(Tokoh Banua Banjar "Cinta Toleransi"Habib Agil Bahsin - Habib Ali Assegaf - Haji Makkie)
(Tokoh Banua Banjar "Cinta Toleransi"Habib Agil Bahsin - Habib Ali Assegaf - Haji Makkie)
Team Buletin MPR-Banjarmasin- Bulan Januari 2016 ini merupakan Tahun Duka bagi warga Banua Banjar, ini disebabkan Tokoh-tokoh Panutan warga banua Banjar, satu persatu telah meninggalkan kita untuk selamanya, di awali dengan meninggalnya Habib Agil Bahsin dan Habib Ali Assegaf yang merupakan Tetuha Kaum Alawiyin / Habib di Banjarmasin, dimana beliau berdua terus menyuarakan Ukhuwah / Persatuan sesama ummat Islam apapun Mazhab pemikirannya, baik Islam Sunni maupun Islam Syi'ah sehingga ummat Islam Banua Banjar bisa menjadi panutan kerukunan antar ummat beragama dan sesama ummat beragama serta sesama ummat manusia, ditengah gempuran aliran-aliran "anti perbedaan" yang berfahamkan takfiri (suka mengkafirkan orang lain dan menganggap diri sendiri dan golongan atau mazhabnya saja yang benar dan orang lain salah..!!!).
Sebelumnya kita tahu bersama pada tanggal 15 April 2014 yaitu pada hari Senin malam pukul 02.15 Wita dinihari seorang sesepuh Habib Islam Syi'ah telah wafat. Gajah mati meninggalkan gading, sedangkan manusia mati meninggalkan nama.. Begitulah al Habib Husein Assegaf dari kota Rantau, beliau yang merupakan Tokoh dan Sesepuh Habaib Islam Syi'ah 12 Imam / Imamiah / Mazhab Jakfari yang berusia lebih dari 80 tahun telah menghembuskan nafas yang terakhir
Beliau adalah Tokoh Pemersatu Islam Syi'ah dan Islam Sunni di Kalimantan Selatan. Dimanapun ada Undangan Acara yang diselenggarakan Islam Sunni maupun Islam Syi'ah, beliau selalu bersedia hadir, tanpa memikirkan usia beliau yang sudah uzur, baik sedang sakit ataupun sehat, karena menurut Prinsip beliau Silaturahmi lebih diutamakan. Sehingga dimanapun beliau hadir, baik di acara Islam Syi'ah maupun Islam Sunni, maka beliau pasti didaulat untuk membacakan Do'a Penutup Acara yang punya hajat dan biasanya baik Islam Sunni maupun Islam Syi'ah banyak yang akan berebut untuk berfoto dengan beliau.
Habib Husein Assegaf Rantau Sesepuh Habaib Islam Syi'ah Meninggal Dunia, Tokoh Habaib Islam Sunni pun bertahlil & Membacakan Doa Ziarah Untuk Beliau... Hidup Persatuan Islam Sunni dan Islam Syi'ah...Hidup Persatuan Islam... Salam Cinta & Kedamaian untuk semua manusia dan semua yang mengaku beragama....
Dan inilah beberapa Komentar Tokoh-tokoh yang ada di Kalimantan Selatan tentang Sosok Habib Sesepuh Islam Syi'ah Kalimantan Selatan :
- Habib Hamid al Idrus, "Beliau adalah Panutan sekaligus Orang Tua bagi para Pecinta Ahlulbait & Para Zuriat Rasulillah".
- Habib Abdullah Assegaf salah satu Habib Islam Sunni Banjarmasin,"Beliau adalah orang baik yang mungkin takkan bisa tergantikan".
- Habib Abdullah al Hamid Tokoh Islam Sunni Banjarmasin,"Setiap diundang beliau pasti datang, beliau adalah Salah Satu Tokoh Pemersatu Islam Sunni dan Islam Syi'ah Kalimantan Selatan".
- Habib Aba Fathimah al Habsy,"Beliau adalah Tokoh Sederhana yang layak untuk dijadikan panutan Ummat Manusia dan Ummat Islam".
- Habib Ali Al-Habsy Martapura,"Beliau adalah Tokoh Habaib Islam Syi'ah yang bisa merekatkan para Habaib Islam Sunni dan Islam Syi'ah".
- KH.Busyairi Ali Hurian Fahmi, SHI, MHI,"Beliau adalah Tokoh Habaib yang bisa menyatukan antara orang Jaba/Non Habib dan Habib sehingga sama dimata Allah, kecuali Takwanya"
- Al Habib Ali Habsy (Cirebon/Pekalongan/Martapura/Banjarbaru/Banjarmasin), "A'zhomallah ujurokum.. Turut Berduka atas wafatnya Orang Tua, Tauladan, Pembimbing dan Salah satu Cucu Terbaik Rasulullah, Habib Husein Assegaf (Rantau).
"Wahai Habib..!
Kau telah ajarkan kepada Kami
Kerendahan dan Keluasan Hati..
Kau Telah ajarkan kepada Kami
Kesabaran Tak Bertepi..
Kau telah ajarkan kepada Kami Indahnya Silaturrahmi...
Kau telah ajarkan kepada kami Keikhlasan yang Murni....
Kau telah ajarkan kepada kami Pentingnya arti Ukhuwah...
Selamat Jalan Ya Habib...
Selamat Jalan Pejuang...!!! "
-Team
Buletin MPR & Team Banjarkuumaibungasnya,"Beliau telah berjuang
untuk Ummat Manusia & Ummat Islam dengan sentuhan Akhlak &
Keimanan yang sesuai dengan Pribadi Agung Nabi Muhammad Sang Utusan
Allah SWT".
Dan
masih banyak komentar-komentar kebaikan lainnya tentang beliau yang
tidak bisa kami tampilkan satu-persatu diulasan singkat ini.
Menurut
pantauan team Buletin MPR, Tokoh-tokoh Ulama Islam Sunni maupun Islam
Syi'ah pun berdatangan, terlihat dari Kota Bangil Jawa Timur al Muqarrom
al Habib Muhammad bin Syech Abu Bakar, dari Jakarta ada al Muqarrom al
Habib Hidayat al Habsy, dari Martapura pun tiba al Habib al Muqarrom
Quraish Syahab serta para Ikatan Pecinta Allawiyin Banjarmasin dan
Kalimantan Selatan.
Setelah
tiba rombongan Habib Bagir Assegaf dan Syarifah Soraya Assegaf yang
merupakan anak dari almarhum Habib Husein Assegaf Rantau, maka prosesi
pemakamanpun dilanjutkan dengan Pembacaan Sholawat, Azan, Tahlil dan
Do'a Ziarah Kubur.
Selamat Tinggal Pejuang Islam Nabi Muhammad Saww....
Selamat datang di pangkuan Datukmu Nabi Muhammad Rasulullah
Selamat datang di dekapan washyi Rasulillah Sayidina 'Ali ra wa Fathimah Sang Qurrata 'aini Rasulillah
Selamat datang di barisan para syuhada al Imam Hasan & Imam Husain Penghulu Pemuda Surga
Semoga Kami Para Pecinta Kedamaian dan Persatuan..
bisa meneruskan cita-citamu untuk mengenalkan Islam yang Toleran terhadap berbagai Mazhab dan Toleran terhadap sesama manusia...
Salam Cinta & Persaudaraan sesama Ummat Manusia dan Ummat Islam
Sholawat dan Al Fatihah Kami Persembahkan...
Selamat Jalan Ya Habib Husein Assegaf Rantau....!!!!!
Inilah sebagian artikel yang dapat kami temui di dunia maya dan di screenshoot tentang kedua habib tersebut :
Habib Agil berada di komunitas IKAPA (Ikatan Persaudaraan Alawiyyin) Banjarmasin
Sumber : http://kabarbanjarmasin.com/posting/persaudaraan-alawiyyin-banjarmasin-untuk-kerukunan.html
Habib Ali bin Muhammad Assegaf Meninggal Dunia
Habib
Agil bin Salim Bahsin, salah satu sesepuh Alawiyyin di Banjarmasin
meninggal dunia, Jumat (22/1/2016) / 12 Rabiul Akhir 1437 Hijriah, jam
10.55.
Ami Agil, panggilan akrabnya, meninggal dunia dalam usia 72 tahun setelah sempat menjalani dua kali perawatan di RS Sari Mulia Banjarmasin.
Habib Habib Agil bin Salim Bahsin (sarung biru) dalam suatu acara keagamaan.
Habib Agil terkenal memiliki sifat rendah hati, simpatik dan akrab dengan kalangan muda Alawiyyin. Almarhum adalah Penasihat Ikatan Persaudaraan Alawiyyin (IKAPA) Banjarmasin dan mantan Wakil Ketua Rabithah Alawiyah Banjarmasin.
Sebagai seorang narasumber utama dunia habaib di Banjarmasin, almarhum kaya dengan informasi dan sering berbagi pengetahuan tentang sejarah dan kisah-kisah habib di Kalimantan Selatan tempo doeloe, khususnya Banjarmasin, dengan sejumlah wartawan yang mewawancarai. ahm
- See more at: http://kabarbanjarmasin.com/posting/habib-agil-bin-salim-bahsin-meninggal-dunia.html#sthash.8tdfav1I.dpuf
Ami Agil, panggilan akrabnya, meninggal dunia dalam usia 72 tahun setelah sempat menjalani dua kali perawatan di RS Sari Mulia Banjarmasin.
Habib Habib Agil bin Salim Bahsin (sarung biru) dalam suatu acara keagamaan.
Habib Agil terkenal memiliki sifat rendah hati, simpatik dan akrab dengan kalangan muda Alawiyyin. Almarhum adalah Penasihat Ikatan Persaudaraan Alawiyyin (IKAPA) Banjarmasin dan mantan Wakil Ketua Rabithah Alawiyah Banjarmasin.
Sebagai seorang narasumber utama dunia habaib di Banjarmasin, almarhum kaya dengan informasi dan sering berbagi pengetahuan tentang sejarah dan kisah-kisah habib di Kalimantan Selatan tempo doeloe, khususnya Banjarmasin, dengan sejumlah wartawan yang mewawancarai. ahm
- See more at: http://kabarbanjarmasin.com/posting/habib-agil-bin-salim-bahsin-meninggal-dunia.html#sthash.8tdfav1I.dpuf
Mainsource : http://kabarbanjarmasin.com/posting/habib-ali-bin-muhammad-assegaf-meninggal-dunia.html
Innalillahi Wainnailaihiroziun, Ketua MUI Kalsel H Ahmad Makkie Meninggal Dunia
Rabu, 27 Januari 2016 15:51
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Inalillahi wainailaihir roziun, Ketua MUI Kalsel H Ahmad Makkie
meninggal dunia. Almarhum meninggal dunia dikediaman di Jalan Cempaka
Sari Banjarmasin Barat, Rabu (27/1/2016), pukul 15.00 Wita.
