Arab Saudi menggunakan keamanan urusan jemaah haji menyewa Israel dan sudah meneken kontrak dengan perusahaan Israel sebuah gelang GPS untuk melacak para jemaah haji dengan berisi data sesuai paspor dan visa, pada hari sabtu (10/09) pemerintah saudi mulai memberikan gelang elktronik kepada para jemaah haji yang telah memuat data mereka, setelah sebelumnya Saudi membantah kerjasama dengan perusahaan Israel dalam menyediakan gelang elektronik yang didukung GPS. (Baca: Saudi Gunakan Gelang Elektronik Buatan Intelijen Israel Untuk Melacak Jamaah Haji)
Saluran berita dunia yang dikutip al-Maloomah menyebutkan bahwa gelang ini terbuat dari kertas yang dilapisi plastik yang berisi kode yang dapat dibaca dari ponsel pintar yang menampilkan identitas jemaah haji, kewarganegaraannya, dan tempat tinggalnya di Mekkah dan semua informasi yang tercatat ketika mengajukan permohonan visa. (Baca: Monarki Saudi Khianati Islam Taati Zionis)
Disebutkan juga bahwa gelang ini untuk jemaah haji dari negara-negara Arab serupa seperti paspor, yang dijual kepada peziarah seharga dua riyal Saudi. (Baca: Kesamaan Wahabi, Zionis, ISIS Suka Hancurkan Situs Sejarah Islam)
Pihak berwenang Israel telah mengumumkan sebelumnya bahwa Arab Saudi telah menandatangani kontrak dengan perusahaan Israel untuk menyediakan gelang elektronik yang dilengkapi dengan teknologi GPS yang dapat menemukan posisi jemaah haji oleh badan-badan keamanan yang terkait dengan hubungan strategis dengan Arab Saudi. (SFA) / http://www.salafynews.com/saudi-serahkan-haramain-kepada-zionis-israel.html

Syaikh Al-Azhar Beberkan Sejarah Tragedi Wahabi Saudi Bantai 30 ribu Jamaah Haji: Video