Info wafatnya mantan Bupati Tapin tersebut beredar melalui pesan di WA dan BB. Para kerabat langsung mengucapkan bela sungkawa dan turut berduka cita atas wafatnya Ketua MUI Kalsel tersebut.
"Innalillahi wainailahiroziun, telah meninggal dunia Pak H Ahmad Makkie Ketua MUI
Kalsel. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT...Amin
YRA," kata M Fahmi Noor, Wakil Pimpinan Banjarmasin Post Group.
Pemimpin Redaksi Banjarmasin Post Group Yusran Pare juga mengucapkan bela sungkawa. "Innalillahi wainnailaihiroziun" ujarnya melalui pesan WA. (http://banjarmasin.tribunnews.com/2016/01/27/ketua-mui-kalsel-h-ahmad-makkie-meninggal-dunia)
BANJARMASIN - Rupanya tak hanya umat muslim yang merasa kehilangan atas meninggalnya Ketua MUI Kalsel, H Ahmad Makkie.
Tampak hadir di rumah duka Ketua Keuskupan Banjarmasin Romo Susilo bersama rombongan.
Menurut Romo Susilo, rasa tolerasi yang tinggi dari Ahmad Makkie adalah suatu hal yang paling berkesan buatnya.
"Rasa toleransi beliau sangat tinggi. Kita dari semua umat beragama, selama merasa dirangkul oleh beliau," ujarnya.
Hal itu, menurut dia yang paling berperan selama ini dalam menjaga dan memoerjuangkan rasa tolerasi antar umat beragama di Kalsel.
"Makanya kami semua pun sangat kehilangan beliau," ujarnya.
Ketua MUI Kalsel Ahmad Makkie dikabarkan meninggal dunia Rabu (27/1/2016) siang akibat sakit yang dideritanya.
Alhmarhum meninggal di rumah duka di Jalan Cempaka Sari 2 nomor 78, Banjarmasin.
Rencanya almarhum Ahmad Makkie akan dimakamkan Kamis (28/1/2016) di kampung halamannya di Birayang, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. (http://banjarmasin.tribunnews.com/2016/01/27/romo-keuskupan-banjarmasin-juga-melayat-ketua-mui-kalsel-h-ahmad-makkie)
BANJARMASIN - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi
Kalimantan Selatan Ahmad Makkie berpulang ke Rahmatullah pada hari Rabu
kemarin sekitar pukul 15.10 Wita akibat penyakit asma.
Mantan Bupati Tapin itu wafat di kediamannya Jalan Cempaka Sari II Komplek Gunung Sari Ujung, Banjarmasin.
Bapak enam putra, 12 cucu dan dua cicit tersebut sebelumnya sempat dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin selama 12 hari. Setelah tiga haru pulang ke rumah, Ahmad Makkie menghembuskan nafas terakhirnya.
Alharmum dikebumikan di alkah keluarga di lingkungan Pesanteren Tahfizul Qur’an di Desa Luk Basar, Batang Alai, Hulu Sungai Tengah (HST), Kamis (27/1/2016).
“Kita keluarga menerima dengan ikhlas kepergian beliau menghadap sang pencipta,” tutur salah satu putra almarhum, Haris Makkie.
Ia mengungkapkan, dirinya sangat mengidolakan dan menyayangi ayahnya bukan karena status hubungan darah sebagai orangtua, tetapi juga guru dan teman dekat.
“Beberapa jam sebelum meninggal, ayah masih bisa berkomunikasi dengan kami dan menyampaikan pesan agar kami jangan sampai meninggalkan kewajiban kepada Allah SWT serta selalu rukun bersaudara,” ingatnya.
Ahmad Makkie dikenal sebagai Bupati Tapin dua periode 1983-1993. Ia lantas menjadi anggota DPRD Kalsel dari Partai Golkar. Terakhir, Ahmad Makkie masuk sebagai anggota DPD RI priode 2004-2009. Setelah itu, ia dipercaya menjabat Ketua MUI Kalsel hingga akhir hayatnya ini. (ANT/B-12/ http://www.borneonews.co.id/berita/27784-ketua-mui-kalsel-berpulang-ke-rahmatullah)
Info wafatnya mantan Bupati Tapin tersebut beredar melalui pesan di WA dan BB. Para kerabat langsung mengucapkan bela sungkawa dan turut berduka cita atas wafatnya Ketua MUI Kalsel tersebut.
Pemimpin Redaksi Banjarmasin Post Group Yusran Pare juga mengucapkan bela sungkawa. "Innalillahi wainnailaihiroziun" ujarnya melalui pesan WA. (http://banjarmasin.tribunnews.com/2016/01/27/ketua-mui-kalsel-h-ahmad-makkie-meninggal-dunia)
Romo Keuskupan Banjarmasin Juga Melayat Ketua MUI Kalsel H Ahmad Makkie
Rabu, 27 Januari 2016 20:21
banjarmasinpost.co.id/rahmadhani
Romo dari Keuskupan Banjarmasin dan rombongan juga melayat ke kediaman almarhum H Ahmad Makkie, Rabu (27/1/2016).
Tampak hadir di rumah duka Ketua Keuskupan Banjarmasin Romo Susilo bersama rombongan.
Menurut Romo Susilo, rasa tolerasi yang tinggi dari Ahmad Makkie adalah suatu hal yang paling berkesan buatnya.
"Rasa toleransi beliau sangat tinggi. Kita dari semua umat beragama, selama merasa dirangkul oleh beliau," ujarnya.
Hal itu, menurut dia yang paling berperan selama ini dalam menjaga dan memoerjuangkan rasa tolerasi antar umat beragama di Kalsel.
Ketua MUI Kalsel Ahmad Makkie dikabarkan meninggal dunia Rabu (27/1/2016) siang akibat sakit yang dideritanya.
Alhmarhum meninggal di rumah duka di Jalan Cempaka Sari 2 nomor 78, Banjarmasin.
Rencanya almarhum Ahmad Makkie akan dimakamkan Kamis (28/1/2016) di kampung halamannya di Birayang, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. (http://banjarmasin.tribunnews.com/2016/01/27/romo-keuskupan-banjarmasin-juga-melayat-ketua-mui-kalsel-h-ahmad-makkie)
Innalillahi Wainnailaihiroziun
Ketua MUI Kalsel Berpulang ke Rahmatullah
PENGHARGAAN: Ketua Umum MUI Kalimantan Selatan, KH Ahmad Makkie
(tengah/semasa hidup) ketika menerima anugerah penghargaan Pena Hijau
Award 2012 dari Komunitas Wartawan Pena Hijau.
Mantan Bupati Tapin itu wafat di kediamannya Jalan Cempaka Sari II Komplek Gunung Sari Ujung, Banjarmasin.
Bapak enam putra, 12 cucu dan dua cicit tersebut sebelumnya sempat dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin selama 12 hari. Setelah tiga haru pulang ke rumah, Ahmad Makkie menghembuskan nafas terakhirnya.
Alharmum dikebumikan di alkah keluarga di lingkungan Pesanteren Tahfizul Qur’an di Desa Luk Basar, Batang Alai, Hulu Sungai Tengah (HST), Kamis (27/1/2016).
“Kita keluarga menerima dengan ikhlas kepergian beliau menghadap sang pencipta,” tutur salah satu putra almarhum, Haris Makkie.
Ia mengungkapkan, dirinya sangat mengidolakan dan menyayangi ayahnya bukan karena status hubungan darah sebagai orangtua, tetapi juga guru dan teman dekat.
“Beberapa jam sebelum meninggal, ayah masih bisa berkomunikasi dengan kami dan menyampaikan pesan agar kami jangan sampai meninggalkan kewajiban kepada Allah SWT serta selalu rukun bersaudara,” ingatnya.
Ahmad Makkie dikenal sebagai Bupati Tapin dua periode 1983-1993. Ia lantas menjadi anggota DPRD Kalsel dari Partai Golkar. Terakhir, Ahmad Makkie masuk sebagai anggota DPD RI priode 2004-2009. Setelah itu, ia dipercaya menjabat Ketua MUI Kalsel hingga akhir hayatnya ini. (ANT/B-12/ http://www.borneonews.co.id/berita/27784-ketua-mui-kalsel-berpulang-ke-rahmatullah)
Tambahan Artikel tentang Ketua MUI Haji Makkie :
Team Buletin MPR-Banjarmasin- Hari ini Rabu tanggal 24 Desember 2014 atau bertepatan dengan 2 Rabiul Awwal 1435 H diadakan Seminar Ulama "Merajut Ukhuwwwah & Toleransi Umat Beragama" dengan Topik : Peringatan Asyura dalam Perspektif Syi'ah dan Muhammadiyah (Tinjauan Normatif, Historis dan Sosiologis), yang mana dalam Banner didalam Ruang Seminar terpampang tulisan sebagai Narasumber adalah Dr.H.Muhsin Labib (Ketua DPP Ahlulbait Indonesia), namun yang hadir adalah salahsatu Tokoh Ulama Muda Islam Syi'ah asal Pekalongan Jawa Tengah yaitu Sayyid / Habib Thoha Al-Musawwa lulusan kota pelajar Qum Negara Republik Islam Iran dan Prof.Dr.Ahmad Khairuddin,M.Ag Ketua DPD Muhammadiyah Provinsi Kalimantan Selatan.
Sebenarnya dari Jam 8 pagi Team Buletin MPR sudah berada dilokasi Acara Seminar yang dikatakan akan digelar di Gedung Serba Guna / Aula / Auditorium Masjid Raya Sabilal Mukhtadin Banjarmasin, namun ternyata Acara Seminar di gelar di Ruang Kantor MUI Kalimantan Selatan yang terletak diseberang Gedung Serba Guna / Aula / Auditorium Masjid Raya Sabilal Mukhtadin Banjarmasin sekitar pukul 11 Wita siang.
Dan sebagai info tambahan, sebelum Seminar digelar, paginya ada warga Banua Banjar yang melangsungkan Akad Nikah di dalam Ruang Induk Mesjid Raya Sabilal Mukhtadin Banjarmasin.