Syaikh Al-Azhar
SALAFYNEWS.COM, JAKARTA – Sebuah video yang diunggah oleh channel Serambi Aswaja dengan judul Syaikh al-Azhar, Dr Syaikh Yusri Rusydi Membeberkan Sejarah Tragedi Wahabi Membantai 30 ribu Jamaah Haji. Dan menjelaskan tentang Sejarah Wahabi dan Bagaimana Ajaran sesat ini tersebar.
Berita Terkait:
Disebutkan di dalamnya bahwa Wahabi adalah sekte yang sangat membenci keluarga nabi Muhammad SAW, mereka juga melakukan pembunuhan masal jamaah haji dengan menggunakan senjata dari Inggris, berikut videonya: Klik di https://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=Lt4_ktqr-FI
Berikut Biografi Ulama al-Azhar
Syekh Yusri Rusydi Jabr
Beliau adalah Syekh Yusri Rusydi Jabr al-Hasani, nasabnya berakhir di Sayyidina Hasan bin Ali ra, cucu Rasulullah Shallallahu `alaihi wa Sallam. Beliau berakidah Sunni mazhab Asy`ari dan dalam fikih bermazhab Syafi`I.
Lahir di Kota Kairo pada tanggal 23 September 1954. Kemudian masuk ke sekolah negeri hingga akhirnya diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Kairo dan menjadi sarjana pada tahun 1978 dengan peringkat sangat baik. Kemudian mendapatkan gelar Magister dalam bidang Bedah Umum dan Bedah Vaskular dari universitas yang sama pada tahun 1983. Beliau kemudian mendapatkan gelar Doktor dalam bidang Bedah Umum pada tahun 1991 dan menjadi anggota Persatuan Dokter Bedah Internasional pada tahun 1992. (Baca: Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed al-Tayeb; Salafi Bukan Ahlisunnah)
Beliau pun kemudian kembali menjadi mahasiswa di Universitas al-Azhar fakultas Syariah wa al-Qanun pada tahun 1992 dan mendapatkan gelar Lisence (strata satu) di jurusan Syariah Islamiah pada tahun 1997 dengan peringkat baik sekali.
Belajar al-Quran
Beliau memulai menghafal al-Quran dengan riwayat Hafs ketika menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Univ. Kairo, kepada Syekh Abdul Hakim bin Abdussalam Khatir (saat ini menjadi tim pentashih al-Quran di Madinah Munawwarah).
Kemudian beliau berhasil merampungkan hafalannya pada tahun 1985, kepada Syekh Muhammad Adam. Beliau juga menghafalkan kepada Syekh Muhammad Badawi al-Sayyid dengan sanad yang menyambung hingga ke Rasulullah. (Baca: Sekte Wahabi Serang Grand Syaikh Azhar Pasca Konferensi Aswaja di Chechnya)
Guru-guru Beliau
  • Beliau menghadiri majlis kitab al-Muwattha karya Imam Malik yang dibimbing oleh Syekh al-Hafiz al-Tijani pada tahun 1976 hingga 1978.
  • Beliau juga menghadiri majlis Syekh Muhammad Najib al-Muthi`I, penulis yang melengkapi kitab al-Majmu` Syarh al-Muhazzab. Beliau menghadiri majlis Syekh Muhammad Najib al-Muthi`I pada tahun 1978 hingga 1981, mempelajari kitab Shahih Bukhari, Hasyiyah Qalyubi wa al-Umairah, Ihya Ulumuddin, dan mendapatkan ijazah darinya dalam bidang fikih dan hadis.
  • Beliau juga menghadiri majlis kitab Syamail Muhammadiyah milik Imam Tirmizi yang dibimbing oleh Syekh Abdullah bin Siddiq al-Ghumari al-Hasani pada tahun 1980 di masjid Rusydi di kota Dokki. Dan beliau mendapatkan sanad dalam kitab hadis ini yang menyambung kepada Imam Tirmizi. Beliau juga menghadiri majlis Muwattha, dan kitab al-Luma` yang dibacakan oleh Syeikh Ali Jum`ah. Beliau terus menghadiri majlis Syekh Abdullah al-Ghumari hingga wafat pada tahun 1993.
  • Beliau juga menghadiri majlis yang dibimbing oleh Syeikh Ali Jum`ah di masjid al-Azhar. Mengkaji kitab Waraqat dan Jam`ul Jawami`, dan juga mengikuti pengajian Shahih Bukhari, Sahih Muslim dengan sanad yang bersambung kepada mereka. Beliau juga sempat mengikuti sebagian pengajian kitab Sunan Abi Dawud, Muqaddimah Ibnu Shalah, Mughni al-Muhtaj, al-Asybah wa al-Nazair, Kharidah Bahiyah, Fathul Qarib dan beberapa kitab lain.
Di antara guru-guru beliau yang lain adalah:
  • Syekh Ahmad al-Mursi.
  • Syekh Ismail Shadiq al-Adawi.
  • Syekh Kamal al-Annani.
  • Nasr Farid Washil mantan Mufti Negara Mesir.
  • Syekh Zaki Ibrahim al-Hasani.
  • Syekh Muhammad bin Alawi al-Maliki.
  • Syekh Muhammad bin Abdul Baits al-Kattani.
  • Syekh Muhammad Hasan Utsman.
  • Syekh Habib Ali al-Jufri al-Husaini.
  • Muhamamad Rabi` al-Jauhari.
  • Dan para guru lain selama belajar di al-Azhar. (SFA)

Kerajaan Arab Saudi wahabi salafi takfiri Gunakan Gelang Elektronik Buatan Intelijen Zionis Israel Untuk Melacak Jamaah Haji

Gelang_Elektronik_Haji
SALAFYNEWS.COM, RIYADH – Radio Israel berbahasa Ibrani mengungkapkan bahwa Saudi telah meneken mengontrak perusahaan JPS Israel untuk melacak pergerakan  jamaah haji sejak memasuki bandara Saudi sampai mereka kembali ke negara mereka dengan dalih untuk menjaga keamanan mereka. (Baca: Ulama Pakistan Kecam Saudi Tak Berikan Kebebasan Berhaji)
Situs Al-Ahram Mesir yang mengutip radio Israel melaporkan bahwa gelang-gelang elektronik yang disediakan untuk para jamaah haji di Saudi dilengkapi dengan GPS dimana mereka dapat memantau lokasi dan gerak-gerik para jamaah haji oleh badan intelijen Israel yang memiliki hubungan stategis dengan Saudi. (Baca: Tragedi Mina, Konspirasi Intellijen Zionis Mossad dan Saudi Culik Petinggi IRGC)
Sumber itu juga menambahkan bahwa insiden apapun yang terjadi, ruang operasi keamanan intelijen Saudi melalui gelang elektronik akan mendapatkan informasi yang diperlukan oleh perusahaan Israel. (Baca: Monarki Saudi Khianati Islam Taati Zionis)
Laporan media menyebutkan bahwa banyak dari negara-negara Muslim yang mengkritik buruknya pengelolahan haji pemerintah Saudi pada tahun lalu, setelah tragedi Mina, yang dianggap sebagai bencana terburuk dalam sejarah ibadah haji. (SFA) / http://www.salafynews.com/saudi-gunakan-gelang-elektronik-buatan-intelijen-israel-untuk-melacak-jamaah-haji.html

Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed al-Tayeb; Salafi Bukan Ahlisunnah

8a90e927-0e3f-41e8-8dc0-30ed0528d
SALAFYNEWS.COM, RIYADH – Ulama Saudi bereaksi marah terhadap pernyataan terbaru yang dikeluarkan oleh Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed al-Tayeb, yang mengeluarkan Salafi dari Sunni saat konferensi Islam Aswaja di Chechnya, Rusia.
Selama konferensi di Grozny, Chechnya, Sheikh Ahmed Tayeb mengatakan bahwa Salafi bukan Ahlussunnah, saat ia mendefinisikan apa yang dimaksud dengan Sunni. (Baca: Sekte Wahabi Serang Grand Syaikh Azhar Pasca Konferensi Aswaja di Chechnya)
Situs berita Ray al-Youm mengatakan dalam sebuah laporan pada hari Senin, bahwa pernyataan itu menyebabkan badai kemarahan di kalangan ulama pro-pemerintah di Arab Saudi.
Mereka mengatakan retorika yang digunakan oleh ulama Mesir selama konferensi itu lebih sejalan dengan kebijakan untuk melemahkan peraktek Wahhabisme di Arab Saudi dan membangun kepemimpinan Sunni baru, yang dominan di bawah naungan al-Azhar di Mesir.
Menurut laporan itu, beberapa ulama Saudi mengatakan konferensi yang dihadiri oleh para pemikir dari Mesir dan negara-negara yang didominasi Sunni lainnya, merupakan upaya pemerintah Rusia untuk memperdalam kesenjangan antara Arab Saudi dan Mesir. (Baca: Grand Mufti Al Azhar Bungkam Kelompok Penebar Sektarian, Sunni-Syiah Bersaudara)
Inisiatif Rusia itu dimaksudkan untuk menabur perselisihan di dunia Islam, kata ulama Saudi, dan mengatakan konferensi menargetkan Kerajaan Al Saud.
Laporan itu muncul satu hari setelah Sekretariat Jenderal Dewan Ulama Senior di Riyadh memperingatkan terhadap apa yang disebut menghasut dan memicu hasutan di antara Muslim yang berbeda pemikiran. (Baca: Serukan Persatuan Sunnah-Syiah Menteri Kebudayaan Mesir Diserang Ulama Ekstrimis Wahabi)
Lebih dari 100 ulama Muslim dari berbagai negara, termasuk Rusia, Suriah, Turki, India, Inggris, Lebanon, Mesir, Afrika Selatan dan Jordan, menghadiri konferensi Grozny pada 25-17 Agustus untuk memisahkan Ahlusunnah dari kelompok teroris Takfiri yang berideologi Wahabi dan telah mendatangkan malapetaka di Timur Tengah dan tempat-tempat lainnya.
Para ulama yang hadir dalam konferensi Aswaja, kebanyakan dari mereka terkenal di dunia Muslim, mengatakan bahwa kelompok-kelompok seperti ISIS, al-Nusra, al-Qaeda dll, yang berperang di bawah bendera Wahhabisme, tidak memiliki link ke Sunni sama sekali. (Baca: 7 Hasil Muktamar Internasional Aswaja di Chechnya)
Pemerintah Saudi, bersama dengan sekutunya, telah lama mensponsori militan Takfiri. Menurut laporan, rezim Riyadh baru-baru ini meningkatkan dukungan untuk gerilyawan Takfiri dalam menghadapi tentara Irak di Mosul dan kemajuan tentara Suriah di Aleppo dan di tempat lainnya. (SFA) / http://www.salafynews.com/imam-besar-al-azhar-sheikh-ahmed-al-tayeb-salafi-bukan-ahlisunnah.html