Sungguh disayangkan, ulama-ulama Wahabi Salafi yang menjadi Pengasuh
Tetap Mesjid Imam Syafe'i (Pengikut Imam Syafe'i Indonesia MENYUKAI
Acara Tahlil, Haulan dan Maulidan, tetapi Pengasuh Mesjid ini dengan
menamakan Masjidnya Imam Syafe'i mencoba menipu masyarakat dengan
MEMBENCI acara Haul, Tahlilan dan Maulidan...ckckckck...kenapa Mesjidnya
tidak ganti nama aja jadi Mesjid Wahabi Salafi..????) yang beralamat di
jalan Komplek AMD km 7 Banjarmasin seperti Khairullah,LC dan Ahmad
Zainuddin, LC yang sering mengkafirkan Islam Syi'ah TIDAK HADIR dalam
seminar ini. (Biasa..^_^... ulama-ulama salafi wahabi biasanya Hadir
& Menghakimi hanya ketika Ulama-ulama Islam Syi'ah atau Ulama-ulama
Islam Sunni Tidak diHadirkan / Penghakimam Sepihak tanpa klarifikasi,
contoh masih ingatkan Penghakiman terhadap Islam Syi'ah di Mesjid Hasan
Majedi jalan Kayutangi Banjarmasin yang notabene Mesjid yang dimiliki
orang-orang Muhammadiyah..Ironis...)
Namun dalam Seminar hari ini sungguh mengagetkan, pemaparan Islam Sunni dari Muhammadiyah yang di wakili oleh Prof.Dr.Ahmad Khairuddin,M.Ag Ketua DPD Muhammadiyah Provinsi Kalimantan Selatan berkesan Pembelaan terhadap Islam Sunni dan membawa Persaudaraan terhadap Islam Syi'ah, sungguh memukau audience yang hadir, sampai-sampai beliau mengatakan hanya Negara Republik Islam Iran yang Islam Syi'ah lah yang berani menentang Hegemoni Barat dan mewakili Islam dalam capaian Tekhnologi Nuklir untuk Damai, apalagi dengan penerapan Sistem Wilayatul Faqih negara Iran, dimana Ulama disana adalah Penentu Politik dan Permasalahan Agama.
Selain itu Al-Habib Abdillah Ba'bud yang merupakan satu perwakilan Komunitas Islam Syi'ah di Banjarmasin memaparkan secara gamblang tentang Penentangan-penentangan yang dilakukan oleh orang-orang dekat dari Orang yang di Pilih Allah SWT. Seperti Nabi Adam yang mempunyai Anak Habil & Qabil, yang satu mengikuti Nabi sedangkan satunya mengikuti Iblis, Nabi Nuh setelah sekian lama berdakwah dan ummat yang banyak, hanya mendapatkan 1 (Satu) kapal Bahtera Keselamatan, Nabi Ya'qub yang mempunyai anak-anak yang mengincar kematian saudaranya Nabi Yusuf as. Hingga setelah wafatnya Nabi Muhammad, orang-orang yang mengaku Islam pun tega Mencincang dan Membunuh salah satu Penghulu Pemuda Surga dan salah satu cucu kesayangan Nabi Muhammad Saww yaitu Sayidina Husain..oh sungguh tragis.
Yang jelas, pemaparan dari Ulama Muda Kharismatik Islam Syi'ah 12 Imam / Mazhab Jakfari Al-Habib Thoha Al-Musawwa yang berkesan Persaudaraan Islam Syi'ah dan Islam Sunni lebih diutamakan, sebenarnya memancing banyak pertanyaan dari Peserta Seminar yang hadir, namun apa daya, mengingat terbatasnya waktu dan juga adanya kegiatan lanjutan dari Ketua MUI Kalimantan Selatan Haji Makkie dan staff setelah sholat Zuhur ditempat lain, maka Moderator pun akhirnya menutup acara menjelang Sholat Zuhur. Namun sebelum ditutup salah seorang peserta seminar yang merupakan perwakilan Anggota DPRD Kalimantan Selatan pun berujar untuk mengingatkan Panitia Seminar, agar lebih panjang membikin program Acara Seminar dan agar lebih lebih lengkap menghadirkan Nara Sumber, baik dari NU, Muhammadiyah, Syi'ah, Sunni, bahkan Salafi Wahabi, serta berharap Acara seminar semacam ini terus diprogramkan atau dijadwalkan.
Seminar ini dihadiri juga para Intel dari Polresta Banjarmasin, LDII, Hizbutahrir dan Warga dari kalangan Akademisi dan Non Akademisi.
Sesi Foto bersama dan sedikit wawancara bersama Moderator acara Seminar pun dilaksanakan setelah usainya acara tersebut. Oleh-olehnya dari Kegiatan MUI Kalimantan Selatan adalah uang saku senilai Rp.50.000,- , Nasi Kotak dan Kalender dari MUI Kalimantan Selatan.
Liputan dari Media Cetak, Radio dan Elektronik seperti TV pun hampir tidak ada, padahal Gaung Ukhuwwah / Persaudaraan Islam Sunni & Islam Syi'ah seperti ini mestinya disiarkan kesemua lapisan masyarakat agar tercerahkan dan tidak mudah diadu domba oleh para ulama-ulama karbitan yang hanya ingin Islam terpecah-belah.
Kesan Pertama Sungguh Menggoda, akankah Islam Sunni dan Islam Syi'ah Kalimantan Selatan akan terus berukhuwwah / bersaudara ditengah Propaganda dan Adu domba Zionis Takfiri Wahabi Salafi yang menginginkan Islam Syi'ah dan Islam Sunni "Bentrok"..?????!!!! Semoga persaudaraan ini terus berlanjut, sehingga tidak mudah terprovokasi satu sama lain.....amin ya rabbal 'allamin. (24/12/2014/ffm/ra/ynk/r/bjm)
Lalu seperti apakah perspektif kenabian dalam Sunni, Syiah dan Ahmadiyah?
Dalam seminar yang digelar oleh Fakultas Aqidah Filsafat Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan tema “KONSEP KENABIAN LINTAS ALIRAN: Implementasi Islam Rahmatan lil Alamin dalam Perbedaan,” pada Rabu (17/9) di gedung Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, narasumber dari tiga aliran Islam di Indonesia yaitu, Sunni, Syiah dan Ahmadiyah menjelaskan konsep kenabian yang mereka anut saat ini.
Perspektif Kenabian Ahmadiyah
Bagi Ahmadiyah, pintu kenabian setelah Nabi Besar Muhammad Saw masih terbuka, sehingga memungkinkan peluang bagi adanya nabi setelah Nabi Muhammad Saw. Tapi nabi yang muncul setelah Nabi Muhammad Saw kenabiaannya disebut dengan Kenabian Ummati, karena sebelumnya telah menjadi umat nabi Muhammad Saw terlebih dahulu. Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan Ahmadiyah, Prof. Abdul Rozzaq.
Rozzaq mendasari pemahamannya tersebut dari Surah An Nisa, ayat 69 yang menurutnya dalam ayat tersebut diartikan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, ada yang termasuk Nabi, ada yang termasuk Siddiq, ada yang termasuk Syahid dan ada yang termasuk Shaleh.
Nah, Nabi yang disebutkan dalam ayat tersebut, menurut Rozzaq adalah Nabi setelah Nabi Muhammad Saw, yang disebut dengan Nabi Ummati itu. Sebab menurut Rozzaq jika tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad, maka pengikut Nabi pun tidak ada yang Siddiq, tidak ada yang Syahid dan tidak ada yang Shaleh.
“Oleh karena itu jamaah Ahmadiyah mempunyai keyakinan bahwa sesudah Rasulullah Saw itu pintu kenabian masih terus terbuka,” terang Rozzaq.
Rozzaq menegaskan bahwa Nabi setelah Rasulullah yang dimaksud adalah Nabi itu hanya menghidupkan Islam kembali dan menegakkan syariat Islam kembali tanpa sedikitpun menambah, mengurangi ataupun mengganti. Tapi betul-betul sebagai Nabi pelayan Umat.
Terkait dengan hadis La Nabiyya Ba’da yang berarti tidak ada nabi lagi sesudah Nabi Muhammad Saw menurut Rozzaq, hadis tersebut ditujukan pada nabi baru yang membawa Syariat baru dan mengubah apa yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. Hal ini menurut Rozzaq telah ditafsirkan oleh banyak mufasir pada jaman dulu seperti Imam As-Sya’roni.
Perspektif Kenabian Sunni
Dr. Edwin Syarif, MA, perwakilan dari Sunni yang merupakan seorang akademisi menerangkan bahwa di dalam Sunni, pintu kenabian setelah Nabi Muhammad Saw sudah tertutup. Nabi Muhammad Saw adalah Nabi yang terakhir dan tidak ada lagi Nabi setelahnya. Nabi jenis apapun tidak ada dan tertutup setelah Nabi Muhammad Saw.
“Hal itu karena Nabi Muhammad adalah Khatamun Nabiyyin,” terang Edwin.
Namun Edwin menjelaskan bahwa tidak tertutup kemungkinan bila ada seseorang memiliki kemampuan atau mampu mencapai tingkat kenabian. Seperti halnya yang disampaikan oleh al-Ghazali, bahwa seseorang bisa mencapai ilmu Laduni. Yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan hal-hal yang trasenden dan metafisik.
“Saya tidak akan mengatakan itu nabi, itu sulit,” terang Edwin.
Perspektif Kenabian Syiah
Dr. Muhsin Labib yang mewakili Muslim Syiah menjelaskan bahwa konsep kenabian di dalam Syiah itu bukan berfokus pada sosok nabinya tapi lebih pada menyelesaikan konsep kenabiannya terlebih dahulu. Dengan ini akan menunjukkan perbedaan epistemologis dalam memahami kenabian dengan Sunni ataupun dengan Ahmadiyah.
Konsep Kenabian menurut Muhsin adalah pemaknaan teologis dari konsep mediasi antara Tuhan dengan manusia. Di dalam persoalan filsafat selalu muncul pertanyaan, bagaimana Tuhan yang tidak terbatas bisa berhubungan dengan manusia yang terbatas? Sejak awal para filosof berusaha untuk mejawab pertanyaan tersebut yang akhirnya memunculkan berbagai macam teori filsafat seperti teori Emanasi, Iluminasi dan Trasenden Teosofi.
Dengan munculnya teori-teori tersebut menunjukkan bahwa konsep Nubuwwah atau tentang kenabian perlu diselesaikan terlebih dahulu. Setelah konsep tentang Nabi selesai, barulah kemudian bisa mengidentifikasi figur atau sosok Nabinya. Dengan kata lain dalam Syiah harus dijelaskan terlebih dahulu tentang “apa” kemudian berlanjut pada penjelasan “siapa.”
“Sebab tidak mungkin kita menjelaskan tentang ‘siapa-nya’ tanpa tahu lebih dulu tentang ‘apa-nya.’” terang Muhsin.
Setiap aliran dalam Islam memiliki persepsi masing-masing tentang konsep kenabiannya, namun hal ini hendaknya dipandang sebagai khazanah pemikiran Islam yang memberi warna bagi Islam itu sendiri dan bukan untuk saling memberikan label sesat dan saling bunuh.
Dengan upaya saling menghomati tiap persepsi tentang kenabian itulah, maka Islam rahmatan lil ‘alamin akan dapat dicapai. (Lutfi/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/5195/konsep-kenabian-sunni-syiah-dan-ahmadiyah/)
Namun dalam Seminar hari ini sungguh mengagetkan, pemaparan Islam Sunni dari Muhammadiyah yang di wakili oleh Prof.Dr.Ahmad Khairuddin,M.Ag Ketua DPD Muhammadiyah Provinsi Kalimantan Selatan berkesan Pembelaan terhadap Islam Sunni dan membawa Persaudaraan terhadap Islam Syi'ah, sungguh memukau audience yang hadir, sampai-sampai beliau mengatakan hanya Negara Republik Islam Iran yang Islam Syi'ah lah yang berani menentang Hegemoni Barat dan mewakili Islam dalam capaian Tekhnologi Nuklir untuk Damai, apalagi dengan penerapan Sistem Wilayatul Faqih negara Iran, dimana Ulama disana adalah Penentu Politik dan Permasalahan Agama.
Selain itu Al-Habib Abdillah Ba'bud yang merupakan satu perwakilan Komunitas Islam Syi'ah di Banjarmasin memaparkan secara gamblang tentang Penentangan-penentangan yang dilakukan oleh orang-orang dekat dari Orang yang di Pilih Allah SWT. Seperti Nabi Adam yang mempunyai Anak Habil & Qabil, yang satu mengikuti Nabi sedangkan satunya mengikuti Iblis, Nabi Nuh setelah sekian lama berdakwah dan ummat yang banyak, hanya mendapatkan 1 (Satu) kapal Bahtera Keselamatan, Nabi Ya'qub yang mempunyai anak-anak yang mengincar kematian saudaranya Nabi Yusuf as. Hingga setelah wafatnya Nabi Muhammad, orang-orang yang mengaku Islam pun tega Mencincang dan Membunuh salah satu Penghulu Pemuda Surga dan salah satu cucu kesayangan Nabi Muhammad Saww yaitu Sayidina Husain..oh sungguh tragis.
Yang jelas, pemaparan dari Ulama Muda Kharismatik Islam Syi'ah 12 Imam / Mazhab Jakfari Al-Habib Thoha Al-Musawwa yang berkesan Persaudaraan Islam Syi'ah dan Islam Sunni lebih diutamakan, sebenarnya memancing banyak pertanyaan dari Peserta Seminar yang hadir, namun apa daya, mengingat terbatasnya waktu dan juga adanya kegiatan lanjutan dari Ketua MUI Kalimantan Selatan Haji Makkie dan staff setelah sholat Zuhur ditempat lain, maka Moderator pun akhirnya menutup acara menjelang Sholat Zuhur. Namun sebelum ditutup salah seorang peserta seminar yang merupakan perwakilan Anggota DPRD Kalimantan Selatan pun berujar untuk mengingatkan Panitia Seminar, agar lebih panjang membikin program Acara Seminar dan agar lebih lebih lengkap menghadirkan Nara Sumber, baik dari NU, Muhammadiyah, Syi'ah, Sunni, bahkan Salafi Wahabi, serta berharap Acara seminar semacam ini terus diprogramkan atau dijadwalkan.
Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
- Ketua Umum Masjid Imam Syafi’i Banjarmasin Kalsel
- Dai Islamic Center Damman, Saudi Arabia (2005-2013)
- Alumnus S1 Universitas Islam Madinah, Fak Hadits
Ustadz Ahmad Zainuddin Lc, pengasuh Mesjid "Takfiri Wahabi Salafi" Imam Syafe'i Banjarmasin
dan Pembicara Ustadz Zezen Zainal Mursalin, Lc
serta Ustadz Khairullah,Lc :
Buku Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah di Indonesia "DITANTANG" Buku Putih Mazhab Syiah sebagai Pembanding..!!!!!
Buku Kecil,"Mengapa Saya Keluar dari
Syiah" di JAWAB TUNTAS dengan Buku Tebal, "Demi Allah Junjunglah
Kebenaran", Hayo BERANI BACA tidak...!!!!!
INI BUKAN menyebar KEBENCIAN...Tapi
KRITIKAN...kalau memang sesama ummat ISLAM kenapa saling TAKUT bahkan
berteman dengan MUSUH ISLAM....!!!!!!!!!
Seminar ini dihadiri juga para Intel dari Polresta Banjarmasin, LDII, Hizbutahrir dan Warga dari kalangan Akademisi dan Non Akademisi.
Sesi Foto bersama dan sedikit wawancara bersama Moderator acara Seminar pun dilaksanakan setelah usainya acara tersebut. Oleh-olehnya dari Kegiatan MUI Kalimantan Selatan adalah uang saku senilai Rp.50.000,- , Nasi Kotak dan Kalender dari MUI Kalimantan Selatan.
Liputan dari Media Cetak, Radio dan Elektronik seperti TV pun hampir tidak ada, padahal Gaung Ukhuwwah / Persaudaraan Islam Sunni & Islam Syi'ah seperti ini mestinya disiarkan kesemua lapisan masyarakat agar tercerahkan dan tidak mudah diadu domba oleh para ulama-ulama karbitan yang hanya ingin Islam terpecah-belah.
Kesan Pertama Sungguh Menggoda, akankah Islam Sunni dan Islam Syi'ah Kalimantan Selatan akan terus berukhuwwah / bersaudara ditengah Propaganda dan Adu domba Zionis Takfiri Wahabi Salafi yang menginginkan Islam Syi'ah dan Islam Sunni "Bentrok"..?????!!!! Semoga persaudaraan ini terus berlanjut, sehingga tidak mudah terprovokasi satu sama lain.....amin ya rabbal 'allamin. (24/12/2014/ffm/ra/ynk/r/bjm)
Dua Ustaz Memaknai Asyura
Masih teringat beberapa hari menjelang Asyura tahun lalu, ada dua momen
kontradiktif yang saya alami di masjid kampus dalam waktu hampir
berdekatan. Ketika khotbah Jumat, seorang ustaz yang namanya saya lupa,
menyampaikan ceramah mengenai pentingnya taqrib Sunni-Syiah.
Sejenak hampir saya tidak percaya dengan apa yang saya dengar. Mungkin
kuping ini menipu atau saya dalam kondisi setengah sadar setelah
menggarap laporan penelitian lapangan, “Masak iya khatib ini berani
menyampaikan materi soal pentingnya taqrib di lingkungan yang didominasi
kalangan ‘keras,’” pikir saya sembari menelisik lebih dekat siapakah
sang khatib luar biasa itu. Dia sampaikan materinya dengan intonasi
tegas namun lembut, argumentatif, mengajak hadirin agar tidak terkecoh
oleh ulah segelintir kalangan yang hendak mempertajam skisma Sunni-Syiah
di Tanah Air.
Disampaikan pula bahwa kesamaan Tuhan, kitab, dan rasul terakhir,
sudahlah cukup untuk meyakinkan bahwa dua mazhab sepuh ini lebih banyak
persamaan ketimbang perbedaannya. Lalu pada khotbah kedua sang khatib
berpesan bahwa jika Syiah memperingati Asyura dengan kedukaan atas
syahidnya Imam Husein sedangkan di sisi lain kaum Sunni berpuasa sebagai
wujud syukur, hal demikian tidaklah perlu diperdebatkan mengingat
kesucian hari kesepuluh di bulan Muharam tersebut dapat dimaknai secara
beragam. Duhai, indah nian jika semua mubalig seperti beliau menyeru
pada persatuan umat. Namun setelahnya, saya tak pernah lagi melihat
beliau mengisi khotbah di masjid kampus.
Beberapa hari setelahnya ketika kalender Hijriyah jatuh pada 10 Muharam,
sebuah peristiwa yang 180 derajat berbeda dari hari Jumat sebelumnya
terjadi di masjid yang sama. Selepas shalat Ashar saya memutuskan
mengobrol sejenak dengan beberapa adik angkatan. Di dalam, tengah
berlangsung kajian mengenai keutamaan hari Asyura yang dihelat oleh
lembaga dakwah kampus menghadirkan seorang ustaz. Terlihat sekitar 10
jemaah laki-laki dan perempuan, saya tertarik mendengarkannya dari luar
sembari berbincang.
Mulanya tidak ada keanehan ketika sang ustaz menyampaikan keutamaan
Asyura, namun tiba-tiba di tengah ceramahnya ia berkata, “Asyura itu
hanya milik kaum Sunni saja. Tidak berhak jika kaum Syiah ikut mengklaim
merayakan Asyura dengan meratap, melakukan ritual-ritual sesat,
mengedepankan kesedihan untuk Husein.” Hadirin pun hanya manggut-manggut
seolah mengamini ustaz tersebut. Baiklah, sesi ceramah ini sudah tidak
sehat lagi, pikir saya sambil berpamitan untuk segera pulang.
Beberapa Pelajaran
Apa pelajaran yang bisa ditarik dari dua peristiwa di atas? Asyura
sebagai sebuah hari bersejarah merupakan ujian bagi alim ulama di masa
sekarang untuk bersikap arif mendewasakan umat dalam melihat perbedaan.
Mari kita lihat pada contoh ustaz pertama. Beliau tidak menyalahkan
tradisi berpuasa sunnah pada hari tersebut, namun juga tidak menafikan
fakta historis bahwa pada 10 Muharam 61 Hijriyah silam telah terjadi
tragedi pilu pembantaian keturunan suci Rasulullah di sahara Karbala.
Ini adalah langkah yang baik untuk mengenalkan kepada publik –yang saya
yakin- sebagian besar masih belum pernah mendengar momen duka bagi
seluruh penghuni langit dan bumi yakni kisah heroik syahidnya 72 manusia
pilihan di hari Asyura.
Barangkali ustaz penganjur taqrib ini hendak mengamalkan amanat Bung
Karno kepada bangsa Indonesia untuk tidak melupakan sejarah. Lebih dari
itu, ustaz merangkap khatib ini secara implisit seperti hendak berpesan
bahwa tidak perlu untuk menjadi seorang Syiah untuk dapat memahami makna
Asyura dan Karbala. Asyura bersifat universal. Momen duka, cinta, dan
epos kepahlawanan yang menyelimutinya tidak dibatasi oleh mazhab.
Tidak jadi soal jika berpuasa, tetapi setidaknya ingatlah pula lewat
saudara-saudara Syiah bahwa Asyura menyimpan sejarah berdarah
kebangkitan Imam Husein, kira-kira demikian yang mampu saya
interpretasikan dari khotbah Jumat itu.
Bagaimana dengan contoh ustaz kedua? Bukan bermaksud menyinggung, namun
setidaknya dari beliau kita dapat mengambil i’tibar bahwa tidaklah bijak
jika Asyura sebagai hari yang memiliki nilai sejarah dalam tradisi
keIslaman diklaim sepihak milik mazhab tertentu sedangkan mazhab lain
tidak boleh memaknai dan menghidupkannya.
Ini sama saja ibarat melarang dua kelompok yang sama-sama
berkewarganegaraan Indonesia merayakan 17 Agustus sebagai hari
kemerdekaan hanya karena alasan etnisitas yang berbeda, sebagai
contohnya.
Lebih lanjut, mengkhawatirkan jika kemudian tidak ada pendewasaan pada
pemikiran jemaah (yang semuanya adalah mahasiswa) untuk memahami sejarah
Asyura dari perspektif lain akibat doktrin sang ustaz. Seolah ada upaya
mengubur ingatan kolektif kaum muslimin tentang megatragedi yang
hampir-hampir memusnahkan mata rantai emas keturunan Rasulullah.
Jika hanya hal baik-baik saja yang ditonjolkan, bahkan diimbuhi dengan
klaim “versi sejarah paling valid dan paling berhak” untuk memperingati
10 Muharam, bagaimanakah umat ini di masa sekarang hingga yang akan
datang mampu mengenal hari saat darah, cinta, dan ketaatan Imam Husein
beserta pengikutnya mengalahkan pedang para penindas?
(Fikri/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/6097/dua-ustaz-memaknai-asyura/)
Simsalabim! Telah Lahir Pemersatu Umat Islam
Para agen distributor kebencian sektarian bak sopir angkot yang ngebut
mengejar setoran, melakukan apa saja yang mungkin untuk menyukseskan
mimpi meminjam tangan umat Islam di Indonesia untuk membasmi Syiah.
Beragam modus dan aneka cara ditempuh, mulai dari manipulasi foto,
video, orasi hate speech dengan kedok seminar dan bedah buku, menguasai
mesin pencari Google, hingga mengubah konten wikipedia terkait Syiah.
Umat pun dibodohi dengan menebar jargon sesat melalui pameran buku
“itu-itu juga” yang ditempeli beragam nama penerbit, sampai “bertaqiyah”
menggunakan atribut NKRI.
Gerombolan intoleran ini bahkan rela mempermalukan diri mengadakan acara
dan menggagas forum atau perkumpulan dengan nama heboh tapi abal-abal
seperti Aliansi Nasional Anti Syiah, yang ironisnya ternyata gagal
secara memilukan dan menggelikan.
Yang paling gres adalah terobosan spektakuler seorang dai intoleran yang
tiba-tiba mengatasnamakan umat Islam dengan kreasi nama baru “Koalisi
Umat Islam” untuk merambah dunia politik.
Melihat kekisruhan internal di beberapa parpol berbasis umat Islam,
gerombolan dai penganjur pensesatan dan pengkafiran Syiah ini ingin
memasuki dunia politik praktis dengan “gratis.”
Caranya mudah, cukup dengan mengklaim forum pengajian beberapa makhluk
pengkafir sebagai inisiator dari apa yang disebutnya sebagai
representasi desakan umat Islam arus bawah: mencari capres dan cawapres
Islam.
Eksploitasi simbol agama dan pencatutan nama umat Islam adalah modus
paling purba dalam hal merebut dan mempertahankan kekuasaan sebagaimana
diwartakan sejarah. Sementara di masa kini, pola semacam itu potensial
menjadi tiket gratis menguasai parpol-parpol Islam yang sedang kisruh,
gagap dan bingung menentukan pilihan.
Kondisi labil beberapa parpol itulah yang tampaknya hendak dimanfaatkan
seorang dai muda yang dikenal hiperaktif mengkampanyekan pensesatan
Syiah, untuk menjajal terjun ke rimba politik.
Selang tiga hari setelah melontarkan ide “Koalisi Umat Islam” di
bilangan Cikini, Jakarta, sang penggagas pun bergabung dalam parade para
tokoh intoleran yang memberikan semacam legitimasi genosida Syiah
dengan nama “Deklarasi Aliansi Nasional Anti Syiah” di Bandung. Padahal
saat menjawab pertanyaan salah satu wartawan dalam konferensi persnya di
Cikini, apakah Syiah termasuk bagian yang suaranya bakal diakomodir
dalam Koalisi Umat Islam, dia memberikan jawaban “taqiyah” bahwa koalisi
bentukannya siap mengakomodasi kelompok minoritas Islam manapun,
termasuk Syiah.
Rupanya dia mulai lihai dengan “languange game.” Meski terlihat rada
tertekan, dijajalnya beratraksi dengan dua kata “koalisi” dan “aliansi.”
Yang pertama menyimpan kehendak kekuasaan politik, dan yang kedua
menyimpan hasrat hegemoni teologis.
Orang yang tidak punya kiprah nyata dalam politik baik secara akademis
maupun empiris ini benar-benar terlihat ngotot berharap media mainstream
menyematkan atribut “tokoh nasional” kepadanya. Terbukti, dia sendiri
kelepasan menyebut dirinya “tokoh nasional” yang membawa aspirasi umat
Islam di beragam pelosok untuk memimpin partai-partai Islam atau yang
berbasis umat Islam. Dengan pokrolnya, dia terlihat under estimate
terhadap kecerdasan para pemimpin parpol Islam seraya mengaku bahwa
gagasan ini telah digodok oleh beberapa agamawan non NU alias bukan
Sunni aseli -yang tentu tidak menyebut satupun kyai terkemuka NU yang
memiliki ikatan historis dengan PPP dan PKB.
Dia berharap masyarakat tak bisa membedakan antara kyai dan ulama Sunni
asli yang toleran dengan ‘agamawan’ yang dikenal luas karena
mengharamkam hormat bendera.
Tapi semoga saja para pemimpin parpol Islam peka dan mampu mengendus
modus penetrasi politik aktor-aktor intoleransi yang begitu berani
mencatut nama universal umat Islam demi hasrat dominasi teologis dan
sektarianismenya sendiri, agar atribut “pemersatu umat” benar-benar
dapat dikenali, mana yang abal-abal dan mana yang sejati.
[ML/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/3223/simsalabim-telah-lahir-pemersatu-umat-islam/]
Sampai Kapan Indonesia Tersandera Kelompok Intoleran?
Meningkatnya
kasus pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan dari 39
berkas kasus pengaduan yang diterima oleh Komnas HAM pada tahun 2013 dan
naik menjadi 67 berkas kasus pada tahun 2014, sangat memprihatinkan
Komnas HAM.
Hal tersebut disampaikan oleh Jayadi Damanik, Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Komnas HAM dalam konferensi pers terkait laporan Komnas HAM atas pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, Selasa (23/12) di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.
Jayadi menjelaskan kasus-kasus yang terjadi pada 2014 terdiri dari 30 berkas kasus tindakan penyegelan, perusakan atau penghalangan pendirian rumah ibadah, 22 berkas kasus lainnya terkait dengan tindakan diskriminasi, pengancaman, dan kekerasan terhadap pemeluk agama dan keyakinan tertentu. Sementara berkas kasus penghalangan terhadap ritual pelaksanaan ibadah terdapat 15 berkas kasus yang dilaporkan.
Sementara itu, M. Imdadun Rahmat, Komisioner Komnas HAM menyatakan dengan penegakan hukum seharusnya sudah cukup. Maka tidak ada imunitas, tidak ada pembebasan-pembebasan orang yang seharusnya ditangkap dan diadili.
Imdad berkeyakinan, jika penegakan hukum dilakukan dengan benar maka intoleransi dan tindakan kekerasan di Indonesia tidak akan terus berlanjut. Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa yang sangat penting bagi Komnas HAM adalah penegakan hukum.
“Jadi stop kekebalan hukum pada pelaku intoleransi, apalagi memberikan posisi istimewa kepada kelompok-kelompok intoleran yang suka melakukan tekanan massa dan politik,” tegasnya.
Komisioner Komnas HAM ini menyesalkan adanya sekelompok elit politik yang justru menjadikan kelompok-kelompok intoleran itu sebagai kawan bersekutu, sehingga kelompok intoleran memiliki nilai politik yang semakin tinggi. Akibatnya, mereka pun semakin sewenang-wenang untuk menekan dan membajak pemerintah-pemerintah daerah untuk memenuhi agenda-agenda intoleransi mereka.
“Jadi saat ini tidak boleh lagi ada pemerintah daerah yang tunduk dan patuh kepada kelompok-kelompok intoleran,” imbuhnya..
Komnas HAM juga menyampaikan harapannya bahwa tahun 2015 akan menjadi tahun penyelesaian atas berbagai kasus pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan yang sampai sekarang tidak terselesaikan.
Dengan kegigihan Komnas HAM untuk mendorong pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM atas kebebasan beragama dan berkeyakinan selama ini, akankah Indonesia benar-benar dapat terbebas dari sandera para intoleran pada tahun 2015 mendatang?(Lutfi/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/6705/sampai-kapan-indonesia-tersandera-kelompok-intoleran/)
Hal tersebut disampaikan oleh Jayadi Damanik, Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Komnas HAM dalam konferensi pers terkait laporan Komnas HAM atas pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, Selasa (23/12) di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.
Jayadi menjelaskan kasus-kasus yang terjadi pada 2014 terdiri dari 30 berkas kasus tindakan penyegelan, perusakan atau penghalangan pendirian rumah ibadah, 22 berkas kasus lainnya terkait dengan tindakan diskriminasi, pengancaman, dan kekerasan terhadap pemeluk agama dan keyakinan tertentu. Sementara berkas kasus penghalangan terhadap ritual pelaksanaan ibadah terdapat 15 berkas kasus yang dilaporkan.
Sementara itu, M. Imdadun Rahmat, Komisioner Komnas HAM menyatakan dengan penegakan hukum seharusnya sudah cukup. Maka tidak ada imunitas, tidak ada pembebasan-pembebasan orang yang seharusnya ditangkap dan diadili.
Imdad berkeyakinan, jika penegakan hukum dilakukan dengan benar maka intoleransi dan tindakan kekerasan di Indonesia tidak akan terus berlanjut. Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa yang sangat penting bagi Komnas HAM adalah penegakan hukum.
“Jadi stop kekebalan hukum pada pelaku intoleransi, apalagi memberikan posisi istimewa kepada kelompok-kelompok intoleran yang suka melakukan tekanan massa dan politik,” tegasnya.
Komisioner Komnas HAM ini menyesalkan adanya sekelompok elit politik yang justru menjadikan kelompok-kelompok intoleran itu sebagai kawan bersekutu, sehingga kelompok intoleran memiliki nilai politik yang semakin tinggi. Akibatnya, mereka pun semakin sewenang-wenang untuk menekan dan membajak pemerintah-pemerintah daerah untuk memenuhi agenda-agenda intoleransi mereka.
“Jadi saat ini tidak boleh lagi ada pemerintah daerah yang tunduk dan patuh kepada kelompok-kelompok intoleran,” imbuhnya..
Komnas HAM juga menyampaikan harapannya bahwa tahun 2015 akan menjadi tahun penyelesaian atas berbagai kasus pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan yang sampai sekarang tidak terselesaikan.
Dengan kegigihan Komnas HAM untuk mendorong pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM atas kebebasan beragama dan berkeyakinan selama ini, akankah Indonesia benar-benar dapat terbebas dari sandera para intoleran pada tahun 2015 mendatang?(Lutfi/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/6705/sampai-kapan-indonesia-tersandera-kelompok-intoleran/)
Bedah Buku ‘Syiah Menurut Syiah’ Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bedah buku ‘Syiah Menurut Syiah‘ yang diselengarakan di UIN syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 November 2014 dihadiri lebih dari 250 peserta baik dari mahasiswa maupun dari kalangan umum. Dalam bedah buku ini diterangkan sejumlah isu yang sering ditimpahkan pada Muslim Syiah. Salah satu isu yang dijawab dalam beda buku ini adalah isu tentang Taqiyah dalam syiah. Acara ini diisi pemaparan oleh Dr. Muhsin Labib, MA, selaku perwakilan dari tim penyusun buku dan Dr. Faris Pari selaku dosen Filsafat di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (Lutfi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/6388/bedah-buku-syiah-menurut-syiah-di-uin-syarif-hidayatullah-jakarta/)Bedah Buku Syiah Menurut Syiah Di UIN Jakarta
Untuk
kesekian kalinya, buku Syiah Menurut Syiah (SMS) dibedah. Kali ini
(27/11) tim penulis buku Syiah Menurut Syiah dari Ormas Islam Ahlulbait
Indonesia (ABI) bekerjasama dengan pihak UIN Syarif Hidayatullah
(Fakultas Ushuluddin) Jakarta. Acara tersebut berlangsung di Aula
Student Center UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebelumnya, ABI juga
sempat bekerjasama dengan pihak lain dalam bedah buku SMS (Bedah Buku SMS di P3M).
Secara
umum, Dr. Muhsin Labib, MA selaku narasumber mewakili tim penulis ABI
membagi sistematika penulisan buku tersebut ke dalam dua garis besar
yaitu konsep dan realita. Secara khusus, ingin memahamkan kepada pembaca
bahwa apa yang setiap orang pahami adalah sebuah persepsi, tidak
absolut, relatif dan tidak mutlak benar. Sehingga, apa yang dilihat
secara realita bukanlah sebuah tolak ukur untuk memahami sebuah
kebenaran.
Sebagai
contoh, ketika ada seorang mengaku Syiah dan mengkafirkan sahabat Nabi,
tidak dapat disimpulkan bahwa ajaran Syiah mengkafirkan sahabat Nabi.
Karena hal itu adalah perilaku individu yang tidak mewakili sebuah
konsep ajaran.
“Perilaku individu tidak dapat dijadikan tolok ukur ajaran agama,” tutur Muhsin Labib.
Terlebih,
ulama Syiah telah memfatwakan haram menghina simbol-simbol yang
diagungkan oleh Muslim Sunni. Ketika masih ada yang mengkafirkan sahabat
Nabi yang diagungkan oleh Muslim Sunni, secara otomatis telah keluar
dari mainstream Syiah sebagai konsep ajaran yang dipahami. Sebagaimana
halnya ketika Saddam Husein membantai jutaan Muslim Syiah, tak satupun
Muslim Syiah menganggap Saddam adalah representasi Sunni dalam melakukan
pembantaian umat Islam.
Lebih
lanjut menurutnya, tidak ada Sunni membunuh Syiah, dan tidak ada Syiah
membunuh Sunni. “Kalau ada yang membunuh Sunni, dia bukan Syiah. Kalau
ada yang membunuh Syiah, dia bukan Sunni,” tegasnya.
Terkait
isu banyaknya cabang Syiah, seorang peserta bedah buku menanyakan soal
judul buku Syiah Menurut Syiah. “Syiah yang mana?” tanya peserta. Muhsin
Labib menjelaskan bahwa secara umum yang diterima sebagai konsep ajaran
Islam adalah Syiah Imamiyah Istna Asyariah dan buku tersebut
menjelaskan Syiah secara umum.
Narasumber
lain adalah Dr. Faris Pari, dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Menurutnya, perbedaan yang sering dipahami adalah perbedaan dalam ranah
praktis. Bukan filosofis teoritis. Hal itu selaras dengan yang dimaksud
Muhsin Labib tentang konsep dan realita. Orang banyak menilai sesuatu
dalam ranah realita, bukan konsep.
“Karena
kalau melihat yang beda akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan,
problem, pelenyapan bahkan berujung pada pembunuhan,” tutur Faris Pari.
Hal itu dapat dilihat misalnya dalam kasus Muslim Syiah Sampang Madura.
Terkait
konsep Taqiyah (tidak menampakkan kebenaran) dalam ajaran Syiah
diakuinya bahwa hal itu berada dalam ranah praktis dan berkutat dalam
problem sosial budaya, bukan pada ranah konsep agama. Sebagai contoh,
ketika orang Syiah berbaur, shalat berjamaah dengan Muslim Sunni,
tangannya sedekap (tidak lurus), dengan pertimbangan tertentu demi
menjaga keharmonisan hubungan sosial.
Acara yang berlangsung mulai pukul 09.00 hingga 11.00 WIB itu dihadiri lebih dari 200 peserta; mahasiswa maupun umum.
Mufin,
salah satu peserta dari Fakultas Filsafat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta saat ditanya apa yang diketahuinya tentang Syiah, dia mengaku
tidak tahu-menahu.
“Awalnya
yang saya tahu, Syiah itu mut’ah dan syahadatnya berbeda,” tutur Mufin.
“Jadi, ini usaha bagus untuk memperkenalkan diri,” pujinya.
(Malik/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/6274/bedah-buku-syiah-menurut-syiah-di-uin-jakarta/)
Tanggapan KH Alawi untuk KH Kholil Nafis
LiputanIslam.com —
Pernyataan KH Kholil Nafis yang menyebut sejumlah aliran radikal akan
menghabisi NU pada 2030 ditanggapi tegas oleh ulama muda NU, KH Alawi
Nurul Alam Al-Bantani. Menurutnya, acara itu tidak mengatasnamakan NU
secara umum, sehingga tidak bisa dijadikan rujukan.
[Catatan redaktur: judul dan paragraf pertama artikel ini telah
diedit pada 23/12, sesuai konfirmasi ulang LI dengan KH Alawi,
selengkapnya baca rubrik wawancara]
Seperti dilaporkan situs muslimmedianews.com yang
mengaku mengutip dari antarajatim.com, dalam seminar bertajuk Menyikapi
Konflik Sunni-Syiah dalam Bingkai NKRI” diadakan Aswaja Center PWNU
Jatim di Surabaya, Kamis (18/12), Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Dr KH
Kholil Nafis Lc MA mengingatkan bahwa aliran Wahabi, Syiah, dan aliran
radikal lainnya bisa menghancurkan NU sebagai aliran moderat pada 2030.
“Mereka punya uang dan menargetkan NU akan habis pada 2030, karena
kelompok Syiah saat ini sudah memiliki 61 organisasi di Jawa dan 23
organisasi di luar Jawa,” kata Kholil.
Menurut Kyai Alawi, yang merupakan anggota Tim Aswaja Center Lembaga Takmir Masjid (LTM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini, memang ada pihak-pihak di dalam tubuh NU, yang menjalin koalisi dengan Salafi Wahabi, dengan mengatasnamakan NU. Sementara di lain pihak, NU sendiri sangat konsisten untuk menahan laju ideologi Salafi Wahabi yang kian marak di tanah air.
Menurut Kyai Alawi, yang merupakan anggota Tim Aswaja Center Lembaga Takmir Masjid (LTM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini, memang ada pihak-pihak di dalam tubuh NU, yang menjalin koalisi dengan Salafi Wahabi, dengan mengatasnamakan NU. Sementara di lain pihak, NU sendiri sangat konsisten untuk menahan laju ideologi Salafi Wahabi yang kian marak di tanah air.
Dalam berbagai kesempatan, Kyai Alawi menyampaikan bahwa kerukunan Sunni
dan Syiah akan menguatkan Islam dan sebaliknya, perpecahan di antara
kedua madzhab Islam ini akan semakin melemahkan Islam. Menurutnya,
perpecahan itu memang sengaja didesain agar umat Islam selalu ribut di
antara sesamanya dan melupakan urusan yang lebih penting, yaitu memegang
pos-pos penting di pemerintahan. (baca: Nahdliyin Jangan Mau Diperalat Takfiri)
Dalam berbagai kesempatan, Kyai Alawi menyampaikan bahwa kerukunan Sunni
dan Syiah akan menguatkan Islam dan sebaliknya, perpecahan di antara
kedua madzhab Islam ini akan semakin melemahkan Islam. Menurutnya,
perpecahan itu memang sengaja didesain agar umat Islam selalu ribut di
antara sesamanya dan melupakan urusan yang lebih penting, yaitu memegang
pos-pos penting di pemerintahan. (Baca: Persatuan Sunni Syiah Dalam Risalah Amman)
Dan
dalam buku terbarunya, Kyai Alawi ‘menggandeng’ para ulama dan tokoh
Syiah untuk bersatu melawan pemahaman Salafi Wahabi, yang telah terbukti
melahirkan para penjahat kemanusiaan yang mengklaim perbuatannya
tersebut sebagai perwujudan nilai-nilai Islam. Dalam beberapa waktu
terakhir, dunia telah menyaksikan kebiadaban yang dilakukan oleh teroris
seperti ISIS, Al-Nusra, Boko Haram, Taliban, dll, yang
memporak-porandakan Timur Tengah dan Afrika. Ironisnya, semua teroris
tersebut menyatakan tengah memperjuangkan Islam. (Baca: Kyai NU dan Ulam Syiah Memutilasi Salafi Wahabi)
“Yang urgent hari ini adalah, membentengi diri dari ideologi
radikal yang diusung oleh kelompok Salafi Wahabi, yang mudah
menyesatkan, mengkafirkan, atau yang paling mengerikan, saat pemikiran
radikal ini bermanifestasi sebagai kelompok-kelompok teroris
transnasional yang kini tengah beroperasi di Timur Tengah,” demikian
tulis Kyai Alawi.
Kyai Alawi juga menuturkan betapa dekatnya kultur antara NU dan Syiah.
Berbagai macam amalan yang sering dilakukan oleh warga NU, ternyata juga
dilakukan oleh muslim Syiah. Misalnya; tawassul, tabbaruk, tahlilan.
Jika Syiah mencintai Ahlul Bait, maka begitu pula halnya dengan NU, yang
termaktub dalam syair, tarian, hikayat, cerita kepahlawanan keluarga
Nabi Saw, peringatan Asyura, hingga rebo wekasan.
“Membina persatuan antara sesama ummat Islam dalam bingkai NKRI yang
ber-Bhineka Tunggal Ika lebih bermanfaat daripada terus menerus saling
mempertentangkan isu Sunni-Syiah,” tambah dia.
Lebih lanjut, Kyai Alawi menyatakan bahwa pihak yang sering mengadu
domba dan menghembuskan fitnah Sunni-Syiah itu berbeda dan harus saling
bermusuhan, sesungguhnya menghendaki perpecahan dalam tubuh Islam,
sehingga memudahkan mereka untuk menggapai tujuannya. Seperti diketahui,
maraknya sentimen Sunni-Syiah sendiri tidak terlepas dari gejolak yang
terjadi di Timur Tengah. (Baca: Ummat Islam Dipecah Belah, Alamnya Dikeruk)
“Menurut penelitian, 50 tahun lagi minyak di Arab Saudi itu habis. Tahun
1954 Arab Saudi pernah dibantu Inggris untuk menginvasi Suriah. Namun
tidak berhasil. Sekarang mereka mencoba lagi, dengan menggunakan
boneka-bonekanya. Yang mendanai persenjataan oposisi di Suriah kan Arab
Saudi? Dan Negara-negara Barat berada dibalik itu. Sebab kita tahu, AS
dan negara-negara Barat tidak memiliki kekayaan bumi yang memadai.
Krisis minyak di Arab Saudi yang diperkirakan 50 tahun lagi, jelas
sangat mengkhawatirkan mereka. Makanya mereka mencari lahan baru lagi.
Nah, inilah salah satu tujuan dibentuknya ISIS itu. Tapi banyak yang
tidak sadar,” papar dia.
“Untuk mengambil sumber daya alam itu, maka cara yang paling mudah dan
klasik adalah dengan mengadu domba negara-negara tersebut,” jelas Kyai
Alawi.
Untuk itu, menurut Kyai Alawi, ummat Islam harus bersatu dan
menghentikan kejahatan ini dengan segala cara. Ia juga berharap, agar
ummat Islam menyadari bahwa sesungguhnya musuh-musuh Islam tidak pernah
berhenti untuk menghancurkan dan melemahkan kaum muslimin.
“Solusinya selain mengerahkan serdadu untuk menghentikan mereka, kita
juga harus bertempur dalam dunia pemikiran, dengan menghadang
syubhat-syubhat mereka. Yang bisa menulis, menulislah. Untuk memberikan
penyadaran dan pencerahan pada masyarakat luas akan kondisi yang
sebenarnya. Dan ulama-ulama harus menyadari tanggungjawabnya dalam
menyadarkan ummat,” ujar dia, memberi saran.
(ba/http://liputanislam.com/tabayun/tanggapan-kyai-alawi-untuk-kholil-nafis/)
Kritik untuk Fimadani.com
LiputanIslam.com — Fimadani.com, dalam laporannya
menyebutkan bahwa Han Monis, pria yang melakukan penyanderaan terhadap
Lindt Chocolate Cafe di Australia pada Senin, 15 Desember 2014 adalah
seorang ulama Syiah asal Iran.
“Teroris Sydney adalah Ulama Syiah Asal Iran,” demikian judul artikel yang dirilis fimadani.com.
Namun isi artikel tersebut ternyata tidak relevan dengan judul, karena
fimadani menyebutkan, bahwa Moris hanya tampil (berpakaian) layaknya
ulama Syiah di media.
“Dalam berbagai situs, Man Haron Monis, tampil sebagai seorang ulama
Syiah yang mengenakan turbah berwarna putih yang mengindikasikan bahwa
ia adalah seorang ulama bukan dari kalangan Ahlul Bait,” sebut
fimadani.com.
Perhatikan dua foto berikut:
Di foto bagian atas, Monis berpenampilan layaknya ulama Syiah. Sedangkan
di foto bawah, ia tampil seperti seorang ulama Sunni. Karena itulah,
bbc.com, 16 Desember 2014 menggambarkan Monis sebagai seorang pria yang
kerap tampil layaknya ulama, namun di Australia, ia ditolak baik oleh
komunitas Muslim Sunni, maupun Muslim Syiah, sebagaimana yang dituturkan
oleh Keysar Trad, pendiri Islamic Friendship Association of Australia. (Baca: Pelaku Penyanderaan Sydney Disebut “Berbahaya” dan “Tidak Stabil”)
Hal senada juga disampaikan oleh Ismail Amin, Mahasiswa Al-Mustafa
International University, Qom, Iran. Kepada Liputan Islam, Ismail
menyatakan bahwa Monis bukanlah seorang ulama.
“Selama di Australia, Monis berpakaian ala ulama Syiah sementara dia
tidak pernah mengeyam pendidikan di hauzah Iran,” jelas Ismail, 17
Desember 2014 melalui pesan singkat.
Ismail menambahkan, bahwa Monis adalah salah satu orang yang
anti-revolusi Islam Iran. Artinya, ia menolak sistem Waliyatul Faqih
yang diterapkan di Iran.
“Orang ini adalah seorang penjahat dan buronan yang kabur dari kejaran
polisi. Beberapa saat lamanya dia tinggal di Malaysia kemudian meminta
suaka ke Australia. Pemerintah Australia menerima permintaan suakanya
dan membela orang ini setiap kali berbicara melawan Iran,” tambah
Ismail.
Ismail menilai, kasus penyanderaan yang dilakukan oleh Monis, dijadikan
sebagai senjata oleh media-media Barat untuk mendeskrditkan Iran, karena
sejauh ini, tambah dia, hanya Iran satu-satunya yang masih tetap
lantang melawan hegemoni negara adidaya, seperti Amerika Serikat.
“Pemerintah Iran sendiri telah mengutuk aksi keras Monis,” tutup Ismail.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Pemerintah Republik Islam Iran
secara resmi mengutuk aksi penyanderaan di Lindt Chocolate Cafe, Martin
Place di CBD (Central Business District).
“Mengandalkan metode tidak manusiawi seperti ini serta menebar ketakutan
dan kepanikan atas nama Islam tidak dapat dibenarkan dalam kondisi
bagaimanapun,” ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Marziyeh
Afkham, sebagaimana dilansir presstv.com. (Baca: Iran Resmi Kutuk Aksi Penyanderaan Atas Nama Islam di Sidney)
Kecaman juga datang Australian National Imam’s Council (ANIC),
organisasi yang memayungi kaum Muslimin di Australia. ANIC menyatakan
bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Monis, sama sekali tidak mewakili
Islam. (Baca: #Illridewithyou: Perlawanan Terhadap Rasisme dan Kefanatikan)
Bahkan selama dua hari, tagar #Illridewithyou menjadi trending topic di
Twitter, yang merupakan wujud solidaritas warga Australia kepada kaum
Muslimin. Penduduk Australia menyadari, bahwa aksi teror yang dilakukan
Monis sama sekali tidak terkait dengan agama Islam.
Rachel Jacobs, seorang dosen di Australia Catholic University menuturkan
kepada Brisbane Times, bahwa #Illridewithyou merupakan sebuah
perlawanan terhadap rasisme dan kefanatikan. #Illridewithyou adalah
kekuatan toleransi dan kasih sayang. #Illridewithyou adalah perjanjian
untuk memperlakukan semua orang—siapapun dia, dengan penuh rasa hormat.
#Illridewithyou adalah pengingat bagi warga Australia, bahwa tidak
sepatutnya sebuah komunitas atau kelompok harus bertanggung jawab atas
kesalahan yang dilakukan oleh satu orang. #Illridewithyou adalah pesan
bagi para bigot, bahwa mereka tidak diinginkan berada di Australia.
Ketika masyarakat Australia sendiri begitu toleran dan dewasa dalam
menyikapi isu terorisme yang kerap dikaitkan dengan agama, lalu, apa
tujuan fimadani.com membuat judul menyesatkan yang rentan menggiring
opini publik kepada pemahaman keliru?
(ba/http://liputanislam.com/tabayun/kritik-untuk-fimadani-com/)
KH Al Bantani: Nahdliyin Jangan Mau Diperalat Takfiri
LiputanIslam.com–Pada
Kamis 18 Desember 2014, Aswaja Center PWNU Jatim yang bekerja sama
dengan MUI mengadakan seminar bertajuk “Menyikapi Konflik Sunni-Syiah
dalam Bingkai NKRI” di Surabaya. Hadir dalam seminar ini, Ketua Komisi
Dakwah MUI Pusat Dr KH Kholil Nafis Lc MA, Prof Dr Mohammad Baharun SH
MA (Ketua Komisi Hukum MUI Pusat), Habib Ahmad Zein al-Kaf (Ketua
Al-Bayyinat Jatim), dan Prof Dr Musta’in Masyhud (Unair). Dalam acara
itu, KH Kholil diberitakan oleh website muslimmedianews (yang mengaku
mengutip dari antarajatim.com), mengeluarkan pernyataan, “Aliran Wahabi,
Syiah, dan aliran radikal lainnya bisa menghancurkan NU sebagai aliran
moderat pada 2030.”
Pernyataan yang berpotensi memecah-belah umat muslim Indonesia ini mendapatkan tanggapan tegas dari
ulama muda NU yang aktif menyuarakan persatuan umat demi keutuhan NKRI,
KH Alawi Nurul Alam Al-Bantani. Menurut beliau, acara itu tidak
mengatasnamakan NU secara umum, sehingga tidak bisa dijadikan rujukan.
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana sebenarnya posisi NU dalam masalah
Sunni-Syiah, LI mewawancarai KH Al Bantani. Berikut kutipan pembicaraan
kami.
LI: Pak Kyai, mengapa terlihat ada perbedaan pendapat di antara ulama NU?
KH Al Bantani : Pendapat yang disampaikan oleh salah
seorang ulama NU tidak bisa dengan serta merta dianggap sebagai pendapat
lembaga NU. Karena secara kultural NU sendiri mengakomodasi berbagai
macam perbedaan pendapat tersebut. Para Kyai NU memperoleh ilmunya
dengan cara bermacam-macam, mereka berguru kepada orang yang
berbeda-beda, kitab-kitab yang dibacanya pun berbeda. Karena itu, di
dalam internal NU sendiri ada kaidah fi kulli ra’sin ra’yun.
Maka dari itu, tidak ada keharusan bagi warga Nahdliyin untuk mengikuti
pendapat yang disampaikan kyai tertentu. Jika ada perbedaan pendapat
secara internal di antara kyai NU, secara kultural biasanya akan ada
upaya untuk mengkomunikasikan atau mendiskusikannya. Apalagi jika
perbedaan tersebut berpotensi menimbulkan friksi atau perpecahan.