Apakah Tentara Zionis Israel Layak Amankan Haramain?

RIYADH, ARRAHMAHNEWS.COM –G4S, perusahaan binasional yang berada di bawah kendali Israel bertanggung jawab atas keamanan haji di Baitullah tahun ini, untuk kedua kalinya.
Menurut berita yang diterbitkan di media, perusahaan ini telah ditugaskan untuk bertanggung jawab atas semua peralatan, pelatihan, dukungan dan pengelolaan haji umat Islam yang merupakan ritual keagamaan terbesar di dunia, sejak tahun 2010 oleh penguasa Saudi. Hal tersebut menjadi dipertanyakan ketika saat bencana haji tahun 2015 lalu, hampir 7.000 jama’ah haji tewas dan hilang, sementara ribuan lainnya mengalami luka-luka. Meski bencana super dahsyat telah terjadi tahun lalu, lagi-lagi tahun ini Arab Saudi mengatur perusahaan G4S untuk memberikan layanan keamanan yang lebih luas untuk ritual suci umat Islam di seluruh dunia ini. (Baca juga:Merangkai Fakta Permainan Busuk MOSSAD Dan SAUDI Dibalik Tragedi Mina)
13940708000492_photoi
Lalu apakah G4S itu?
Perusahaan ini adalah perusahaan keamanan internasional dan terkenal di dunia. Perusahaan ketiga yang berafiliasi dengan kapitalis Zionis dan Inggris. Bahkan, kita bisa menganggapnya sebagai salah satu entitas intllijen dan mata-mata yang kuat. Perusahaan ini memiliki 657.000 karyawan. Ini adalah perusahaan swasta terbesar ketiga di dunia, setelah Foxconn dan Wal-Mart. “G4S” didirikan pada tahun 2004, dengan kantor pusat yang berbasis di kota Crawley, Inggris dan menyebar ke banyak negara dengan sangat cepat, mewakili nama-nama yang berbeda. CEO perusahaan adalah Ashley Martin Almanza. (Baca juga:Kerajaan Saudi Telah Melecehkan Tamu Allah Atas Tragedi Mina)
Bagaimana Ekonomi G4S?
Ekonomi perusahaan dikembangkan oleh proyek-proyek dan layanan yang diberikan kepada laporan internal perusahaan. Bagian dari transaksi pasar saham perusahaan dilakukan di Bursa Efek London serta Kopenhagen.
Yang luar biasa adalah bahwa sebagian besar media dunia telah mengumumkan bahwa perusahaan jatuh, namun saham perusahaan setelah resesi secara aneh bangkit kembali . (Baca juga:Grand Mufti Mekkah Kambing Hitamkan Tuhan atas Tragedi Mina)
G4S adalah pemegang saham utama di London Stock Exchange yang meningkat profitabilitasnya dalam insiden haji.
Almajal adalah perwakilan langsung dari G4S di Arab Saudi?
Majal G4S mewakili G4S, perusahaan di Arab Saudi yang dijalankan oleh Khalid al Baghdadi.
Perusahaan ini telah menjadi perusahaan terkuat dalam hal layanan keamanan di Arab Saudi hingga ke titik yang bertanggung jawab atas beberapa proyek besar di Arab Saudi. G4S meluncurkan layanannya kepada pemerintah Saudi sejak 2010 setelah perusahaan khusus (Almajal- G4S) didirikan di negara itu dan memilih kota Jeddah sebagai kantor pusatnya yang berada pada jarak 80 km dari Mekah. Menariknya, perusahaan “G4S” memiliki cabang di kota Khobar, serta Riyadh, Makkah, Thaif, Abha, Jizan, Tabuk, Madinah, Qassim, Hail, Jubail dan beberapa kota lainnya. (Baca juga:Israel-Saudi Awasi Jamaah Haji Dengan Gelang GPS)
Kenapa Arab Saudi lebih memilih bekerjasama dengan negara-negara non-Muslim?
Terlepas dari kenyataan bahwa penguasa Saudi membantah hubungan mereka dengan perusahaan mata-mata yang kuat seperti G4S tetapi informasi dan dokumen-dokumen menunjukkan bahwa Arab Saudi, dikarenakan kepentingan pemerintahnya, sama sekali tidak bersedia untuk mendapatkan bantuan dari negara-negara Islam dalam keadaan apapun untuk menjamin keamanan umat Islam dalam jama’ah Haji. Bagimanapun juga, Zionis dan perusahaan mata-matanya, yang menyediakan intelijen dan keamanan untuk penguasa Saudi telah mencoreng martabat umat Islam. Fungsi ini tidak hanya terbatas pada G4S tersebut. Tapi juga untuk perusahaan milik Zionis lain seperti perusahaan Perancis “Veolia”, yang mengkhususkan diri dalam layanan infrastruktur dan prasarana di bidang air dan daur ulang limbah serta produksi energi. (Baca juga:Kebijakan Politik Saudi, Kutukan Bagi Seluruh Timur Tengah)
Mereka telah menandatangani kontrak multi-juta dolar dengan pemerintah Saudi . Perusahaan ini dianggap sebagai salah satu perusahaan terkemuka yang direkomendasikan oleh Uni Eropa untuk segera berhenti dari bekerja dan menghadapi sanksi yang diusulkan oleh anggota serikat itu akibat banyak melaksanakan proyek-proyek Israel di Tepi Barat dan Palestina. (ARN) / https://arrahmahnews.com/2016/09/10/apakah-tentara-zionis-israel-layak-amankan-haramain/

Kongres AS Loloskan RUU yang Memungkinkan Korban 9/11 Menuntut Kerajaan Arab Saudi wahabi salafi takfiri