Pada prinsipnya NU tidak menghendaki lembaga ini dikotak-kotakkan oleh kalangan internal. NU harus tetap berpegang teguh kepada khittah nahdliyyah-nya.
LI: Jadi, sebenarnya pandangan NU terhadap Syiah?
KH Al Bantani : Pertama, jelas Syiah itu jelas berbeda dari NU. Tapi, menyikapi perbedaan tersebut ada dua pandangan yang mengemuka. Yang pertama adalah yang menangkap adanya perilaku menyimpang sebagian orang
Syiah dan menggeneralisir perilaku tersebut sebagai hakikat dari Syiah.
Perilaku yang dimaksud, antara lain menyinggung atau menjelek-jelekkan
simbol-simbol yang dimuliakan kalangan NU. Adapun pandangan yang kedua adalah,
yang memandang bahwa perilaku sekelompok/sebagian Syiah tersebut
bukanlah hakikat Syiah. Pandangan kedua ini melihat bahwa dalam Syiah
pun ada dua kelompok, yaitu Syiah terpimpin dan Syiah tidak terpimpin.
Syiah yang terpimpin itu adalah mereka yang setia dan menjalankan fatwa
dari para marji’ (ulama tinggi Syiah). Sementara yang tidak
terpimpin adalah orang yang mengaku sebagai tokoh syiah dan merasa
berhak mengeluarkan pendapat, meskipun beda dari fatwa marji’.
Nah, kalangan NU yang kelompok kedua ini memandang bahwa seandainya ada
fenomena atau perilaku yang mengganggu atau menyakiti hati dari
orang-orang yang mengaku Syiah, itu pasti berasal dari orang-orang yang
tidak terpimpin. Karena faktanya para marji’ Syiah itu melarang /mengharamkan perilaku-perilaku yang menyakiti hati orang Sunni.
LI: Lebih banyak mana, Nahdhiyyin yang berpihak pada pandangan pertama, atau pandangan kedua?
KH Al Bantani : Saya tidak punya data, yang bisa saya
sampaikan adalah pengalaman saya selama ini, ketika bertemu dengan
orang-orang NU seluruh Indonesia. Ketika saya tanyakan pendapat mereka
tentang Syiah, selama ini tidak saya dapati laporan terkait upaya buruk
dari kalangan Syiah, seperti menguasai masjid NU, melakukan konfrontasi,
dan lain-lain. Dari sini, disimpulkan bahwa mereka baik-baik saja
terhadap umat Syiah.
LI: Kalau secara lembaga, apa sikap NU ketika menyikapi perbedaan pendapat dengan kelompok lain?
KH Al Bantani : Melihat dari khittah-nya, NU
secara kelemnbagaan adalah lembaga yang sangat toleran. Mengkafirkan
kelompok lain adalah hal yang sangat tabu bagi orang-orang NU.
LI: NU di Jawa Barat yang ada yang ikut dalam Deklarasi ANAS (Aliansi Nasional Anti Syiah)
KH Al Bantani : Secara umum, sebenarnya berkat peran
para ulama NU-lah ANAS gagal mencapai targetnya, karena hingga kini
belum sampai keluar fatwa pengkafiran Syiah. Memang betul ada sebagian
yang ikut-ikutan ANAS, tapi mestinya Nahdliyin harus cerdas, jangan
sampai mereka mau dijadikan alat oleh ANAS dalam rangka mewujudkan
target-target ANAS itu. ANAS sendiri sebenarnya adalah gerakan yang
tidak memberikan pncerahan dan melakukan pelanggaran ilmiah. Mereka
melakukan cara-cara memelintir sejarah. Secara ilmiah kan sebuah
kesimpulan hukum hanya bisa diambil kalau menyertakan seluruh pihak yang
terlibat. ANAS tidak pernah mau mengajak orang-orang Syiah untuk duduk
bersama dalam sebuah forum dan memberi kesempatan kepada orang Syiah
untuk membela diri. Secara ilmiah, itu adalah kesimpulan hukum yang
batal.
Karena itu, ANAS sama sekali bukan gerakan yang layak didukung dan
diikuti. Orang-orang NU harus cerdas menyikapi ini.
(fa/http://liputanislam.com/wawancara/kh-al-bantani-nahdliyin-jangan-mau-diperalat-takfiri/)
— http://liputanislam.com/tabayun/jurnalis-mesir-menjawab-fitnah-media-intoleran-atas-iran/
Baca wawancara sebelumnya dengan KH Al Bantani:Umat Islam Dipecah Belah, Sumber Daya Alamnya Dikeruk
Konsep Kenabian Sunni, Syiah Dan Ahmadiyah
Khazanah pemikiran Islam diwarnai dengan berbagai interpretasi terhadap penafsiran Al-Quran yang pada akhirnya memunculkan berbagai mazhab atau aliran dalam Islam. Termasuk di dalamnya perspektif tentang Nabi yang pada tiap aliran dalam Islam itu berbeda antara satu aliran dengan aliran yang lainnya.Lalu seperti apakah perspektif kenabian dalam Sunni, Syiah dan Ahmadiyah?
Dalam seminar yang digelar oleh Fakultas Aqidah Filsafat Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan tema “KONSEP KENABIAN LINTAS ALIRAN: Implementasi Islam Rahmatan lil Alamin dalam Perbedaan,” pada Rabu (17/9) di gedung Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, narasumber dari tiga aliran Islam di Indonesia yaitu, Sunni, Syiah dan Ahmadiyah menjelaskan konsep kenabian yang mereka anut saat ini.
Perspektif Kenabian Ahmadiyah
Bagi Ahmadiyah, pintu kenabian setelah Nabi Besar Muhammad Saw masih terbuka, sehingga memungkinkan peluang bagi adanya nabi setelah Nabi Muhammad Saw. Tapi nabi yang muncul setelah Nabi Muhammad Saw kenabiaannya disebut dengan Kenabian Ummati, karena sebelumnya telah menjadi umat nabi Muhammad Saw terlebih dahulu. Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan Ahmadiyah, Prof. Abdul Rozzaq.
Rozzaq mendasari pemahamannya tersebut dari Surah An Nisa, ayat 69 yang menurutnya dalam ayat tersebut diartikan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, ada yang termasuk Nabi, ada yang termasuk Siddiq, ada yang termasuk Syahid dan ada yang termasuk Shaleh.
Nah, Nabi yang disebutkan dalam ayat tersebut, menurut Rozzaq adalah Nabi setelah Nabi Muhammad Saw, yang disebut dengan Nabi Ummati itu. Sebab menurut Rozzaq jika tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad, maka pengikut Nabi pun tidak ada yang Siddiq, tidak ada yang Syahid dan tidak ada yang Shaleh.
“Oleh karena itu jamaah Ahmadiyah mempunyai keyakinan bahwa sesudah Rasulullah Saw itu pintu kenabian masih terus terbuka,” terang Rozzaq.
Rozzaq menegaskan bahwa Nabi setelah Rasulullah yang dimaksud adalah Nabi itu hanya menghidupkan Islam kembali dan menegakkan syariat Islam kembali tanpa sedikitpun menambah, mengurangi ataupun mengganti. Tapi betul-betul sebagai Nabi pelayan Umat.
Terkait dengan hadis La Nabiyya Ba’da yang berarti tidak ada nabi lagi sesudah Nabi Muhammad Saw menurut Rozzaq, hadis tersebut ditujukan pada nabi baru yang membawa Syariat baru dan mengubah apa yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. Hal ini menurut Rozzaq telah ditafsirkan oleh banyak mufasir pada jaman dulu seperti Imam As-Sya’roni.
Perspektif Kenabian Sunni
Dr. Edwin Syarif, MA, perwakilan dari Sunni yang merupakan seorang akademisi menerangkan bahwa di dalam Sunni, pintu kenabian setelah Nabi Muhammad Saw sudah tertutup. Nabi Muhammad Saw adalah Nabi yang terakhir dan tidak ada lagi Nabi setelahnya. Nabi jenis apapun tidak ada dan tertutup setelah Nabi Muhammad Saw.
“Hal itu karena Nabi Muhammad adalah Khatamun Nabiyyin,” terang Edwin.
Namun Edwin menjelaskan bahwa tidak tertutup kemungkinan bila ada seseorang memiliki kemampuan atau mampu mencapai tingkat kenabian. Seperti halnya yang disampaikan oleh al-Ghazali, bahwa seseorang bisa mencapai ilmu Laduni. Yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan hal-hal yang trasenden dan metafisik.
“Saya tidak akan mengatakan itu nabi, itu sulit,” terang Edwin.
Perspektif Kenabian Syiah
Dr. Muhsin Labib yang mewakili Muslim Syiah menjelaskan bahwa konsep kenabian di dalam Syiah itu bukan berfokus pada sosok nabinya tapi lebih pada menyelesaikan konsep kenabiannya terlebih dahulu. Dengan ini akan menunjukkan perbedaan epistemologis dalam memahami kenabian dengan Sunni ataupun dengan Ahmadiyah.
Konsep Kenabian menurut Muhsin adalah pemaknaan teologis dari konsep mediasi antara Tuhan dengan manusia. Di dalam persoalan filsafat selalu muncul pertanyaan, bagaimana Tuhan yang tidak terbatas bisa berhubungan dengan manusia yang terbatas? Sejak awal para filosof berusaha untuk mejawab pertanyaan tersebut yang akhirnya memunculkan berbagai macam teori filsafat seperti teori Emanasi, Iluminasi dan Trasenden Teosofi.
Dengan munculnya teori-teori tersebut menunjukkan bahwa konsep Nubuwwah atau tentang kenabian perlu diselesaikan terlebih dahulu. Setelah konsep tentang Nabi selesai, barulah kemudian bisa mengidentifikasi figur atau sosok Nabinya. Dengan kata lain dalam Syiah harus dijelaskan terlebih dahulu tentang “apa” kemudian berlanjut pada penjelasan “siapa.”
“Sebab tidak mungkin kita menjelaskan tentang ‘siapa-nya’ tanpa tahu lebih dulu tentang ‘apa-nya.’” terang Muhsin.
Setiap aliran dalam Islam memiliki persepsi masing-masing tentang konsep kenabiannya, namun hal ini hendaknya dipandang sebagai khazanah pemikiran Islam yang memberi warna bagi Islam itu sendiri dan bukan untuk saling memberikan label sesat dan saling bunuh.
Dengan upaya saling menghomati tiap persepsi tentang kenabian itulah, maka Islam rahmatan lil ‘alamin akan dapat dicapai. (Lutfi/Yudhi/http://ahlulbaitindonesia.org/berita/5195/konsep-kenabian-sunni-syiah-dan-ahmadiyah/)