WASHINGTON, ARRAHMAHNEWS.COM – Kongres AS telah meloloskan RUU yang akan memungkinkan keluarga korban yang tewas dalam 11 September 2001, untuk menuntut pemerintah Arab Saudi, meskipun Gedung Putih telah mengancam akan memveto langkah tersebut. (Baca juga: Mantan Diplomat AS; Washington Sembunyikan Peran Saudi dan Israel Pada 9/11)
DPR AS meloloskan undang-undang dengan perolehan suara pada hari Jumat, yang memicu sorak-sorai dan tepuk tangan di ruang sidang, yang dua hari sebelumnya diperingati ulang tahun ke-15 atas serangan teror di New York dan Washington.
Senat AS dengan suara bulat telah menyetujui RUU yang dikenal sebagai ‘Justice Against Sponsors of Terrorism Act, pada bulan Mei, meskipun spekulasi bahwa itu dapat mengganggu hubungan antara Washington dan Riyadh.
“Undang-undang ini akan mengubah hukum internasional lama mengenai kekebalan diplomatik. Presiden Amerika Serikat merasakan kekhawatiran serius bahwa undang-undang ini akan membuat Amerika Serikat rentan dalam sistem pengadilan lain di seluruh dunia,” kata juru bicara Gedung Putih Josh Earnest yang mengatakan dalam jumpa pers. (Baca juga: Lagi, Arab Saudi Ancam AS Untuk Tidak Membeberkan Fakta 9/11)
Sebelumnya pada hari Jumat, Gedung Putih telah menegaskan bahwa Presiden AS Barack Obama akan memveto langkah tersebut.
Jika Obama melakukan ancaman veto sementara suara yang diperlukan dua pertiga dari DPR dan Senat masih mendukung langkah tersebut, maka itu akan menjadi yang pertama kalinya sejak kepresidenan Obama tahun 2009 bahwa Kongres telah ditimpa hak veto.
Hubungan antara pejabat Saudi dan teroris di balik serangan 9/11 terungkap ketika anggota parlemen AS merilis 28 halaman rahasia atas penyelidikan Kongres. (Baca juga: Analis; Kebenaran Peristiwa 9/11 Ancaman Bagi Israel)
Beberapa koneksi yang mencurigakan dituangkan dalam laporan antara 19 pembajak, yang 15 di antaranya adalah warga negara Saudi, dan pejabat monarki ini; Namun, tidak ada komentar yang dibuat tentang keterlibatan Saudi.
Arab Saudi sangat menentang pelolosan rancangan undang-undang tersebut, dan mengancam akan menjual $ 750 miliar asetnya di Amerika jika itu menjadi hukum.
Serangan 9/11 menewaskan hampir 3.000 orang dan menyebabkan kerugian sekitar $ 10 milyar dari kerusakan properti dan infrastruktur. (ARN) / https://arrahmahnews.com/2016/09/10/kongres-as-loloskan-ruu-yang-memungkinkan-korban-911-menuntut-arab-saudi/
 
Galeri Photo ABNA:

Aksi Unjuk Rasa Warga Masyhad Republik Islam Iran Kecam Kejahatan Rezim wahabi salafi takfiri kerajaan arab Saudi

Menurut Kantor Berita ABNA, usai melaksanakan shalat Jum’at (9/9), ribuan warga kota Masyhad tumpah ruah di jalan-jalan protokol kota tersebut dalam aksi unjuk rasa besar-besaran mengecam kejahatan-kejahatan Arab Saudi atas dunia Islam.
Ratusan ribu pengunjuk rasa yang memenuhi jalan-jalan kota juga memberikan dukungan pada Syaikh Isa Qasim, ulama Bahrain yang dipenjara rezim Ali Khalifah yang didukung Arab Saudi.
Aksi demonstrasi yang serentak dilakukan diseluruh kota-kota besar Iran tersebut juga untuk mengenang tragedi Mina yang merenggut nyawa lebih dari seribu orang jamaah haji pada pelaksanaan haji tahun lalu, dan tercatat korban jiwa terbanyak jamaah haji dari Iran.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al Uzhma Sayid Ali Khamanei dalam pernyataan terbarunya menyebut rezim Arab Saudi sebagai pohon terkutuk yang disebutkan dalam Al-Qur’an.

Mainsource : http://id.abna24.com/service/pictorial/archive/2016/09/09/777897/story.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar